Pages

Kamis, 13 Juni 2019

Bantal bagi Anak-anak

Jatuh cintanya anak-anak itu sederhana. Kepemilikan bagi mereka sebegitu bermakna.*

"Dek, kalau tiga bantal ini dibeli dua ratus ribu, mau nggak?"
"Enggak. Orang satunya harganya seratus ribu."
"Kalau tiga ratus ribu?"
"Enggak juga."
Abi nyaut. "Itu satunya dua puluh ribu, Dek."
"Iya apa? Bukannya dua puluh atau lima puluh ribu gitu?"
"Kalau lima ratus ribu?"
"Enggak, kalau sejuta, baru mau. Nanti abis itu Fatih beli lima bantalnya."

Lucu saja obrolan tiba-tiba ini. Aku jadi ingat waktu pelatihan menulis dulu. Bu Sofi nunjukin satu cerita yang sederhana Tapi waktu aku baca, hangat rasanya. Sangat anak-anak. Sangat personal. Sangat kehidupan mereka.

Dulu Fahri waktu tidur amunisinya banyak. Bantal, guling, yang dipakai dan yang dibikin benteng karena dia takut kecoa (padahal kan kecoa bisa nanjak bantal/guling ya). Lalu kalau dititip ke tetangga repot pindahannya, hahaha.

Anak-anak Umi di rumah, waktu kecil, kayaknya semuanya, suka ribut kalau bantalgulingnya dipake orang lain pas mau dipake. Soalnya jadi anget, jadi ga dingin. Kan enak ya meluk bantal guling dingin tu.

Sampai suatu ketika, Fatih cerita ke aku, kalau di Majalah Bobo ada yang cerita kalau adiknya masukin bantal ke kulkas biar dingin. It's a real story! Dan itu juga pop up in mind ketika Bu Sofi cerita tentang cerita anak berjudul Bonta itu.

Penasaran sama ceritanya, bisa baca di sini ya: https://reader.letsreadasia.org/read/feefe99b-1698-4f7e-9eed-faf0c98a346c klik ikon oranye yang gambarnya buku itu.


aku menutup tulisan ini dengan mendengar
"umi pijetin"
lalu aku berusaha ambil bagian karena tau umi lagi ngerjain pr
"sini-sini"
lalu fatih bilang, "apa artinya tidur tanpa dikelonin?"
lalu tetap saja aku kalah duluan sama ummi
\

*esok lusa kita akan belajar tentang tidak menggenggam terlalu erat ya naak :)


updated:
jadi habis aku pos, aku nyamper fatih. fatih di kamar umi, meanwhile dia biasanya tidur di ruang tengah. 
ndak ada bantal yang tadi dia keep banget itu dong. ntah kenapa.
dia udah merem, aku tetep aja nanya
"bantalnya ke mana dek? kok ngga ada bantal fatih sama sekali?" lha orang tadi dia bangga-banggain
katanya sambil merem, "mulai dari nol"
aku nanya lagi, dan dia jawab dengan jawaban yang sama

sungguh, aku tidak mengerti jalan pikiranmu, nak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar