Pages

Selasa, 01 Mei 2018

[Repost] Tentang Kekhawatiran Perempuan (Setelah Menikah)

Saya ingin merpos suatu tulisan masgun yang rupanya, ah, sudah lebih dari satu tahun tulisan ini ada di tumblrnya. Tulisan yang lau beliau reblog pada Oktober 2017 di sini. Dan berarti sudah selama itu pula saya belum jadi-jadi repost di blog ini.

Tidak ingin menimpali banyak. Tulisan ini tentang kekhawatiran perempuan. dan endingnya, mengatasai kekhawatiran adalah soal kerja sama antara laki-laki dan perempuan yang menjadi pasangan :’) tentu saja dengan bantuan dan kasih sayang Allah yang tiada putus selama keduanya terus mengejar ridhaNya :”).
"...Ada begitu banyak kekhawatiran yang semakin hari semakin bertambah. Dan perempuan yang perasa, membuat kekhawatiran itu kadang tumbuh tak terkendali. Dan tugas laki-laki yang menjadi seorang suaminya nanti sebenarnya sederhana yaitu; jangan menambah kekhawatirannya. Jadilah laki-laki yang baik..."

Hasbunallah wa ni'mal wakil ni'mal maula wa ni'man nashir. La haula wa la quwwata illa billah.


Barangkali dulu, ketika masih gadis. Di usianya yang telah memasuki kepala dua dan usia pernikahan, salah satu kekhawatirannya adalah tentang pasangan hidup. Entah bentuk khawatir seperti; apakah ada laki-laki yang mau menikahinya? atau apakah ia cukup siap untuk menjadi seorang istri? dan lain sebagainya. Dan kekhawatiran itu pun tumbuh subur seiring usianya yang merangkak naik, seiring banyaknya laki-laki yang datang silih berganti tapi tak satupun menarik hatinya.
Di bayangnya, kehidupan pasca menikah, apalagi menikah dengan laki-laki yang dicintainya adalah kehidupan yang segalanya indah. Padahal tidak demikian. Kata siapa bahwa selepas menikah, kekhawatiran perempuan akan sirna begitu saja? Justru sebaliknya, kekhawatiranya bertambah, semakin banyak. Dan ini menjadi sesuatu yang mungkin tidak akan pernah terbayangkan sebelumnya.
Khawatir ketika sudah menikah tapi belum juga hamil. Apalagi ketika melihat teman-temannya yang lain memperbarui halaman sosial medianya dengan berita kehamilan atau kelahiran. Lebih khawatir ketika ditanya oleh keluarga. Dan ini menjadi pembelajaran berharga bagi siapapun, bahwa barangkali ungkapan kebahagiaan kita di sosial media bisa menjadi sebab ketidakbersyukuran seseorang yang melihatnya. Juga ini akan menjadi pelajaran berharga bagi semua perempuan yang menikah nantinya dan belum segera dikaruniai anak, ia akan menjadi lebih memahami dan lebih empati kepada perempuan yang lainnya.
Kekhawatiran ketika suami atau anaknya sakit. Apalagi ketika melihat mereka tidak bisa tidur tenang, tidak bisa makan masakan yang dibuatnya dengan susah payah. 
Kekhawatiran ketika belum bisa memasak. Meski kita tahu bahwa memasak bukanlah sebuah hal paling penting dari kesiapan menikah seorang perempuan. Tapi bagi perempuan itu sendiri, memasak untuk keluarga, apalagi melihat keluarganya memakan apa yang ia buat dengan susah payah adalah kebahagiaan yang entah bagaimana menjelaskannya. Khawatir ketika suami tidak mau memakan masakannya, khawatir kalau masakannya tidak enak. Meski, sang suami berusaha untuk menganggapnya bukan sesuatu yang penting. Tapi tetap saja itu penting bagi istrinya.
Kekhawatiran tentang bagaimana ia bisa berbaur dan bergaul dengan keluarga suami. Entah tentang bagaimana ia bisa membuka pembicaraan dan mertua. Bagaimana ia bisa menjadi menyenangkan untuk saudara-saudara suami. Dan memang selama ini tidak ada panduan tentang bagaimana membangun hubungan antara istri dan mertuanya. Dan itu selalu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi perempuan yang akan dan baru menikah.
Ada begitu banyak kekhawatiran yang semakin hari semakin bertambah. Dan perempuan yang perasa, membuat kekhawatiran itu kadang tumbuh tak terkendali. Dan tugas laki-laki yang menjadi seorang suaminya nanti sebenarnya sederhana yaitu; jangan menambah kekhawatirannya. Jadilah laki-laki yang baik.
©kurniawangunadi | 10 Februari 2017
Sudah Oktober, kekhawatiran perempuan itu tumbuh semakin subur dikalangan perempuan. Seperti melihat bagaimana perempuan itu saling membandingkan satu sama lain, dalam berkeluarga, dalam kehamilan, dalam proses kelahiran, dalam mengasuh anak, dsb. 
Saat sudah menikah, pahamilah segala sesuatunya dengan ilmu. Jangan mudah khawatir dengan “kata orang”. Perempuan harus bisa belajar abai terhadap kata dari orang lain, sebab setiap perempuan, setiap proses menuju pernikahan, setiap memulai berkeluarga, setiap kehamilan, setiap kelahiran, setiap mendidik anak, masing-masing diberikan anugerahnya. Di berikan tantangannya sendiri-sendiri :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar