Pages

Sabtu, 10 September 2022

Seminggu ini, 10 Sept 2022

Seminggu berlalu, kadang rasanya jadi cepat sekali. Sabtu lalu maraton di RS, antrinya super rame. Kaisa passien ke-34 dan perlu cek lab. Pulanglah kami sampai rumah jam 11.15 malam Alhamdulillah so far kondisi Kaisa sebenarnya baik-baik saja. Sedikit bapil dan nafasnya agak grok-grok serta BBnya stuck, entahlah apa benar ini permasalahan sejagat raya ibu-ibu anak usia dini: BB seret.

Aku juga berobat, Hilmy juga kepikiran berobat, dan akhirnya wkwk.

Hari itu melelahkan rasanya. Sampai RS sepi dan petugas lab nanya kenapa malam sekali ke dokternya. Lha kami dari setengah 5 di sana. Petugas lab sampai bilang, wah ini hampir satu shift. 

Sepekan berlalu. Aku mengerjakan draft yang masih sama. Hilmy yang kehabisan ide ajak main Kaisa akhirnya pergi dan rencana nginap ke nenek kakeknya Kaisa, tanpa aku. 

Tapi sore ini rasanya sepi dan mewek juga ditinggal. Padahal biasanya gak kayak gini. Seminggu lalu meluk Kaisa di penghujung malam di rumah sakit karena dia kecapekan (tentu saja), dan Hilmy harus menghadapi antrian kasir yang melelahkan. Alhamdulillah semua dimudahkan. 

Ditambah badan yang agak gak enak, mau tidur gak bisa, cuaca dingin, dengar lagu tutur batin dan lihat ucapan-ucapan seputar meninggalnya Reza Gunawan. Rasanya keluarga jadi apa ya, berasa banget the important thing in our life, yang ssejujurnya akhir-akhir ini aku rindu ssekali menikmati waktu bersama banyak orang. Karena begitu aku ada waktu kadang jadi fokus sama seluruh hal yang harusnya kukerjakan sebagai kewajibanku dengan instansi, yang sulit kukerjakan kalau aku pegang Kaisa. 

Kemarin kajian offline tentang pendidikan bareng Growtheseed. Dapet inssight menarik yang bikin mikir dan mewek seputar bagaimana para ilmuwan dan ulama terdahulu justru menemukan ilmu-ilmu lain karena kebutuhannya mempelajari dan memahami Al-Qur'an. Bahkan ilmu bahasa kayak nahwu, sharaf, balaghoh, dsb itu lahir karena keperluan mempelajari tafsir Al-Qur'an. Muqaddimah kitabnya Aljabar bercerita kalau ilmu ini lahir dari kebutuhan mempelajari waris, yang akan sulit kalau disimbolkan dengan angka romawi. Juga ilmu falak, bagaimana para ulama yang berdakwah sampai jauh harus tahu waktu shalat, dan ke mana arah kiblat. Halo, saya ada di mana?

Masya Allah ya, zaman dulu itu semangatnya karena masalah fardhhu ain, karena kebutuhan memahami Al-Qur'an, jadi munculnya bidang baru yang fardu kifayah. Yang kalau ga ada yang memahami ya jadi dosa juga buat orang muslim. 

"Di akhir kita harus tentukan, mana yang fardhu ain untuk anak kita, dan mana yang fardhu kifayah buat anak kita. Kalau anak kita belajar fardhu kifayah, jangan sampai melebihi fardhu ain dan atau tidak memberi nilai tambah buat fardhu ainnya. Contoh, apakah kalau belajar data sains, seseorang akan makin wara'; makin beirman atau tidak, makin takwa atau tidak, shalatnyaa bagaimana, lebih baik atau tidak?"

"Kita itu sering ga adil sama agama, kalau ilmu duniawi, kita rancang dari dasar sampai kuliah. Tapi kalau ilmu agama, ya kita ke taklim, denger yutub, podcast, dsb. Kita bingung menyusunnya kayak apa, 10 tahun berlalu mungkin kitab bisa mengukur ilmu apa yang nambah, tapi coba kita refleksi soal diniyah kita dari segi ilmu atau amal apakah bertambah?"

"Produktif itu harus dikaitkan dengan amal shalih, segala sesuatu yang tidak menemani kamu sampai akhirat, itu duniawi" -Al Ghazali

Lalu kemarin sore pulang naik motor, kena hujan. Kayaknya udah lamaaa banget ga pulang abis maghrib dan kena hujan kayak gitu. Sampe mikir apa terakhir kuliah ya? Terus kepikir lagi ah mungkin sebelum nikah ya, wkwkwk.

Sesorean inget Kaisa, inget Hilmy. Walau kadang rempong tapi kangen juga celoteh Kaisa, wkwk. Sehat-sehat kalian semua, ya. Sayang selalu <3.