Pages

Rabu, 29 November 2017

Kamu Berbeda

Kamu terlihat beda dari yang lain. Saat orang tersedot perhatiannya pada satu titik, kamu lebih tertarik pada apa yang tidak dilihat yang lain. Aku mencoba melihat arah yang kamu lihat. Tapi aku tak menangkap apapun. Apa yang menarik dengan jendela kaca besar dengan pemandangan malam yang biasa kita lihat sebelum-sebelumnya? Tidak ada yang tampak berbeda.

Belakangan aku tahu yang kamu lihat adalah percikan api dari tukang las pada gedung yang dibangun. Indah, bercahaya, dengan ukurannya yang kecil, katamu. Riuh rendah yang kita dengar di gedung ini, rupanya tidak menarik perhatianmu dibandingkan percik api itu.

Kamu berbeda. Teman-temanmu menyukai menonton saat makan. Tapi kamu lebih suka menikmati makananmu tanpa disambi apa-apa; kecuali barangkali melihat awan dan langit dari jendela. Selebihnya diam. Tidak membaca pesan dari sekian media sosial, tidak scrolling timeline instagram, apalagi sembari membaca headline line today.

Kamu berbeda. Orang-orang menyenangi pergi menghabiskan akhir pekannya. Kamu lebih suka menghabiskannya tanpa pergi kemana-mana. Di rumah, maka cukup. Mematikan ponsel. Memilih buku dari rak bacaanmu.  Bersenandung kecil dan menata apa-apa yang tertinggal berantakan sepekan belakangan. Ah, tentu saja ini bagian yang tidak aku suka. Kamu rapi pada sebagian hal, lalu berantakan pada sebagian yang lain.

Kamu berbeda. Kamu bisa tampak aneh sekaligus menggemaskan saat sedang berpikir keras. Raut wajah kebingungan yang tanpa sadar meggumamkan hal-hal yang kamu kerjakan. Lalu heboh sendiri, lalu bicara sendiri. Juga ekspresi serius yang sungguh menggoda sekali untuk diganggu.

Kamu berbeda. Tapi aku makin lama kesulitan mendeskripsikannya. Eh, barangkali, kalau aku justru tahu banyak perbedaanmu dengan yang lain, bukankah itu malah mencurigakan? Aku tidak perlu mengenalmu terlalu jauh.


dari berbagai hal, termasuk pemaknaan buku 
Mendengar Nyanyian Sunyi-nya Kak Urfa

tentu saja fiksi,
mulai ditulis di code margonda,
di lantai yang bisa lihat sekitar dari ketinggian

29/11/2016


foto ini foto 29 November 2016, tepat setahun lalu
saya masih ingat sekali, sebagaimana biasa saya dan beberapa teman masa itu sehari-hari ke lab untuk mengerjakan skripsi, walaupun akhirnya memang bisa berujung kemana-mana aktivitasnya; bisa saja tidak mengerjakan skripsi tapi malah ngapa-ngapain yang lain.

lalu pukul 5 sore lab tutup. saya belum mau pulang. teman-teman mau pulang.
sebagaimana orang introver, saat-saat seperti ini adalah saat tidak mau bertemu banyak orang.
skripsi tak kunjung kelar; dan bingung menuntaskannya, jika pulang saya akan bertemu orang, karena saya tinggal di kontrakan berisi 11 orang.

lalu saya ambil haluan ke gedung C. kala itu masih gedung baru yang kalau tidak salah baru dipakai jalan 1 semester. saya pun belum pernah merasakan kuliah di gedung baru itu. saya cari ruang yang sepi, ada colokan, dan jika duduk pandangannya berbelakangan dengan orang-orang; menghindari pertemun-pertemuan.

tentu saja tidak sepenuhnya berjalan mulus. saya bertemu satu dua adik tingkat yang saya kenal, hendak mengerjakan tugas kelompok :") bertemu jua dengan teman seangkatan. tetap ada saja yang bertemu lah :"")

lalu senja itu, lupa saya tuntaskan hingga pukul berapa saya pulang

dulu, emang suka ngedokumentasiin foto-foto saat ngerjain skripsi
hal-hal yang saya sendiri anggap sebagai pantas untuk dikenang :""

perasan tidak ingin bertemu banyak orangnya sama,
dengan yang akhir-akhir ini saya rasakan
i don't definetely know the reason
meskipun ada sebagiannya yang saya asumsikan jadi penyebab


Selasa, 28 November 2017

Waktu (yang Cepat Berlalu)

Kita tentu familiar sekali dengan selentingan-selentingan kalimat, "Lho, udah jam segini? Perasaan tadi baru jam sekian" atau "Lho, udah zuhur aja" atau "Cepet banget sih, kayaknya tadi baru datang/mulai". Pada beberapa aktivitas yang dilakukan, ada waktu yang rasanya berjalan cepat sekali tanpa terasa. Hingga tau-tau sudah sore atau bahkan sudah malam. Hingga tau-tau sudah sampai pada batas deadline.

Sama halnya dengan selentingan kalimat "Cepet banget ya udah sekian tahun kita lulus sekolah" saat reuni atau bertemu teman lama. Atau ketika mengunjungi sekolah kembali atau membaca berita dari sekolah yang baru saja menerima/meluluskan siswa angkatan sekian, yang rasanya jauh sekali dari angkatan semasa sekolah kita dulu.

Juga saat kita mengingat-ingat dulu sekolah tahun sekian. Terus tersadar, lho, itu ternyata sudah tujuh, sepuluh, dua belas, atau lima belas tahun yang lalu. Sekarang teman-teman sepantaran sudah banyak yang bekerja, menikah, kuliah lanjut, punya anak -bahkan sudah dua- dan lain sebagainya. Begitu cepatnya waktu berlalu.

Atas semua hal, setelah saya pikir-pikir, yang paling merasakan perubahan waktu ini tentulah orang tua kita. Orang terdekat yang tahu kita bukan hanya sejak kecil, tapi sejak dalam kandungan. Yang masih ingat kejadian-kejadian semasa kita kecil sampai saat ini. Saat lahir, ketika mungkin sakit yang membuat panik, ketika mulai berjalan, ketika barangkali jatuh dan luka, dan ketika-ketika lain yang terus orang tua rasakan sampai pada titik kita sekarang yang telah melalui berbagai hal-yang itupun sudah sering kita akui dengan frase 'cepat sekali' sebagaimana tadi dituliskan.

Ingatan itu semua jauh melampaui ingatan kita yang paling-paling ingat kejadian masa kecil pun tidak terlalu banyak. Yang mengingat masa sekolah menengah atas saja sudah merasa waktu begitu cepat. Bisa dibayangkan, bukan, bagaimana perasaan waktu berlalu cepat yang dirasakan orang tua kita?

Bagi orang tua kita, tentu saja, waktu sungguh cepat sekali berlalu. Pada waktu-waktu yang (akan) cepat berlalu itu, akan kita isi apa? Sebagai hal-hal yang kelak akan keduanya ingat di masa (barangkali) kita tidak lagi bisa selalu ada di sisinya.


ditulis di rumah, diselesaikan di Badr
Cibinong-Depok
tadi pagi hujan
-yang entah dari kapan rintik pertamanya turun itu-
nya awet sekali


Sabtu, 25 November 2017

Bekal

Belakangan, karena pintu belakang yang biasanya dijadikan pintu masuk utama di Badr ditutup untuk perluasan ruang, pintu depan dijadikan pintu utama akses keluar masuk. Dan karena meja tempat tim di mana saya berada ada di ruang depan, saya jadi sering banget ngelihat datang dan perginya orang-orang. Dan belakangan, yang menyita perhatian saya (secara tidak sengaja) adalah bekal.

Sebagai generasi anak sekolah asrama dan anak kuliah yang tidak mukim di rumah 10,5 tahunan, terakhir bawa bekal itu waktu SD. Dan itu pun nyaris nggak pernah nasi kayaknya karena saya dulu sih sok idealis pinginnya makan nasi itu anget. Jadi daripada nasi dingin mendingan bekal roti saja. Jadilah perbekalan jaman SD itu nyaris nggak pernah nasi.

Kemudian suatu ketika beberapa saat setelah wisuda saya ada agenda di Jakarta, Ibu saya bawain bekal. Rasanya aneh banget bawa bekal, wkwkwk. Selama SMP-SMA makan siang selalu ambil dari ruang makan. Selama kuliah juga nggak bekelan.

Waktu yang tadi ke Jakarta itu, awalnya rasanya aneh. Kayak, apa ni aku bawa kotak makan isi bekal. Biasanya kalau lagi libur kuliah dan adik-adik masuk sekolah, ngeliat sih mereka dibawain bekal sama Ummi. Apalagi Fafa (yang karena pingin ngerasain sekolah naik angkot) sekolahnya jauh jadi ga sempet sarapan dan sarapannya pun di sekolah. Bekalnya combo buat sarapan sekaligus makan siang.

Tapi sejak di Badr dan mukim di rumah, jadi tahu rasanya bawa bekal, hampir setiap hari. Tau Ummi nanyain pagi-pagi mau bekal apa. Tau gimana Ummi nyiapin bekal adik-adik. Tau rasanya nyiapin bekal sendiri atau disiapin. Tau rasanya bingung nakar nasi karenaa lebbar piring dan kotak bekal itu dimensinya beda wkwk. Tau rasanya bingung bekal apa ya hari ini. Tau perasaan gemesnya ketika udah nyuci cucian piring kotor rumah tapi kotak bekal sendiri lupa dicuci karena lupa ngeluarinnya.

Dan ketika posisi pintu masuk Badr jadi di depan kalau pas kebetulan datang pagi dan melihat orang-orang berseliweran masuk dan membawa tas tambahan yang isinya bekal. Ada yang di tas khusus bekal, di tas tenteng, atau yang di kantong keresek. Sampai suatu hari saya mengamati orang-orang masuk merasa terharu aja gitu. Bekal yang dibawa dari rumah seperti menyampaikan pesan kasih sayang dari rumah. Pesan yang menjaga yang membawanya, dalam bentuk makanan. Sesuatu yang diharapkan bisa menghilangkan rasa lapar yang membawanya. Sesuatu yang disiapkan ibu atau istri (atau diri masing-masing) dengan perasaan kasih sayang yang tertitip di dalam makanan itu. Rasa haru ini suka muncul saat liat orang bawa, sampai saya sesekali ngerasa terharu lagi waktu lihat orang makan pakai kotak bekalnya :')

Ehe, gatau kenapa, suka merhatiin hal kecil kayak gini. Mungkin ini salah satu ciri introvert person.

Minggu, 19 November 2017

Anak-anak Temajuk

foto dari +Nadiyatus Shofi
Via minta dikirimin suatu foto spesifik waktu di Temajuk. Lalu saya mencari-cari. Dan..ketika mencari nemu foto ini. Saya hitung anaknya, ada 6. Enam anak dalam satu motor. Yang nyetir namanya kalau gak salah Bela, kelas 5 SD kala itu.

Di Temajuk, anak SD naik motor itu biasa. Desa Temajuk sangaaat luas sementara SDnya hanya ada 2. Tidak ada angkutan umum di desa ini. Kalau tidak sekolah dengan diantar, beberapa anak perlu jalan jauh untuk sampai ke sekolah. Sehingga beberapa diantaranya, dengan berbagai tuntutan jadi bisa mengendarai motor. 

Psst, sini kuberi tahu rahasia lain lagi. Di Temajuk sangat biasa orang meninggalkan motor dengan kunci masih menggantung di motornya. Kalau kami para anak KKN naik motor dan reflek mengambil kunci setelah memarkir motor, anak-anak Temajuk akan melihat kami dengan heran.

Kangen sekali dengan Temajuk :')

Cibinong, 
kata gugel map 1100++ KM dari Temajuk
19/11/17

Sabtu, 18 November 2017

(Terbiasa) Berisik

Saya menulis ini saat sedang menunggu servis motor.  Tiba-tiba saja, ada suara cek sound. Awalnya saya kira hendak ada pengumuman atau tim sales hendak koar-koar promo produk atau kredit murah. Tebakan saya salah. Ternyata mereka memutar musik kencang sekali. Hiks, ketenangan sebelumnya yang saya manfaatkan untuk membaca buku menjadi terusik. Lalu saya ingat, kejadian sama sempat terjadi ketika saya menunggu servis motor (juga) sebelumnya. Kali itu pun saya hendak menuliskannya di blog namun ternyata teralih banyak hal dan terlupakan.

Hal-hal demikian seringkali mengingatkan saya saat menempuh perjalanan Sendai-Tokyo bersama Alim usai ikut TSSP. Tsani, adik kelas saya memesankan kami bus untuk menuju Tokyo. Karena dipesan jauh-jauh hari, kami mendapati nomor kursi 1A dan 1B kalau tidak salah. Intinya 2 kursi itu ada di paling depan sekaligus posisinya ada di belakang supir.

Tentu saja ada-dan mungkin banyak- hal-hal yang ingin kami perbincangkan selama di perjalanan. Tapi suasana di bus sangat sepi dan kami berusaha bercerita dengan suara sepelan yang kami bisa.

Sampai pada suatu pemberhentian lampu merah, supir bus berdiri dan menoleh pada kami (lokasi duduk sopir bus lebih rendah daripada penumpang). Ia tentu saja bisa menebak bahwa kami bukan penduduk Jepang. Lalu dengan bahasa isyarat, ia meminta maaf dan meminta kami agar tidak berisik sehingga tidak mengganggu penumpang lain. Kami yang saat itu diperingatkan, dengan malu sekaligus kaget seketika mengatakan, "Summimasen, summinasen". Lalu bus kembali berjalan ketika lampu sudah hijau.

Seelah itu, saya dan Alim memang tidak otomatis diam seribu bahasa selama perjalanan menuju Tokyo. Tapi tentu saja kami jadi lebih tahu diri. Kami dengan suara pelan yang kini tidak mengeluarkan suara atau dengan bahasa tulisan hp mengobrol. Kami sama-sama sangat mengagumi penghormatan orang Jepang terhadap privasi orang lain. Ketenangan barangkali sudah dimiliki sebagai hak asal yang dimiliki tiap orang, sehingga mengganggu ketenangan adalah hal yang perlu izin. Bukan sebaliknya. Pada umumnya kita sering merasa orang lain berisik sehingga kita perlu menegur jika merasa terganggu. Dan melihat apa yang orang Jepang lakukan (dan ketika menulis hal ini) saya jadi sadar bahwa itu terbalik. Yang berperan sebagai awalan harusnya adalah kondisi tenang itu sendiri, sehingga, untuk mengusiknya kita perlu meminta izin.

Oh ya, bus yang kami naiki ini bukan bus yang paling bagus tentu saja. Tapi sedikit cerita, bus yang nyaman sekali seperti willer, punya semacam tudung kepala seperti kereta bayi agar dalam perjalanan jauh penumpang sangat nyaman an terlibdungi privasinya. Di bus yang kami naiki (dan tentu saja lebih murah) ini, tambahan untuk perlindungan privasi pun ternyata tetap ada :"" yakni ada korden pada kursinya. Jadi dalam bus pun penumpang tetap punya ruang privasi :')

Saya dan Alim kala itu juga membicarakan tentang kondisi di negara asal. Ketika musiklah yang justru disetel oleh supir untuk membuatnya tidak mengantuk. Dan sejak kejadian ini, kalau saya naik bis dan supirnya menyetel lagu (dan biasanya dvd bajakannya yang disetel ada tampilan visualnya), ingatan saya akan reflek pada kejadian di bis saat itu :') Seperti saat saya naik bis dari Bandung dalam keadaan mual dan tidak enak badan, suasana perjalanan malah menyetel musik yang membuat istirahat (bagi saya sendiri sih) tidak nyaman.

Ini kalo dibahas panjang, bisa sampe tampilan tidak menyenangkan dari visual yang ditampilkan di bus-bus dan memberi masukan yang tidak baik, apalagi kalo buat anak-anak. Padahal kita semua menginginkan transportasi umum yang nyaman-juga baik untuk pertumbuhan anak, ya :')


tempat servis motor
11.45

Senin, 13 November 2017

Oleh-oleh FDII

Sudah lama sekali rasanya nggak model-model yang habis ikut sesuatu terus share ke blog, ehehe.
Tapi momen FDII 2017 kemarin rasanya spesial sekali :")

I gain many inspirations and bunch of feelings there. Sejak masuk di gedung perpusnas, melihat para panitia yang dresscodenya adalah celemek bertuliskan "Penjaga Mimpi", dan melihat banyaaak sekali anak-anak di sana. Beserta ayah bundanya :") Rasanya terharu sekali, nggak cuma karena liat anak-anak dan kebahagiaan mereka di sana, tapi juga melihat perjuangan orang tuanya mau berlelah-lelah ke tempat acara untuk nganter dan ndampingin anaknya.

Kelas pertama yang saya ikuti adalah kelas membaca nyaring. Istilah ini diadaptasi dari istilah read aloud yang diambil dari buku berjudul Read Aloud-nya Jim Trelease. Jadi Bu Rosie, yang suka banget sama buku ini dan menggagas buku ini untuk diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, bilang kalau mendongeng itu kan nggak pakai buku, nah read aloud ini pakai buku. Dan ya tentu saja membacanya tetap dengan intonasi yang sesuai dengan ekspresi dan tanda baca. Oh ya, Bu Rosie ini dari Komunitas Reading Bugs yang mengingatkan kerjaan saya untuk mencari bug di aplikasi wkwk dan beliau ini sudah punya cucu. Sungguh by the way aku terinspirasi untuk bagaimana tetap produktif di usia sudah punya cucu.

Buku yang Ibunya bawa menarik-menariiiiik :")) jadi nambah wawasan tentang buku anak dan kuingin mengoleksinya jadinya. Kabar baiknya beliau bilang suka ndapetin di toko buku bekas, tapi di Pasmod BSD *dulu pernah ke sana jaman masih jadi anak tangsel. Nama yang jual Pak Husni kalau nggak salah. Kabar buruknya, nggatau kapan bisa ke sana. Ibunya dapet 1 buku Franklin dengan arga 5000 cobaaa.

Oh ya dari Bu Rosie juga aku tau kalau buku anak itu sebaiknya ditulisnya bukan dengan huruf a ang kayak di font Times New Roman, tapi a yang bulet itu yang gendut dan garisnya di samping kanan.

Mengapa demikiaaaan...salah satu alasannya juga adalah karena membaca dari buku itu akan megenalkan anak pada huruf, meskipun mereka belum bisa membaca. Sebagaimana manusia lebih mudah menangkap sesuatu melalui gambar, begitu pula kata juga kumpulan dari gambar; gambar huruf.
"Anak itu maunya bukan dibacainnya, tapi mau waktu orang tua."
Satu hal yang aku suka juga dari konsep membaca nyaring ini adalah. Membaca nyaring ini cukup 15 menit setiap hari. Dan yang penting itu prosesnya. Jadi kalau misal satu buku dibacainnya tiap 4 halaman terus dilanjut besok ya gakpapa. Anak akan penasaran dan itu memang prosesnya. Juga dengan ngobrol banyak tentang isi buku, detil gambar buku, apapun. Itu prosesnya. Anyway ada lo picture book ang isinya pure emang gambar ajaa tanpa teks. Ehh tapi ya kalau mau baca sebuku juga nggak ada larangan.
"Di otak itu ada bagian limbik yang berhubungan dengan perasaan. Limbik ini punya pintu yang tertutup di usia seitar 6 tahun.  Kalau bagian itu tertutup dengan suara orang tua yang menyenangkan, kelak besar keika ia punya masalah, yang ia cari adalah suara orang tuanya. Dia tidak akan cari kemana-mana lagi." 
-Bu Rosie Setiawan
((quote yang gini-gini nih yang menstimulus pingin jadi fulltime mother kelaak :"))

Oh ya dari sesi kelas ini ada buu yang menarik perhatian: Emillia Belum Mau Tidur dan Coba Lagi Coba Lagi yang diilustrasi oleh Mbak Gina. Ilustrator ini aku sebut karena  ada hubungannyaa nanti di akhir :")

((sapai jumpa di tulisan kedua))

ini slesai sampai sini Senin lalu kayanya, 6/11. Entah kenapa kemarin ga langsung dipos

Senin, 06 November 2017

Tidak Akan Ke Mana-mana

"Di otak itu ada bagian limbik yang berhubungan dengan perasaan. Limbik ini punya pintu yang tertutup di usia sekitar 6 tahun.  Kalau bagian itu tertutup dengan suara orang tua yang menyenangkan, kelak besar ketika ia punya masalah, yang ia cari adalah suara orang tuanya. Dia tidak akan cari kemana-mana lagi." 
-Bu Rosie Setiawan
((quote yang gini-gini nih yang menstimulus pingin jadi fulltime mother kelaak :"))

Tantangan Media Sosial

Tantangan media sosial masa kini itu bukan hanya dikit-dikit upload atau waktu kepo yang kelamaan, tapi juga memperlihatkan di mana keberpihakan kita saat orang-orang bertentangan dengan prinsip-prinsip kita. Contoh mudahnya;

Ada teman posting foto dengan pacarnya; prinsip kita tidak sepakat dengan pacaran.
Tapi masih me-like, atau bahkan dikomen dengan komen yang mendukung kegiatan tersebut semacam "Suka deh liat kalian bareng" atau "Semoga langgeng ya" atau "Awet banget berdua".

Kalau mau doakan agar segera menikah, langsung saja to the point. Kalau nggak enak lewat komen, ucapkan dalam hati. Rasa sayang kita sama temen termasuk pada tidak mendukung kegiatan yang kita tahu itu tidak disukai Allah.

#ntms

Sabtu, 04 November 2017

Sabtu 4/11/2017

Sudah lama tidak meracau *introvertproblem

Belakangan banyak hal berloncatan di kepala, dan itu sesuai sama buku yang sedang kubaca soal introver. Bukunya Kak Urfa; Mendengar Nyanyian Sunyi. Walaupun tanpa buku itu pun, ya keniscayaan introver ini memang demikian adanya dan aku tidak bermksud mengotak-ngotakkan kepribadian yang merupakan pemberian Allah subhanahu wa ta'ala ini.

Entahlah dimulai dari kapan. Barangkali saat pekan lalu saya kebagian sesi asdul dan kemudian merecall kejadian-kejadian di masa lampau. Mengingatkanku tentang keinginan-keinginan soal menulis cerita anak yang tak pernah padam tapi minim pembuktian ini, hiks.

Loncat ke bagian cerita anak. Dari kecil, rasanya selalu suka cerita anak. Sampai sebesar ini. Entah mengapa. Lalu sempat tergabung sejenak di suau rumah dongeng di Jogja, yang sekarang terpisah jarak jauhnya. Ingin sekali ikutan kegiatan dongeng gitu. Tapi kalau nyari komunitas lumayan juga sih kalau harus ke Bogor Kota nun jauh di sana :' atau Depok. Dan sebagai anak rumah yang senin sampai jumat biasanya ngga ada di rumah. Berat rasanya kalau ikut komunitas-komunitas gitu dan jarang di rumah saat weekend. Karena sebagai anak pun tentu ada kewajiban dan hak-hak rumah yang perlu dipenuhi :)

Kemudian pekan kemarin, saat hendak mendaftar ke agenda festival dongeng, rasanya euh sedih banget. Antara sedih pingin aktif di acara-acara kayak gitu, sedih mau ke sana gaada temen (walaupun ku adalah tipikal introvert yang gas aja sendiri juga), sedih gatau siapa temen yang seneng dunia cerita anak di sini, sedih minim karya, dll dsb entah apa ada pengaruh masalah lain yang cukup membuat mood buruk menjelang weekend ini. Tapi gabisa cerita, cerita pun gatau ke siapa, tau ke siapa pun gatau gimana memulai; wkwkwk, di titik ini aku merasa: kenapa akhir pekan ini aku merasa begituuuuu introvert.

Hm, yausdahlah. Tapi hari ini, hari pertama FDII pun akhirnya berlalu juga dengaan ke sana sendiri:'). Dan Allah ngasih aku kejutan ga sengaja ketemu Erma, temen yang dikenalin Deta dulu buat lomba bareng (sampai berkas aja sih kita ga lolos tahap selanjutnya), dapat wawasan dari kelas-kelas, dengar lagu Ayo Dongeng Ayo Cerita (akhirnya!), dan ga sengaja ketemu Mas Hadi di sini sampe dibilang "Niat amat ke sini sendiri" setelah dikomentarin soal tulisan yang perlu...diperbaiki lagi :"). Hahaha.

Terima kasih, sampai jumpa esok hari :")






Kamis, 02 November 2017

Dongeng-Naura



temukan saja imajinasi
lihatlah jauh, dalam hatimu, cinta
dongeng terindah dunia

*bisanya inget lirik yang dinyanyiin naura, hari ini inget lirik yang dinyanyiin ibunya.
dulu pernah juga dipos di sini :')