Pages

Selasa, 18 Maret 2014

Kebaikan Diam-Diam

"Lakukanlah suatu kebaikan diam-diam yang membuatmu merasa PD ketika berdoa pada Allah." 
Bu Dini, Guru Aqidah IC | 22 Juli 2011 
 Itu pesan Bu Dini kala mengajar Aqidah dulu. Masih awal semester kelas XII : Juli 2011. Entah saya lupa karena apa Bu Dini tiba-tiba ngomong begitu. Tapi yang pasti Bu Dini -dengan nada bicara khasnya yang penuh semangat- benar-benar menyuruh kami memiliki suatu 'kebaikan diam-diam'. Sayangnya saya lupa kisah apa yang beliau ceritakan sebelum memberikan kalimat itu sebagai closing statementnya.

Kita tidak pernah tahu ridha Allah datang dari mana. Baiklah jangan jauh-jauh ridha Allah yang dapat menyelamatkan dan mengantarkan sampai ke surga. Bahkan kita tidak pernah tahu doa kita dikabulkan Allah lewat pintu mana. Belum tentu lewat doa kita, pun seberapa sering kita memanjatkannya. Mungkin ada orang lain yang kerap mendoakan kita. Atau tumbuhan yang bertasbih padaNya? Atau mungkin hewan yang tertolong oleh kita? Atau mungkin malaikat yang senantiasa memujiNya. Entah dari pintu mana, kita tidak pernah tahu.

Kebaikan diam-diam tentulah berteman baik dengan perasaan ikhlas. Perasaan tidak ingin siapapun tahu yang dibarengi dengan konsisten. Bisa berupa rutinitas sedekah, shalat malam, puasa daud, dzikir dalam banyak keadaan yang tidak banayak orang melakukannya, dan entah apa lagi tabiat baik lainnya. Tapi kebaikan diam-diam tidak melulu yang selalu terihat amat dekat dengan sesuatu yang umum dinilai sebagai ibadah. Ia bisa berupa menyiram bunga setiap hari: menjaga kelangsungan hidup makhluk hidup lain. Bisa berupa menyapu jalan depan rumah, membagi makanan pada teman, meringankan beban orang lain. Apa saja. Kita sungguh tidak pernah tahu Allah mengabulkan doa kita lewat pintu mana.

Saya jadi ingat, Kamis lalu ketika shalat Maghrib di Mushala Milan, ada dua orang yang sudah selesai shalat di sana. Satunya membuka buku, catatan kuliah sepertinya. Satunya lagi, sedang melipat mukena untuk digantung di deretan mukena mushala.

Selepas kami shalat, saya baru menyadari bahwa orang tadi masih melipat mukena. Ternyata ia tidak hanya melipat mukena yang tadi ia pakai untuk shalat. Tapi ia melipat semua mukena yang ada di mushala. Saya kagum atas kepeduliannya. Sekali lagi : peduli. Bahkan kalau boleh saya deskripsikan orangnya, tanpa mengurangi rasa hormat, orang tadi belum menutupi auratnya dengan berhijab. Kenapa gini aja diungkit, Fit? Sederhana, soalnya orang berhijab rapi biasa dihubung-hubungkan dengan lembaga dakwah kampus atau orang-orang yang sering berurusan sama mushala. Wajar kalau demikian. Secara umum orang juga akan mikir hal yang sama.

Tapi tidak pernah ada batasan untuk peduli, bukan? Orang tadi sambil melipat satu-satu mukena mushala ngobrol asik juga sama temennya-bahkan temennya gak bantuin dan masih sibuk sama bukunya itu. Bahkan dia nggak mengeluhkan keadaan mukena mushala yang nggak rapi atau mungkin dia anggap kurang terawat sehingga harus repot-repot dilipetin satu-satu. Saya sebenernya jadi ngerasa ditegur juga. Mukena mushala kadang digantungin gitu aja, tanpa dilipat lebih rapi atau gimanalah. Orang suka semena-mena gitu narohnya. Apalagi kalau lagi buru-buru. Saya lebih sering bawa mukena dan pakai mukena sendiri sebenarnya. Tapi persoalan merapikan mukena mushala, sekalipun harusnya kesadaran yang make, tapi masalah kepedulian adalah permasalahan bersama.

Itu tadi salah satu contoh sederhana. Mungkin orang tadi tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang luar biasa. Tapi siapa yang tahu perilaku mana dari diri kita yang berhasil mengetuk langit agar Allah melimpahkan kebaikan pada diri kita? Entahlah, tidak pernah ada yang tahu.

Oleh karena itu,,,
"Itulah mengapa tidak semua orang mengerti apa sebab-akibat kehidupannya. Dengan tidak tahu, maka mereka yang menyadari kalau tidak ada yang sia-sia dalam kehidupan akan selalu berbuat baik. Setiap keputusan yang akan mereka ambil, setiap kenyataan yang harus mereka hadapi, kejadian-kejadian menyakitkan, kejadian-kejadian menyenangkan, itu semua akan mereka sadari sebagai bagian dari siklus bola raksasa yang indah, yang akan menjadi sebab-akibat bagi orang lain. Dia akan selalu berharap perbuatannya berakibat baik ke orang lain."
- Rembulan Tenggelam Di Wajahmu, Tere Liye.*
Kita mungkin memang tidak tahu banyak hal. Jawaban atas doa, masa depan, dan masih banyak lagi. Meski demikian, teruslah berbuat baik. Yakini saja, Allah pasti tahu.

*novel favorit :) dan quotes kenangan :P
18 Maret 2014
23.47
yang masih harus belajar banyak untuk memperbaiki diri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar