Pages

Senin, 20 Mei 2019

Menerima Diri Sendiri (2)

Menerima diri sendiri sekecil
-menerima kalau diri ini capek, sehingga belum bisa seproduktif yang lain.
-menerima kalau aktivitas suatu hari melebihi hari yang lain, sehingga target tilawahnya jauh dari yang diinginkan (at that time aku kebayang, oh ini ya rasanya buibu yang target ngajinya gabisa kayak waktu single karena pasti adaaaa aja hal-hal yang meminta perhatian lebih dari anak, bahkan anak sebesar Fatih pun, sebagaiman aaku melihat Ummi sejak beberapa tahhun silam saat aku masih kuliah)
-menerima kalau diri ini bisa jauh lebih lelah dari baisanya, sehingga sisa harinya kepake buat tidur terus, tapi belajar biar nggak kebablasan
-menerima kalau agenda dakwah semestinya menjadi prioritas, dan belajar gimana ngaturnya biar bisa jadi prioritas-setidaknya sama pentingnya sama rutinitas sehari-hari
-menerima kalau diri ini memang tidak sempurna, dan sebagaimana demikian, karena berarti masih ada ruang untuk tumbuh
-menerima bahwa oh emang diri ini mudah sekali lelah, mungkin karena ternyata jarang ya olahraga
-menerima bahwa bolak balik sejak jam setengah enam kantor-tempat agenda pekanan yang lebih jauh dari rumahku lalu ke depok lagi yang lebih jauh dari jarak sebelumnya ke kantor, lalu mampir kantor untuk ambil barang dan sampai rumah, baru istirahat sejenak sudah harus pergi ke agenda sore, kayaknya kecil dan sepele, tapi buat tubuh ini emang mungkin nggak mudah melaluinya
-menerima bahwa setelah itu aku ketiduran berkali-kali sepanjang perjalanan pulang, setelah terakhir melakukannya Februari 2018
-menerima bahwa susah sekali memotong obrolan hanya untuk pulang duluan dan buka puasa
-menerima bahwa aku adalah kakak dari adik-adik yang kadang mereka berisik di saat aku butuh waktu yang tenang
-menerima bahwa aku adalah dominan i yang kalau sudah banyak sekali terserap energinya oleh kegiatan luar dan interaksi, aku butuh diam, menyendiri, menarik diri dari obrolan, memberi energi untuk diriku sendiri. tapi belum ada waktu untuk itu.
-menerima segala kekhawatiran dan menjadi titik untuk bergantung ke Allah, dengan lebih menghamba
-menerima bahwa tanggal merah barengan sama hari ahad, rasanya ga ikhlas karena aku pengen satu hari lagi buat istirahat
-menerima bahwa keinginan untuk cuti hanya karena pengen istirahat tidak semudah itu
-menerima bahwa orang lain bisa begitu mudah mengiyakan akad lalu mengcancelnya dengan alasan pribadi, yang sesungguhnya rasanya diri ini pun ingin kabur dari amanah yang ada, sesekali
-menerima kalau memang pada saat tertentu perempuan secara hormonal didesain untuk tidak stabil
-menerima bahwa memang ada fase hidup yang membutuhkan perhatian lebih, yang kadang lelah, tapi semestinya bisa senang menjalaninya
-menerima kalau ada teman yang pemahamannya masih jauh sehingga memang sulit menyampaikan hal yang di mata dia ga ideal
-menerima bahwa diri ini kadang kehasut hal-hal ga guna atau membuang waktu, hal-hal yang ga disukai Allah. putuskan kapan harus berhenti.
-menerima pikiran pikiran nanti gimana ya sepanjang materi
-menerima kegemasan diri ini pengen sharing ke orang lain setelah dapat materi kemarin dan hari ini (materi yang berbeda), tapi memang perlu ditahan. tidak bisa sekarang
-menerima kalau diri ini level berjuang dan anticapeknya belum setegar Ummi dan barangkali seluruh ibu di dunia, huhu ini supersalut sih sama semua ibu
-menerima bahwa ada notifikasi chat yang terlihat kuabaikan gegara kukebablasan tidurnya
-menerima bahwa kadang aku pengen rasanya keluar dari keramaian notifikasi wa, uninstal atau left semua grup sementara, saking crowdnya
-menerima kalau Allah kadang kasih hal yang tidak kita suka, justru itu bisa belajar dan membuat kita deket sama Allah, tidak melulu memintanya hilang adalah pilihan terbaik

nggakpapa ya diri, kita belajar ya.
maaf ya kalau aku meminta terlalu banyak, kalau aku menuntut terlalu ideal, kalau aku merasa kesel kenapa kok kayaknya gampang banget capek, kalau aku merasa nggak ada yang nemenin, kenapa aku berkutat di hal-hal dan pikiran itu-itu aja, kenapa aku dan kenapa aku lainnya....

Bersyukur
-Abi dan Ummi dukung kegiatan-kegiatan itu
-Abi dan Ummi kasih izin aku ngapa-ngapain
-Kantor memberi aku ruang untuk belajar hal baru
-Bisa belajar dari para guru dan ibu-ibu, ketika jawaban anaknya usia berapa tidak bisa aku jawab dengan angka, haha
-Abi mau kembali ke masjid lagi buat pinjem barang yang tadi lupa ketika aku sudah menitip
-Abi mau bukain pager
-Abi Ummi mau belajar dari orang lain
-Ummi mau maklum karena komitmen keluarga untuk menjadi pribadi yang bermanfaat buat sekitar, walaupun aku jadi nggak bantuin Ummi nyiapin takjil dan beberes rumah, dan ummi sama sekali nggak keberatan karena kembal lagi, semangat agar keluarga ini bisa kontribusi kebermanfaatan buat yang lainnya. di saat aku kesel sama orang yang cancel karena alasan bantu ibunya (dan aku berpikir, emang aku gamau bantu ibukuuuu huhu)
-Abi Ummi mau kasih spare time ngobrol habis shalat
-Icha mau bantu dan ngorbanin waktu rumahnya
-Ada teman yang mau menjawab dengan lapang hal-hal yang ditanyakan
-Ada anak-anak yang bisa dengan ringannya bilang mau jadi Kak Fitri
-Teteh kasih izin aku untuk ikut agenda di tempat yang lebih dekat dan tanpa sadar membuatku jadi perlu izin rapat
-Pertemuan nggak sengaja dengan Mbak yang dulu aku respect di Jogja
-Ada rumah yang hangat, ada pertemuan dengan adik walau tidak melulu menyenangkan, ada kebersamaan keluarga yang mungkin didambakan banyak orang
-Ada waktu sekedar untuk merem istirahat sejenak walau akhirnya setelahnya aku kebablasan tidur lagi
-Ada teman-teman dan lingkungan kantor yang menyenangkan dan kondusif yang nggak semua orang punya
-Ada teman yang tertarik buat belajar, dan semoga bisa kasih hal baik yang bisa dia pelajari
-Kemarin ketika aku mau cerita betapa capeknya,eh  ketemu twitan orang yang doain calon anaknya sambil share hafiz indonesia. Yang aku udah takut kalo ngekik nanti air mataku tumpah saking malunya.
-Karena Allah hadirkan diri ini ke dunia dengan fisik yang sempurna (aku mengingat Naja yang tadi disebut Fahri, beberapa hari lalu aku baca kisah singkat dia. celebral palsy, jalan baru bisa usia dua tahun atau berapa gitu, tapi Allah muliakan ia dengan menitipkan hafalan 30 juz dalam dirinya)
-Ada orang yang mau mendengarkan, dan memberi dorongan semangat, yang aku rasakan sayangnya
-Ada perasan sedih ketika kondisi ruhiyah lagi jauh, lagi nggak khusyuk, lagi mudah mengantuk saat ibadah, lagi nggak ngaji selama tempo beberapa jenak waktu (more than 24hour). Sedih banget sebenernya, tapi seenggaknya, bersyukur masih Allah hadirkan rasa sedih itu.
-Ada pesan yang menyadarkan dari teman, yang rupanya masih mau berbagi sedikit ceritanya.
-Ada orang yang mau berbagi pengalamannya ke banyak orang, dan tanpa sengaja itu membuat aku belajar
-Ada kesempatan untuk kolaborasi bareng yang sudah lama aku inginkan
-Ada orang, yang entah bagaimana cerita di blog ini, udah terlalu banyak keluh dan ketidakfaedahan, masih mau baca ceritaku. Mungkin itu kamu salah satunya. Huhu, jadi terima kasih.

Jadi, terima kasih.
Terima kasih Allah, Abi Ummi, adik-adik, kantor, lingkungan sekitar, teman-teman, anak-anak, juga barangkali kamu, yang mau repot-repot maish main ke laman ini.
Terima kasih diri.

Penerimaan diri mungkin sulit. Tapi aku bersyukur dikelilingi orang-orang baik yang support. Contohnya Ummi tadi, waktu aku kesel bilang, kenapa sih orang gampang banget cancel dengan alasan mau bantu ibunya di rumah. Emang aku ga mau bantu Ummi? Emang aku juga ga ngerasa bersalah ga bantu Ummi.
Ummi dengan sangat ringan bilang, kalau Ummi, kalau keluarga kita tahu bermanfaat buat orang lain juga salah satu tujuan. Ummi nggak keberatan siapin takjil nggak dibantu, karena tahu Mbak Fitri ke luar buat kebermanfaatan. Ada wajah-wajah yang senang dan kegembiraan untuk orang lain setelahnya. Contoh lain, misalnya. Ummi praktek sampe sore atau ngisi radio dan pulang mepet, yaudah satu dua kali beli nggak masak juga nggak masalah. Atau misalnya kondisi rumah yang berantakan yang bisa dimaklumi oleh kami semua. (Aku selalu kagum sih Abi hampir nggak pernah protes makan apa aja yang ada, beli atau umi masak cuma rebus-rebus aja, atau juga kondisi rumah yang berantakan) Selalu ada prioritas, dan selama tau apa yang dituju, hal-hal kecil tidak pernah jadi masalah.

Atau Ummi kemarin bilang. Mbak Fitri mungkin nggak dapat tilawahnya, ngerasa capek, tapi lihat agenda seharian ini, dapat ilmu baru, pengalaman baru. Lalu aku denial, bilang, tilawah aku masih bisa nerima. Tapi kenapa aku segini capeknya. Gini aja udah capek gimana nanti kalau udah lebih banyak tanggung jawabnya.
Ummi bilang sedikit, berdoa, minta dikuatin. Kupikir, ya bener sih itu aja senjata yang kita punya, ya nggak. Doa. Bergantung sama Allah. Minta dimampukan sebagaimaan doa yang juga ahir-akhir ini aku minta dalam term yang lebih general. Ternyata alau dispesifikkin bisa sampe segitunya ya.
Lalu aku ingat kata-kata Kak Shanin menjalani kewajiban barunya. Katanya, dulu aku juga males banget ini itu, sekarang, kayak mau aja gitu. Aku gak ngerasa itu tanggung jawab. Aku seneng aja ngelakuinnya.

Menjadi suporter, memang harus selalu bisa melihat dari sisi yang tidak terlihat ya. Mendukung sepenuh hati, mengingat tujuan besar yang dicapai. Menenangkan kala orang lain sedang runyam dan mengeluh yang bisa aja sebenernya bukan keluh, tapi kayak pengen cerita aja, pengen didengar. Memahami kondisi hormonal atau lingkungan atau kondisi sekitar lawan bicaranya.
Ah, tapi suporter yang baik pun perlu bisa menerima dulu. Menerima dengan lapang dan luas lawan bicaranya. Karena kalau enggak, rebutan deh pengen dimengerti duluan. Tidak jadi menenangkan, namun membuat semakin runyam.
.
.
Dear diri,
Kita belajar lagi, ya.

Rumah,
sudah 20 Mei 2019
1.16
mengganjal sejak Sabtu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar