Pages

Jumat, 15 Agustus 2014

Deep Introduction

Edisi Deep Intro hari ini membuka pikiran, bahwa semua orang berproses dengan caranya masing-masing. Potensi masing-masing yangberbeda-beda harus dikembangkan dan disinergikan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik, jauh lebih baik. Bukan malah membuat orang lain menjadi merasa rendah diri. Sebenarnya deep intro sedari kemarin membuka pikiran. Tapi entah mengapa, satu setengah jam yang kami lalui barusan, bagi saya rasanya berbeda.

Baiklah, ini hanya semacam kontemplasi diri sih sebenarnya.

Saya pernah melakukan deep intro sebelumya. Deep intro yang membahas habis hampir dua puluhan orang dalam waktu sepagi semalam. Dan menurut saya setelah melalui deep intro edisi ini, deep intro yang dulu itu melelahkan. Karena tak habis-habis orang dibahas. Dari antusias hingga bosan, keduanya terasa. Tapi tak apa, kita harus menyesuaikan diri dengan waktu, bukan?

Di asrama ini, deep intro merupakan agenda wajib yang masih belum berkesudahan sedari hari kedua kami di asrama, kalau tidak salah. Masing-masing dari kami wajib mengenalkan diri, mulai dari identitas, latar belakang keluarga, riwayat pendidikan, kita ini orangnya kayak apa, suka dan nggak suka apa, suka dan nggak suka digimanain (diperlakukan) oleh orang lain, harapan selama di bangunan asrama ini, serta harapan bertahun-tahun ke depan. Dan deep intro ini nggak cuma cerita aja di depan, tapi kita mesti bikin slide, Bro. Somehow, ini campuran antara males bikin tapi kalo kita nggak bikin malu sama temen lain yang slidenya pada bagus-bagus. Baiklah.

Tidak semua orang dapat bercerita dengan mudah, tentu saja. Dan mungkin, saya termasuk di dalamnya. Dari jaman deep intro di kaliurang beberapa bulan lalu sampai yang beberapa hari lalu, saya masih tidak selancar beberapa teman saya. Saya berpiir bahwa saya belum dapat mengenal diri saya dengan baik. Dan sebenarnya ini buruk, karena dengan demikian saya belum dapat benar-benar menspesifikkan apa yang disebut sebagai potensi, untuk kedepannya lebih digali dan dikembangkan, serta apa yang benar-benar kelemahan, untuk terus diperbaiki. Dan lagi, siapapun yang ingin berbuat ke luar, katanya harus selesai dulu dengan sektor privatnya, urusan pribadinya.

Ada yang dapat dengan mudah menceritakan latar belakang keluarga. Ada juga yang dapat dengan mudah menceritakan kesendiriannya selama bertahun-tahun hingga hanya bisa memercayai bahwa teman berarti masalah. Ada yang bercerita perjuangannya yang berat pada masalah ekonomi keluarga, hingga masalah nyaris tidak jadi masuk kuliah karena sulit sekali menyerahkan tiga lembar kertas merah Soekarno Hatta untuk urusan pembayaran jaket almamater dan pernik lain di awal masuk kuliah. Ada yang menceritakan dirinya yang harus membawa misi setiap pulang ke rumah, agar keluarganya lebih baik dan kondusif semisal shalat awal waktu dan menjauhi musuh 9 senti alias rokok. Dan dari mereka saya belajar.

Saya mengagumi teman-teman yang mampu menceritakan lebih dari diri mereka. Maksud saya, selain dapat menceritakan diri mereka begitu spesifik, mereka dapat menceritakan hal yang khas mereka sekali seperti halnya pemikiran. Banyak orang bisa cerita kalau mereka orang yang perasa, misalnya. Atau mereka tipikal orang yang on time, atau deadliner. Namun teman-teman yang saya ceritakan ini mampu menceritakan pemikiran mereka. Yang membuat mereka menjadi spesial dan berbeda dari yang lainnya.

Mereka mampu menceritakan kegelisahan terhadap daerah asal mereka, misalnya. Seorang teman asal Kuningan bercerita tentang potensi dari kaum produktif Kuningan yang pekerja keras namun kebanyakan dari mereka hanya meraih puing-puing uang dari kedai burjo yang banyak tersebar di Jogjakarta. Dan mimpinya adalah membangun Kuningan Foundation yang mampu menggerakkan potensi kaum produktif di sana. Teman lain secara tersirat bercerita tentang kegelisahannya atas ketertindasan kaum buruh dan keinginannya turut serta dalam upaya-upaya pencerdasan masyarakat serta upaya perdamaian dunia. Ada lagi yang bercerita tentang keinginannya bahwa sosialisasi kuliah bukan lagi mementingkan jaket almamater. Promosi tentang ayo masuk UGM, atau ayo masuk ITB, atau ayo masuk UI. "Tinggalkan jaket-jaket almamater kita, sosialisasikan seberapa penting kuliah itu, bukan gengsi yang didapat pada universitas tertentu." Sederhana memang, tapi bermakna.

Beberapa presentasi harus saya akui memukau diri saya. Meski kadang bikin kesel (kesel bercanda gitulah), ada juga yang bikin kita mikir dan berujung pada syukur yang harusnya tidak boleh menemui ujungnya pada Ilahi Rabbi. Bahwa skenario hidup yang udah Allah kasih patutnya kita syukuri. Karena masih ada orang yang lebih tidak beruntung daripada kita. Sekecil apapun itu, nikmat Allah tidak melulu soal materi. Kebahagiaan, keluarga, kesempatan. Dan apa yang sudah Allah beri, patutnya kita jaga.

Mendengar deep intro dari banyak orang satu dua membuka pemikiran saya. Ada orang yang tidak masalah menunggu karena katanya, ia bisa melakukan me time yang belum tentu bisa ia lakukan lain waktu. Lainnya beralasan tidak apa-apa menunggu karena ia tetap bisa mengisinya dengan hal bermanfaat seperti tilawah dan baca buku. Di sini, saya belajar tentang positif thinking. Saat orang lain kebanyakan tidak suka menunggu, ada kepala lain yang berpikir bahwa menunggu itu tidak membosankan dan bisa bermanfaat.

Saya juga terinspirasi dari seseorang yang tidak suka menjudgement orang lain. Tipikal orang yang mau belajar banyak hal dan rajn sekali membaca buku-buku pemikiran serta filsafat. Pembelajar banyak hal yang disukai sekitarnya, tipikal apapun, golongan kiri maupun kanan-begitu orang menyebutnya. Suka sekali berdiskusi dan terbuka pemikirannya. Bisa jadi akhwat sholihah tapi bisa juga bergaul dengan mudah. Supel, terbuka, apa adanya. Pengalamannya sungguh tak terkira lah dibaik kerudung panjangnya :")

Apapun itu, orang-orang yang ada di sekitar kita dipertemukan oleh Allah bukan tanpa alasan. Harus banyak diambil pelajaran dari segala cerita dan interaksi yang dibangun. Banyak sekali kesempatan untuk belajar namun rasanya saya masih sedikit sekali untuk membuka mata, hati, dan pikiran untuk peka. Harus bebenah diri lagi :"

Setiap orang harus berproses, menuju kebaikan tentunya. Allah sudah memberi kita begitu banyak potensi. Nggak boleh banget disia-siain. Ah, semoga saya bisa memaksimalkan potensi yang udah Allah beri. Kalian juga tentunya :)
Aamiin

Jumat pagi, setelah deep intro nomer #24


2 komentar:

  1. kontenplasi teh naon fit?

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah typo itu zah, mestinya kontemplasi. artinya kalo di kbbi mah :

      kon·tem·pla·si /kontémplasi/ n renungan dsb dng kebulatan pikiran atau perhatian penuh;

      ber·kon·tem·pla·si v merenung dan berpikir dng sepenuh perhatian

      aku ngartiinnnya jadi semacam memikirkan, ngerenungin gitu aja sih :)

      Hapus