Pages

Rabu, 09 April 2014

[Resensi#10] Sang Pelukis Senyum : Hai Anak-anak Di Manapun Berada, Tersenyumlah :) !

Judul Buku  : Sang Pelukis Senyum
Penulis : Yuli Anita Bezari
ISBN : 979-752-263-6
Penerbit  : DAR! Mizan
Ketebalan : 156 halaman
Ukuran : 17 cm

Lembayung Senjakala adalah seorang anak yang sangat pandai menggambar. Jemarinya lincah menari di atas kertas. Tujuh menit berjalan, ia dapat menyelesaikan gambar Pak Tani yang memanggul batang singkong beserta anaknya atau gambar dua orang petani di sawah. Bagi Ayung, buku gambar dan pensil adalah benda penting yang selalu ia bawa kemana-mana.

Suatu hari, ayah Ayung yang selama dua tahun terakhir bertugas di luar negeri telah kembali. Ia mengajak Ayung yang selama ini tinggal bersama bibinya di desa untuk tinggal di kota. Berat bagi Ayung meninggalkan banyak hal sederhana yang kerap membuatnya bahagia di desa. Namun apa daya, ia tidak mau membuat ayahnya bersedih karena keinginannya tinggal di desa.

Kepindahannya ke kota membuatnya melihat banyak hal yang tidak ia lihat di desa. Kesederhanaan kokok ayam, misalnya. Ayung juga rindu melihat senyuman, yang selama di desa seringkali dilihatnya. Senyuman manis dan tulus bagi Ayung merupakan hal yang amat bermakna. Tapi, kenapa di kota beberapa orang seperti anak jalanan dan penjaga sekolah baru Ayung sulit sekali tersenyum?

Di sekolah baru ketika ia memperkenalkan diri, Bu Kurnia dengan mudah menebak hobinya lewat buku gambar yang ia dekap erat saat itu. Kali itu jugalah Ayung merasakan tatapan sinis dari Silver, seorang teman baru di kelas Ayung. Ternyata, Silver dan teman akrabnya, Brons, merupakan sepasang sahabat yang sering mewakili kelas untuk mengikuti lomba melukis. Ayung jadi segan menunjukkan kemampuan melukisnya pada teman-teman yang meminta diukis Ayung.

Tak disangka, keputusan Bu Kurnia meminta Ayung mewakili kelas dalam perlombaan lukis membuatnya diberi tantangan oleh Silver dan Brons. Walaupun Silver juga mewakili kelas, tapi posisi Brons yang kali ini tidak dipilih Bu Kurnia membuat mereka ingin menantang Ayung. Ayung ditantang untuk menggambar wajah-wajah tanpa senyum. Bagi Ayung, ini adalah hal tersulit yang pernah ia hadapi. Ia tidak bisa menggambar wajah tanpa senyum. Bukan hanya karena ia kesulitan menggambar mata yang suram, kening berkerut, atau bibir yang cemberut, lebih dari itu melihat ekspresi sedih tanpa senyum, Ayung bisa ikut bersedih hingga merasa kehilangan semangat untuk melukis. Ya, Ayung adalah seorang pelukis senyum.

Lewat buku ini, secara tidak langsung Ayung dapat mengajarkan pembaca mengenai keindahan senyum tulus yang mesti dimiliki oleh setiap orang. Kepolosan anak kecil, kejernihan hati mereka, dan ketulusan harapan mereka patut untuk dicontoh oleh siapa saja. Ketika Ayung tidak bisa menggambar wajah tanpa senyum, yang dilakukannya bukanlah berlatih sedemikian keras untuk dapat menggambarnya., melainkan ia berusaha keras membuat wajah-wajah tanpa senyum itu agar dapat menyunggingkan senyum tulus terbaiknya yang pernah mereka punya. Sesulit apapun caranya.

Dari cover buku, pembaca dapat mengetahui bahwa buku ini ditujukan untuk anak-anak usia 7-12 tahun. Keteladanan yang diberikan oleh tokoh serta kebiasaan-kebiasaan baik yang diselipkan lewat cerita didalamnya–seperti tidak ghibah, tidak membuang sampah sembarangan, makan setelah lapar, kesetiakawanan, saling membantu, dan lain sebagainya—adalah salah satu cara menanamkan nilai-nilai kebaikan pada anak-anak sejak dini. Namun tidak ada salahnya jika buku ini juga dibaca oleh usia di atas 12 tahun karena keteladanan yang diberikan, bisa jadi mengingatkan kita kembali atas perilaku yang mungkin masih kurang baik untuk dilakukan.

Saya pribadi suka sekali tulisan persembahan buku yang diberikan oleh penulis pada halaman 5, manis sekali, begini tulisannya :

 “Cerita ini kutulis untuk anak-anak Indonesia.
Yang menghiasi hati dan bibirnya dengan senyuman, maupun yang masih termasuk dalam kelompok berikut ini :
-          Suka cemberut kalau menapat tugas dari guru atau orang tua
-          Suka marah atau sedih berlama-lama bila harapan tak sesuai dengan kenyataan.
Ayo, tersenyumlah!Dengan tersenyum, hidup terasa lebih menyenangkan.
Ayo, tersenyumlah!Dengan tersenyum, tiga kebaikan akan datang kepada kita :
-          Semakin dicintai Allah karena senyum itu sedekah,
-          Semakin banyak teman, dan
-          Sehat.
Selamat membaca! Renungkanlah maknanya.”

ditulis dengan senyuman
:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar