Pages

Sabtu, 31 Oktober 2020

Ibu-Anak; Anak jadi Ibu-dan Punya Anak


Bun, kalau saat hancur ku disayang⁣
⁣Apalagi saat ku jadi juara⁣
Saat tak tahu arah kau di sana⁣
Menjadi gagah saat ku tak bisa

 Lagu ini, lagi.

Tapi kali ini bukan tentang komentarnya. Tentang liriknya.

Entah kenapa dua hari ini bisa nangis kalau dengernya. Kadang lagi merasa rapuh sekali jadi diri sekarang ini. Auto dalem hati, lu kok cerita di sini yg sedih mulu sih fit? Kemarin mau nulis hal yang ga sedih tapi ya ketiduran lah apa lah. Tapi intinya, seperti media sosial yang sering kalian lihat lainnya, tidak ada media sosial yang bisa menunjukan kehidupan seseorang secara persis.

Masih nangis detik nulis ini.
Mulai dari Ummi.
Yang cintanya utuh setengah mati. Yang kuatnya tidak pernah bisa dikalahkan siapapun di rumah. Yang baiknya aku yakin akan memesona siapa saja.
Di buku ungu yang aku baca (males ngambil buat ulis ulang judulnya karena panjang dan bahasa inggris dan ga apal), di bab bab awal ada yang judulnya, Ma, Bagaimana Engkau Melakukannya? Berkisah tentang seorang anak yang udah jadi ibu dan dia masih sering wondering dan bertanya (aku bayanginya bertanya mengarah ke langit) "Ma, bagaimana dulu kau melakukannya?" setiap si ibu ini rungsing dengan kerjaan rumah. Meanwhile dulu ibunya adalah ibu dengan anak (kalau ga salah) berjumlah sebelas. Yah, kebayang lah ya. Eh salah, gak kebayang ding.

25 tahun hidup, jelas sering ngerepotin ummi. mau masih piyik ga bisa apa-apa, kecil yang mungkin belum paham kenapa diminta ini itu sama orang tua, beranjak remaja yang moodnya labil sebagaimana abege pada umumnya, bahkan nikah dan punya anak pun, masih sangat bergantung sama ummi.

Kalau sekarang beredar akun akun atau platform platform tentang kesehatan mental ibu, aku bahkan bertanya ke diriku sendiri danpernah tanya padanya, apakah ummi punya waktu buat diri sendiri? 

Kalau aku kesel, kalau aku runyam, kalau aku merasa aku ga guna dan ga produktif, aku jadi kembali bertanya juga seperti kalimat tadi. Apa ummi pernah begini? Misal aku kesal sama suami, mersa capek dan pengen nyerah ngurus anak, ingin diperhatikan dan diakui, merasa malas suatu waktu karena ingin mengerjakan hal lain, aku bertanya, ummi akan apa kalau di posisi ini?

Aih, ya Allah :"

Sedikit ku jelaskan tentang ku dan kamu⁣
Agar seisi dunia tau⁣
Keras kepala ku sama denganmu⁣
Cara ku marah cara ku tersenyum⁣
Seperti detak jantung yang bertaut⁣
Nyawaku nyala karna denganmu⁣
Aku masih ada sampai disini⁣
Melihatmu kuat setengah mati⁣
Seperti detak jantung yang bertaut⁣
Nyawaku nyala karna denganmu⁣
Bun aku masih tak mengerti banyak hal⁣
Semua nya berenang di kepala⁣
Dan kau dan semua yang kau tau tentangnya

Terlalu banyak kalau aku deskripsikan satu-satu. Aku takut tangisnya ga selesai karena tulisan ini belum selesai.



Kedua tentang Kaisa.
Usia dua bulan mungkin yang selama ini rasanya udah banyak dipelajari, tentang rutinitas nyuci popok, mandiin, ilmu nyusuin, ilmu gendong dan nyari gendongan, ilmu perclodian, dikit-dikit bocoran tentng mpasi, perkembangan motorik fisik dll dsb. Bahkan buat aku, nyari baju dia di marketplace aja butuh ilmu dan kesabaran panjang. Mohon maaf kalau lebay.

Nyatanya masih jauh yang harus dipelajari lagi. *tariknafaspanjang
Kadang kalau merasa gagal, merasa kesal, merasa kecewa, aku bahkan ada waktu-waktu pengen menyiksa diri. Kadang merasa seburuk itu aku jadi orang. Kadang kalau kecapean mudah tersulut emosi.

Padahal bu, anaknya baru dua bulan.

Dulu pas masih newborn banget dan akunya fluktuatif, aku pengen dia gedean dikit udah bisa paham diajak berkomunikasi. Sekarang juga kayak udah ngerti sih, tapi maksudku tadi kaya yang udah ngerti beneran paham gitu.

Sekarang, kayak mau gini terus rasanya.
Kayak belum siap menghadapi anak ini tumbuh dan menghadapi milestone yang rasanya aku belum punya ilmu di sana, belum menambah stok sabar di sana, dan kok kayak-kayaknya ga kuat duluan :(

ya ya kalian benar bahwa ini semua ketakutan di kepala aja, kzl kan yha.

semakin belajar tentang  milestone tahap perkembangan anak, belajar pengasuhan di kelas pelatihan keluarga kita (kalau ini udah tertarik dari belom nikah sih), jadi semakin paham ramainya dunia per-orang tua-an dan masya Allah :")

speechless adang sampe gatau mau ngomong apa terus nyerocos aja di mari.

Tapi hebatnya, ada Allah yang bisa kapan aja kita minta kekuatan, kita minta kesabaran.

:")

Halo Nak, kita siap menghadapi banyak langkah kehidupan di depan ya :")

*gatau cara mengakhirinya, udah basah lengket ini muka nangis dari tadi. bahkan refleksi liriknya terhadap kehidupanku belum ada yang ditulis sepeserpun

1 komentar:

  1. Semangat fitri, keep up the good work!

    perubahan status dalam hidup emang sesuatu yang luar biasa ya, kalo aku bacain tulisan-tulisannya fitri di blog fitri rasanya mewakili perasaanku yang sekarang haha, aku nggak berganti status dari single jadi dobel sih, tapi ternyata peubahan status dari S.ked jadi dr. juga seberat itu, kadang-kadang pas baca tulisa fitri, aku kepikiran 'ah .. aku juga ngerasain hal mirip' dengan konteks yang lain tentunya.

    betapa aku nggak percaya diri ketika dipanggil dokter, khawatir setiap hari apakah diagnosis dan terapi yang kuberikan sudah tepat,khawatir apakah aku sudah cukup memberikan penjelasan pada pasien, sebulan dua bulan terakhir benar-benar rasanya beraaaat sekali kalau mau ke RS. Rasanya ilmu yag dipelajari selama 4 tahun plus 2 tahun koas tiba-tiba menguap begitu aja ketika kaki ini masuk ke RS.

    Tapi, waktu ketemu om dodik dan bulik septi dan ngebahas tentang pendidikan onlen, kita sempet diskusi bahwa ujian praktek di kedokteran nggak harus diagnosis dan terapinya tepat, tapi yang penting pola pikir kita udah bener, mulai dari sejak pasien datang -anamnesis-pemeriksaan fisik-penunjang semuanya dijadikan pertimbangan, kalau pola pikirnya udah bener, meski terapi dan diagnosis salah, kita bisa tetap lulus. terus om dodik bilang, 'oh iya kan ada faktor jam terbang juga ya, tyani, makanya ga papa salah".

    terus aku jadi kepikiran, oh bener. aku nggak bisa sok jadi dokter sempurna hanya dengan sebulan-dua bulan isip, serta 6 tahun (++) kuliah kedokteran. ada jam terbangnya, dan eventually we will get better someday.

    aku pikir, jadi ibu pun mungkin sebelas dua belas. meski raasanya udah banyaaak banget buku yang dibaca, banyaaak banget nasihat yang kita terima, banyaak banget seminar-seminar dan kuliah-kuliah parenting yang kita ikuti, kayaknya kenyataannya nggak semudah yang dijabarkan (sebagaimana jadi dokter nggak semudah yang ada di drama korea haha). Dan semuanya butuh jam terbang.

    sebulan-dua bulan terakhir pasti berat ya fit :(,
    beradaptasi dengan status ibu kan nggak cuma perkara mandiin bayi, gantiin popok, menyusui dll, taapi juga beradaptasi dengan tanggung jawab baru mendidik anak sejak dini, beradaptasi dengan kecemasan-kecemasan baru yang bukan cuma terkait diri sendiri, tapi juga anak dan suami, dan beradaptasi dengan masalah-msalah baru yang muncul dengan adanya kepala tambahan yang harus dipikirkan, dan hal-hal lainnya terkait mental dan emosional.

    Semangat ya fitri, aku nggak tau persisnya jadi ibu baru gimana, soalnya aku belum jadi ibu wkwkw, semoga tulisan nggak nyambung di kolom komen ini bisa bikin fitri berpikir 'ah, aku nggak sendirian mencemaskan hal ini, ah aku punya teman-teman lain yang berjuang dengan hal yang sama denganku, jadi aku nggak sendirian'. :)

    Semangat fitri,we will eventually get better at this, meski nggak sehari-dua hari atau sebulan-dua bulan, meski kita nangis setiap sebulan sekali atau setiap hari, we will eventually get better at this.

    Suatu hari nanti kita akan bisa dealing dengan situasi ini lebih baik dari hari ini, dan saat itu, kita jadilebih kuat dari hari ini. :))

    Super semangaaaaat fitriii:)
    wuuuuusssh (ini ceritanya aku kirim semnagat dari jogja wkwkkw)

    sebenernya aku nulis panjang dan penuh typo ini juga untuk nyemangatin diri sendiri sih fit wkwk,

    semoga fitri dan keluarga senantiasa dalam lindungan Allah SWT

    BalasHapus