Pages

Kamis, 27 Februari 2014

Ahsanu 'Amala

ahsanu 'amala, bukan aktsaru 'amala
sesering apapun, serajin apapun, kita tidak pernah tahu amalan mana yang diridhai-Nya. Pernah dengar kisah pelacur yang masuk surga karena memberi minum seekor anjing? Padahal surga bisa didapat dengan apa? Amalan yang banyak kah?
Bukan.
Surga didapat dengan ridha Allah pada diri kita. Pada amal-amal terbaik kita. Surga itu mahal, maka pantaslah kalau kita tidak bisa 'membelinya' dengan amalan biasa-biasa saja.

Mungkin itu sebabnya dalam Al Quran yang disebut-sebut adalah ahsanu 'amala, bukan aktsaru 'amala.

*terinspirasi dari On The Way to Jannah (baru baca sebagian)
karya Muhammad Amin

Sabtu, 22 Februari 2014

[Resensi#8] Istana Kedua : Ketika Mempertahankan Kesetiaan Tidak Semudah yang Dipikirkan

Judul Buku : Istana Kedua
Penulis : Asma Nadia
ISBN : 978-979-22-3045-1
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Ketebalan : 248 halaman
Ukuran : 18 cm
Harga : 25.000

Hidup adalah kehidupan seperti dongeng, itulah Arini. Baginya ia adalah putri. Pras, suaminya adalah pangeran, serta rumah tangga mereka adalah sebuah istana.

Bagi Mei Rose, hidup jauh sekali dari dongeng-dongeng. Karena baginya dongeng selalu bermuara pada kebahagiaan. Kepercayaan ini membuatnya sangat mengandalkan akal sehat. Karena sejak kecil ia hidup dengan didikan keras lewat suruhan dan bentakan A-ie, tantenya. Satu-satunya yang ia miliki.

Dongeng Arini mulai terasa hancur ketika mendengar suara sapaan dari telepon di seberang. Suara yang mengaku bahwa dirinya adalah Nyonya Prasetya. Tidak mungkin ada Nyonya Prasetya yang lain! Pekik hati Arini. Maka timbullah prasangka-prasangka yang hanya membuat hatinya bertambah luka.

Sampai usia tiga puluh tahun, Mei Rose tetaplah seperti dulu. Tetap tidak percaya pada dongeng-dongeng. Sebab dongeng selalu bermuara pada kebahagiaan. Kehadiran pangeran gagah yang tahu kapan dan di ia harus muncul demi menyelamatkan putri cantik. Ia mulai percaya, Pangeran itu tak akan bisa menemukannya. Barangkali pun karena aku tak cukup cantik! Begitu prasangkanya.

Arini harus meminta kejelasan. Tapi apa daya, tak ada keberanian yang muncul ketika tatap matanya bertemu dengan mata cokelat Pras. Mulutnya kaku. Kepastian itu, tidak sanggup ia tanyakan pada suaminya.

Seseorang datang pada Mei Rose dan membuatnya berpikir bahwa dongeng-dongeng itu memang ada. Mengenal dirinya lebih dulu, memerhatikannya, memujinya hingga ia melambung ke angkasa. Membuatnya jadi lebih sering memerhatikan penampilan. Sayang seribu sayang, pada akhirnya laki-laki ini harus ia tinggalkan. Karena perbuatannya malah meninggalkan dendam dan kebencian berkepanjangan. Karena perbuatannya malah membuatnya bersikeras untuk mati.

Novel ini bercerita tentang kesetiaan dalam rumah tangga. Ketika Arini khawatir mendengar suara yang mengaku Nyonya Prasetya dari nomor telepon yang ia hubungi. Nomor telepon yang tertera pada kuitansi penggantian pengobatan yang diberikan Mbak Hani, seorang bagian keuangan kampus tempat Pras mengajar. Arini gamang. Mungkinkah Pras membangun istana kedua?

Novel ini bercerita tentang kesetiaan dalam rumah tangga. Ketika poligami menjadi pilihan, apakah yang menjadi alasan? Merasa simpati, keinginan menolong, agar tak tercipta maksiat karena telah halal? Atau…mereka—para lelaki jatuh cinta lagi, kemudian kehilangan kontrol diri?

Novel karya Asma Nadia ini berani mengangkat tema hal yang mungkin tabu diperbincangkan di kalangan umum. Namun sekaligus membuka mata pembaca bahwa hal-hal yang diceritakan pada novelnya mungkin terjadi di rumah tangga. Mungkin banyak orang yang telah membangun kesiapan untuk ditinggalkan jika ajal pasangan datang ketika akan menikah. Tapi tidak banyak orang yang telah membangun kesiapan jika pasangannya jatuh cinta dan kemudian meninggalkannya karena kehadiran orang lain.

Novel ini disampaikan dengan detail emosi yang kuat. Pendeskripsian emosi begitu nyata seolah pembaca akan mampu merasakannya. Merasakan bagaimana terpuruknya Arini, bagaimana bencinya Mei Rose, bagaimana paniknya Pras. Bahasanya tidak bertele-tele, namun cukup untuk menggambarkan detail perasaan para tokoh.

Hanya saja, persoalan poligami yang diangkat pada novel ini terlalu sering disebutkan. Ketika persoalan ini menimpa tokoh utama, maka tokoh-tokoh di sekelilingnya juga pernah mengalaminya seolah hal ini memang kebetulan yang terjadi secara umum. Mungkin penulis membuatnya dengan tujuan agar mata pembaca benar-benar terbuka dengan dunia pernikahan yang kadang tidak sesuai impian.

Novel ini merupakan cerita bersambung yang pernah dimuat di Majalah Ummi. Ukuran buku yang kecil dan tidak terlalu tebal membuatnya mudah di bawa ke mana-mana seperti dalam perjalanan, ketika menunggu, dan lain sebagainya. Tidak perlu waktu lama untuk menyelesaikan novel ini, karena membacanya seperti membiarkan mata mengikuti alur ceritanya.

Sabtu, 15 Februari 2014

Dari Milan ke Milan






ini halaman depan kampus kami, serta satu jalur dari vokasi yang selalu dilewati mahasiswa yang berkendaraan motor sendiri. Teman bilang kampus milan (Mipa Selatan) kami telah berubah menjadi Milan (Italia) yang sebenarnya. Seperti bersalju, walau kenyataannya abu-abu. Teman lain bilang, ia bahkan sampai mengira kalau begitu bangun tidur dirinya telah berdeportasi keluar negeri. Nenek di Magelang heran mengapa pagi tidak terang, ternyata tebal abu sudah 0,5 senti pagi itu.



sampe dibikin meme

Sumber : Mas Azki, Isna, dan sharenya temen dari sini

Lovable People

Leadership is the art of getting someone else to do something you want done because he wants to do it
— Dwight D. Eisenhower
diambil dari tumblrnya Kak Bani  *sok kenal banget*

-sebenernya ini tulisan yang udah jadi draf hampir 2 bulan lalu di otak, jadi draf di blog udah hampir 1 bulan yang lalu, emang masih harus belajar banyak buat menjadikan nyata pikiran rupanya #hemh

Menghadiri sekaligus berkutat pada beberapa pemilihan ketua, entah itu musyawarah, pemira, sekaligus sidang umum akhir-akhir ini membuat saya sedikit banyak berpikir tentang sesuatu yang saya namakan lovable people. Mungkin lebih tepatnya lovable person sih ya soalnya kalo milih ketua atau kadep-kadiv gitu kan biasanya satu orang aja, hehe.

Saya keinget sama pemilihan ketua putri Gycen -nama angkatan di IC dulu. Saya inget banget bagaimana anak-anak memercayai mereka buat jadi ketua angkatan. Insya Allah kalo secara personal mereka sangat lovable di hati anak-anak, khususnya putri. Mereka yang baik, sabar, dan...amat menyenangkan lah pokoknya. Kalaupun beberapa ada yang menghindar, itu palingan karena mereka harus menjalani fungsinya sebagai ketua angkatan dan beberapa yang menyelundupkan gadget ke asrama jadi -mungkin- agak menghindari karena itu jelas pelanggaran.

Kayaknya, bagaimanapun si ketua, misal suka korea *mereka enggak kok* atau misal suka galau random gitu atau misal suka tiba-tiba ngidam buah mangga, telor ceplok, nyam-nyam (ini sumpah serius based on true story :P) atau apalah, kalau udah disayang sama semua bener-bener keliatan banget betapa anak-anak menghormati, sayang, tapi juga segan sama mereka. Saya ngeliat itu di angkatan. betapa anak-anak menyayangi ketua-ketua sholihah ini :). Nggak ada yang antipati atau ngomongin di belakang karena kontra gimana gitu. Ah, jadi kangen asrama *aduh Fit kamu random banget ini nulisnya...

Quote ini, sejujurnya benar-benar membuat saya berpikir, mantep banget ya quote ini! Nggak gampang bukan, meminta orang melakukan sesuatu dan dia melakukannya benar-benar karena orang itu memang ingin melakukannya. Bukan keterpaksaan, bukan semata-mata karena ngejalanin proker aja. Mungkin satu dua yang betah dan menyukai posisinya di suatu organisasi akan suka, tapi tidak semua anggota begitu, bukan? Apalagi di kuliah benar-benar terasa kalau di organisasi, ada aja yang miskontak, ngga ngasih kabar lah, tiba-tiba ngilang lah, atau misal ada yang udah izin tapi nggak disampaikan ke forum, kan jadi menimbulkan curiga buat anak-anak yang gatau kabarnya *meski emang harusnya tabayyun dan saling peduli, sih hehe. Dan ini sejujurnya baru kerasa banget di kuliah, soalnya selama SMP-SMA asrama jadi selain lingkupnya segitu-gitu aja (jalan dikit ketemu dia lagi dia lagi :D) rapatnya juga fleksibel dan tetap menghormati waktu shalat-makan *(y) abis kan udah sistemik, hehe.

Jadi ketua itu suatu amanah yang besar. Kadiv, kadep, koor suatu sie di kepanitiaan juga gitu. Bagaimana ngompakin dalemnya, nyatuin semuanya. Merasa bahwa ini feels like a home. Keluarga itu tempat kembali. Teman SMP saya di univ lain bilang dia ikut organisasi biar pelarian kalo dia lagi suntuk kuliah. Salah sih saya bilang, soalnya yang saya dapat waktu suatu camp dulu, organisasi itu tempat kontribusi *sumpah pas itu menohok banget*, memikirkan apa yang kita lakuin untuk, bukan kita dapet apa. Kalo mikirin kita dapet apa, itu namanya egois. Tapi ya, saya juga nggak memungkiri, bahwa organisasi kalo udah feels like a home itu bener-bener disayang. Kayak keluarga sendiri. Haha, saya jadi inget jaman sonlis-iCare 2011 dulu demen banget main ke RO, oh iya BMG Layer juga dong pastinya :')

Dan, jadi staf itu juga nggak gampang. Kita dituntut untuk bakti dan kontribusi. Oh iya nggak gampang juga buat yang -misal- dia udah dari tahun pertama aktif, terus ternyata eh selanjutnya nggak jadi kadiv. Sebenernya dulu di IC sih selo aja kayak gini juga (bukan cerita pribadi, kok). Abisnya kayanya di kampus beberapa kali diomongin gitu masalah kaya gini. Bagi saya ga jadi kadiv pun tetap wajib banget bagi-bagi pengalaman dan mengantarkan staf baru ke jalan yang benar, eh maksudnya, kita ngebimbing staf baru gitu. Macem kaderisasi, kali ya kalau kata Maryam di notes facebooknya yang ini *kalo ga bisa buka dan pengen baca bilang ya, ntar saya copast-in.

Dulu saya pernah diskusi sama Tyani tentang mana yang lebih baik antara pemira atau milih ketua sebelum rekruitmen staf kepengurusan baru, atau sesudah. Menurut kamu yang mana?

Kalau di IC dulu, pemilu dulu buat ketua OSIS, nah yang dipilih itu ketua umum. Kalau udah terpilih baru bawah-bawahnya diisi. Mulai dari PH sampai kadiv-kadiv (ga ada istilah departemen di OSIS IC). Terus kadiv milih stafnya dari yang angkatan kepengurusan OSIS itu (misal ketua umum OSISnya dari angkatanku, berarti kadiv juga angkatanku dan mayoritas staf juga angkatanku) dan stafnya dipilih secara close recruitmen. Baru nanti oprec buat angkatan bawah kami, biasanya minimal 1 orang putra dan putri, maksimal 3 orang putra dan putri.

Nah, di kampus ini tentu beda. Yang saya rasain di UGM, ada oprec buat pengurus baru, kemudian pemira, kemudian beberapa instansi ngadain oprec gelombang dua. Beberapa loh ya, ga semua instansi. Kalo di UI yang saya tahu dari Riri sama Kak Suci, pemira dulu baru oprec, soalnya pas semester satu mahasiswanya masih masa bimbingan dan mereka baru magang-magang gitu, belum jadi staf tetap *eh btw SISTEM INI BAGUS LOH!. Terus kata Riri juga kalo mau daftar jadi Kadep di BEM gitu dia harus presentasi, bikin timeline, bikin rancangan proker, rancangan keuangan, dll dan itu semua harus dipresentasiin di depan PH kepengurusan baru. Mantap ya! Itu keren dan futuristik banget, super penuh perencanaan dan bayangan. Soalnya di kampus saya masih close rec gitu kalo buat kadepnya. Oke, sekali lagi, tetep ada kelebihan dan kekurangan masing-masing sistem.

Bedanya apa? Dari percakapan saya sama Tyani, kalau misal oprec dulu kemudian pemira dan -misal- ketua yang akhirnya menang itu bukan tipikal ketua yang disukai sama staf barunya (yah misal karena beberapa hal, lah), khawatir stafnya jadi mood-moodan gitu kerjanya. Dan ini jelas beban sang ketua makin besar. Positifnya, staf jadi peduli untuk memikirkan siapa ketuanya alias partisipasi aktif dalam pemira, karena -yang sama-sama kami rasain di kampus- nggak semua mahasiswa peduli buat nyoblos/e-vote pas pemira. Tapi ya takutnya yang peduli staf doang, anggota yang non pengurus ga peduli ikut pemira atau nggak. Kalau pemira dulu baru oprec, bagusnya pengurus baru inilah yang ngurusin siapa staf yang akan berada di bawah bahtera kepengurusan mereka selanjutnya. Maksudnya, pengurus inti tahu banget siapa yang akan jadi pengurus, tahu stafnya ini anak-anaknya kaya gimana (eh tau personal itu penting loh *oke, ini menurut saya*!) kalo misal oprec dulu baru pemira kan biasanya yang lebih ngurusin oprecnya pengurus lama yang akan pensiun. Eh btw ini pandangan saya terhadap rutinitas kampus yang kami liat sih, hehe. Kampus lain sangat boleh jadi berbeda.

Kesimpulannya baik mana? Dialog kami juga sebenarnya belum berujung pada kesimpulan sih, baru argumen-argumen gitu aja.

Hihihi, aduh maapin ya jadi ngalor ngidul gitu pembahasannya. Eh tapi sebenernya yang terakir itu juga nyambung sih, soalnya aku sama Tyani ngobrolin itu pas lagi musimnya pemira di kampus. Apalagi di kampus huru hara pemiranya kerasa banget, masalah pemira kemarin juga lain dari yang lain, ya fakultas, ya univ ampe ada hestek ginian (yang aku sebut pertama doang) -> #pemiramiparame #eh #ampunkakakT^T. Tetap saja, ketua yang lovable people itu, selalu wah sekali. Hadirnya bagai mentari, petuahnya dinanti, adanya menginspirasi, sosoknya memotivasi #ini apasih-,-. Belum ngerasa jadi lovable people? Saya juga belum kok. BELUM BANGET MALAH, huhu T^T. Yuk belajar sama-sama! Soalnya jadi ketua maupun engga, lovable people itu -insya Allah-sangat menyenangkan, dan dengan demikian kita bisa menyebar kebaikan dan bermanfaat lebih besar lagi jangkauannya. Kan banyak yang sayang *itu loh yang tadi saya bilang lovable*. Jujur, saya suka iri gitu sama orang yang hadirnya dinanti, serta ada dan nggak adanya punya efek yang jauh berbeda. Iri dalam kebaikan boleh dong ya :D

Semangat !

[Repost] Perasaan Kagum

Pastikanlah rasa kagummu itu pada pribadi secara utuh, bukan pada sifat parsial yang ada pada dirinya. Bersyukurlah bahwa Tuhan mendatangkan alasan untukmu memperbaiki kualitas diri. Maka, kembalikanlah rasa kagum itu kepada Tuhan. 
via tumblrnya kak kurniawan gunadi

Rabu, 12 Februari 2014

[Resensi#6] Amelia ; Kisah Si Bungsu yang Paling Teguh Hatinya, Paling Kuat Pemahaman Baiknya

Judul Buku          : Amelia (Serial Anak-anak Mamak)
Penulis                 : Tere Liye
ISBN                      : 978-602-8997-73-7
Penerbit              : Republika Penerbit
Ketebalan           : vi + 392 halaman
Ukuran                 : 13,5 x 20,5 cm

Inilah kisah Amelia, si bungsu dari empat anak-anak Mamak. Anak yang paling teguh hatinya, yang paling kuat pemahaman baiknya.

Novel ini, seperti tiga buku sebelumnya yang menceritakan kisah kakak-kakaknya (Eliana, Pukat, dan Burlian), menceritakan hari-hari Amelia, anak bungsu dari keluarga Syahdan. Amelia yang benci dirinya terlahir sebagai anak bungsu, yang menurutnya membuat dirinya disuruh-suruh kakak sulungnya, Eliana, juga diledek dua kakak laki-lakinya, Pukat dan Burlian. Hingga pada puncak kekesalannya, Amelia mengerjai kakaknya, Eliana, hingga ia marah besar. Sekalipun Bapak malam itu langsung mengajaknya bicara, sampai saat itu Amel masih belum mengerti, di mana letak kasih sayang Kak Eli pada dirinya.

Amelia yang memiliki teman dengan nama paling aneh sekecamatan, Chuck Norris, biang ribut sekolah yang sering membuat masalah. Tapi entah mengapa Pak Bin, satu-satunya guru di sekolahnya malah memintanya untuk membantu Norris belajar. Amelia mencoba bersabar menghadapi kenakalan temannya itu. Sampai suatu ketika, ia mengetahui masa lalu Norris. Sejatinya, Norrris tidak nakal. Ia hanya tumbuh dengan segala pemberontakan masa kanak-kanak.

Amelia yang tidak mau menjadi ‘penunggu rumah’. Hal yang pada saat itu merupakan tradisi kampungnya. Anak bungsu adalah ‘penunggu rumah’, tidak kemana-mana. Menjaga orang tua serta rumah dan lading di kampung saja. Tidak pergi jauh ke pelosok dunia. Tidak bisa jadi apa-apa. Walaupun saat ini ia masih belum mengetahui apa cita-citanya. Amelia sungguh ingin melihat dunia luas serta melakukan hal-hal hebat. Dan ia sungguh takut jika kelak ia akan benar-benar hanya menjadi ‘penunggu rumah’.

Amelia yang memahami penjelasan Pak Bin di kelas tentang bibit tanaman baik yang akan menumbuhkan tanaman baik. Yang hasil panennya dapat mencapai tiga sampai empat kali lipat hasil panen penduduk kampung sekarang. Ia ingin sekali penduduk kampung lebih sejahtera jika menggunakan bibit-bibit terbaik pada ladangnya. Tidak terus-terusan bertani dengan cara-cara lama para leluhur, melainkan menggunakan cara-cara yang berdasar pada ilmu pengetahuan. Namun Amelia juga sadar, mengubah cara bertani penduduk tidak akan mudah. Amelia terus berusaha sekuat tenaga agar mimpinya itu dapat tercapai.
***
Novel ini jika dilihat dari konflik seta runtutan ceritanya mungkin tidak terlalu spesial. Menceritakan kisah sehari-hari seorang anak bungsu bernama Amelia. Menceritakan kisah sekolahnya, teman-temannya, kesehariannya di rumah, di pengajian, obrolan-obrolan singkat bersama Wak Yati—kakak Bapak, perjalanan ke hutan bersama Paman Unus—adik Mamak, rutinitas kampung tempat Amel tinggal, serta rutinitas keseharian seperti yang mungkin dialami juga oleh orang lain pada umumnya.

Lantas apa yang membuat buku ini spesial? Sampai pada testimoni di cover belakang buku ini tertulis bahwa Serial Anak-anak Mamak adalah potret keluarga impian, kisah yang mengharukan sekaligus penuh dengan bersitan hikmah.

Jawabannya adalah karena kisah-kisah yang merupakan rutinitas keseharian biasa dikemas dengan cara yang tidak biasa. Keseharian-keseharian Amelia sesekali akan mengusik benak kita bahwa mungkin kita pernah dihadapkan pada persoalan yang sama, namun berbeda cara penanganannya. Sosok-sosok dalam buku ini mampu memberikan teladan yang baik bagi para pembaca. Pemahaman-pemahaman serta nilai-nilai baik yang terkandung tidak hanya disampaikan lewat teori atau nasihat semata namun juga dilakukan oleh tokoh-tokohnya. Membuat pembaca benar-benar merasakan bahwa tokoh-tokoh dan konflik-konflik dalam cerita memang ada dan nyata.

Bagian yang paling menyentuh adalah ketika Amelia datang ke rumah Norris. Ia datang ketika ia merasa sudah tidak mampu lagi bersabar pada Norris. Ketika telah jelas Norris membanting semua kebaikan yang diberikan. Amelia datang terengah-engah karena berlari menerobos hujan, berteriak-teriak sambil susah payah menahan tangis. Amelia membentak Norris di hadapan Bapaknya. Bentakan yang akhirnya mengubah keadaan keluarga Norris tanpa Amelia sadari. Bentakan yang membuat pembaca merasakan rasa haru yang luar biasa.


Novel Amelia, seperti Serial Anak-anak Mamak lainnya, mampu memberikan teladan bagi keluarga. Novel ini cocok dibaca oleh usia berapapun, karena di dalamnya terdapat teladan bagi seluruh anggota keluarga. Novel ini merupakan cerita sederhana yang dapat memberikan pemahaman serta  penanaman nilai-nilai kebaikan, tidak hanya dalam lingkup keluarga namun juga dalam bermasyarakat.

Kamis, 06 Februari 2014

[Resensi#5] Chocoblood; Saat Cokelat Senilai Darah, Akankah Kebahagiaan Hanya Bernilai Rupiah?

gambar dari sini
Judul Buku          : Chocoblood; Saat Cokelat Senilai Darah
Penulis                 : Adam Endraprianto
ISBN                   : 978-602-242-074-3
Penerbit              : DAR! Mizan (PT Mizan Pustaka)
Ketebalan           : 168 halaman
Ukuran                 : 19,5 cm

Kekacauan terjadi di kota Bogor. Sekelompok organisasi mengincar dan menyerang Fitri. Kehidupan tenang Fitri dan tunangannya, Indra 3 hari menjelang pernikahannya pun tiba-tiba menjadi serba menegangkan. Hal ini bermula sejak peluru mengenai bahu Fitri sehingga membuatnya dilarikan ke rumah sakit. Setelah masuk ke rumah sakit, penyerangan tak berhenti dilakukan. Fitri tetap diincar oleh organisasi tersebut. Bahkan walaupun klien yang meminta dilakukannya pembunuhan terhadap Fitri sudah tertangkap polisi karena teribat dalam kasus pembunuhan yang terjadi di rumah sakit yang sama dengan rumah sakit tempat Fitri dirawat, anehnya organisasi bayaran ini tetap akan melakukan rencana pembunuhan terhadap Fitri. Alasannya? Hanya ‘chief’ yang tahu. Pimpinan organisasi ini tidak mau memberitahukan alasannya pada siapapun.

Tak dinyana, beberapa anggota organisasi berniat mengkhianati organisasi dan memilih menyelamatkan nyawa Fitri. Sang ‘chief’ yang mengetahui hal ini pun segera bertindak cepat. Ia menantang Gin, salah seorang anggota yang berkhianat, untuk mengalahkannya. Polisi yang mengetahui kasus ini pun segera menyelidiki. Alhasil, kejar-kejaran antara polisi, ‘chief’ dan pengikutnya yang masih setia padanya, serta Gin selalu dipenuhi dengan baku tembak. Apa yang sebenarnya dikejar oleh ‘chief’ alias pimpinan organisasi ini dari Fitri sehingga ia mati-matian mengincarnya? Benarkah alasannya hanya demi resep cokelat mendiang Ibu Fitri dahulu?
***
Membaca novel thriller karya Adam ini akan membuat kita begitu sering membayangkan suasana teror layaknya di film-film thriller Hollywood. Tak jarang dapat ditemui adegan baku tembak maupun kejar-kejaran antara mobil polisi dan penjahat dalam bukunya. Dalam usia yang cukup belia (usia Adam saat ini sekitar 15 tahun), penulis dapat membuat cerita dengan tokoh utama orang dewasa disertai latar teror yang ada dalam suasana kecemasan dan ketegangan.

Alur pada novel ini sudah cukup rapi. Hanya saja untuk ukuran novel thriller, cerita yang Adam susun masih kurang detail. Padahal dalam novel thriller, detail akan menciptakan suasana tegang yang akan membuat pembaca turut serta masuk ke dalam cerita. Kurangnya detail ini juga membuat tulisan jadi terkesan buru-buru. Hal ini akan menyebabkan pembaca merasa terengah-engah ketika membacanya, karena dalam pengejaran penjahat, tokoh utama nyaris tak ada istirahatnya. Sekalipun keadaannya memang begitu, penjabaran cerita yang lebih detail akan membuat pembaca merasakan segala tindakan cepat tokoh berada pada ritme yang cukup lambat sehingga pembaca dapat menikmati alur cerita dan memberikan efek lebih terbawa suasana.

Dalam novel ini, penulis dapat menutup cerita dengan pesan yang amat manis. Pesan inilah yang merupakan inti besar dari cerita dan dapat di ambil hikmahnya oleh para pembaca. Pesan ini juga menunjukkan bahwa cerita thriller tidak selalu berisi tentang teror, kejahatan, adegan baku tembak, serta pengejaran pelaku kejahatan, tapi juga dapat memuat pesan di dalamnya.

Buku ini cocok untuk di baca oleh remaja seusia pengarangnya atau kisaran usia SMP-SMA. Melalui novel ini diharapkan para pembaca dapat mengambil pelajaran yang telah disisipkan oleh penulis dan dapat mengaplikasikannya di kehidupan nyata. Salut untuk Adam sebagai penulis yang dapat menyelesaikan novel ini sebagai karya perdananya^^!

[Resensi#4] Open Your Heart, Follow Your Prophet; Buka Hati, Ikuti Nabi : Ia Benar-Benar Teladan Sejati!

Judul Buku : Open Your Heart, Follow Your Prophet
Penulis       : @teladanrasul (Arif Rahman Lubis)
ISBN         : 979-017-255-9
Penerbit      : QultumMedia
Ketebalan   : vii+184halaman
Ukuran       : 14 x 20 cm
Harga Buku : Rp35.000




Zaman semakin cepat berkembang, dan secepat itu pula manusia memiliki ragam idola masing-masing. Ilmuan, artis, tokoh-tokoh inspiratif, para pahlawan, orang-orang sukses, dan lain sebagainya. Tanpa sadar, kita mulai melupakan sosok teladan terbaik yang pernah ada. Yap, beliaulah Rasulullah SAW, sosok yang keren banget untuk dijadikan idola

Rasulullah SAW adalah sebaik-baik contoh yang dapat kita teladani. Buku ini berisi tentang sifat-sifat Rasulullah SAW yang perlu kita teladani dalam kehidupan sehari-hari. Pada awal membacanya pembaca akan diajak untuk berubah menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Perubahan ini akan diawali dengan memikirkan kembali maksud dari diciptakannya kita sebagai manusia. Dan tujuan ini lah yang kemudian mengantarkan kita ke poin-poin selanjutnya karena tujuan penciptaan merupakan landasan bagi kita untuk beramal dan berperilaku di muka bumi ini.

Ketika kita telah menyadari tujuan penciptaan manusia di bumi ini, maka buku ini akan mengajak kita untuk mengenal Allah lebih dekat dan mendekatkan diri pada-Nya. Kita akan dilatih untuk memupuk kebiasaan positif seperti shalat dan puasa—baik yang wajib serta yang sunnah, sedekah, serta membaca Al Quran. Tidak hanya mengajak untuk membiasakan, buku ini juga menyebutkan keutamaan-keutamaan masing-masing amalan sehingga pembaca dapat lebih termotivasi untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Setelah itu, kita akan dijelaskan bagaimana cara memperoleh tiket emas menuju surga. Nah tiket emas ini tanpa sadar ternyata dekat sekali dengan kehidupan kita sehari-hari, lho! Wah, apa ya tiket emas itu? Nah, setelah dijelaskan cara memperoleh tiket emas itu, kita akan membicarakan masa depan. Betapa kita akan menyadari bahwa hidup ini begitu singkat dan kita harus menghasilkan karya yang dapat kita banggakan di hadapan Allah kelak. Kemudian, kita akan sedikit demi sedikit melangkah untuk mempersiapkan masa depan berikut profesionalitas dalam meraihnya.

Nah kemudian di bahasan yang terakhir dan tidak disangka-sangka adalah kita akan mengetahui bagaimana cinta yang memuliakan kita di hadapanNya sekaligus bagaimana memperolehnya.


Buku ini sangat menarik untuk dibaca. Meskipun bahasan dalam buku ini cukup luas, namun penulis dapat menyampaikan poin-poin inti yang merupakan akhlak Rasulullah SAW untuk dapat diteladani oleh para pembaca. Selain poin inti yang disampaikan, ada juga cerita-cerita teladan dari para sahabat maupun ulama pada masa lampau. Ada juga kisah-kisah analogi serta kisah-kisah yang dapat menyampaikan materi secara tersirat, baik yang disampaikan secara serius maupun yang tidak serius (yang akan membuat kita meringis karena geli). Alurnya teratur mulai dari hal yang paling mendasar sampai hal yang lebih luas lingkupnya. Penyampaian dengan bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti membuat pembaca betah membacanya. Sangat cocok untuk dibaca para remaja yang ingin kualitas hidupnya naik dari biasa-biasa saja menjadi luar biasa dengan meneladani keseharian nabi.  Desain buku ini juga dilengkapi ilustrasi-ilustrasi kecil serta paduan warna yang membuat mata nyaman membacanya. Buka hati, lalu resapi, maka kita akan semakin menyadari bahwa diri ini masih sangat jauh dari sosok Rasulullah SAW. Tanpa sadar, kita pun akan dibuat rindu oleh sosoknya :’) .

Selasa, 04 Februari 2014

Repost; Penjagaan Rindu

Bersyukurlah, rindu tak sempat memberdirikan kita di koordinat bernama pertemuan. Mungkin, itulah bentuk penjagaan-Nya.
~ via @azaleav :")

Puncak Cinta

"Puncak dari cinta itu adalah doa. Sebab melibatkan Tuhan sebagai pihak ketiga." 
--via ini
pengen reblog tulisan ini, kemaren habis baca buku Open Your Heart Follow Your Prophet dan dapet satu note (yang ngingetin lagi bahwa) : cinta orang tua adalah cinta yang paling tulus yang pernah dan selalu ada.

Bahkan pintu manapun tentang cerita sukses kita, mungkin selalu ada campur tangan doa mereka.

Kita tidak pernah tahu.

Sabtu, 01 Februari 2014

[Resensi#3] Coupl(ov)e; Selamat Menempuh Hidup Baru Adalah Meninggalkan Orang yang Dicintai di Masa Lalu

Judul Buku          : Coupl(ov)e
Penulis                : Rhein Fathia
ISBN                  : 978-602-7888-12-8
Penerbit              : Bentang Pustaka
Ketebalan           : 388 halaman
Ukuran                : 20,5 cm





Adakah persahabatan yang murni antara seorang laki-laki dan seorang perempuan? Mungkin semua orang nyaris membatin seperti itu ketika mengetahui rencana pernikahan Halya dan Raka. Mereka berdua adalah sepasang sahabat sejak SMA. Persahabatan yang saling melengkapi antara gadis periang yang cuek, sering tenggelam dalam dunia imajinasinya, dan mengedepankan sisi perasaannya serta pemuda kaku dan serius yang selalu mengutamakan sisi berpikir logisnya, bahkan dalam jatuh cinta sekalipun.

Pernikahan mereka berlangsung di usia 30. Satu sama lain tidak akan menyangka kalau hal ini benar-benar akan terjadi. Keduanya adalah sepasang sahabat yang sangat dekat. Bahkan mengetahui secara detail dengan siapa masing-masing dari mereka jatuh cinta sebelumnya. Rasa-rasanya pernikahan mereka mengalir begitu saja, tanpa rasa cinta sebelumnya.

Akankah pernikahan mereka bertahan sekalipun tanpa didahului rasa cinta? Apalagi ketika sosok Gilang, laki-laki yang dicintai Halya dahulu masih ia rindukan dan kenangan bersamanya masih sering membenak di memori Halya. Juga ketika Rina, cinta pertama Raka yang telah lama menghilang tiba-tiba datang dan makin sering mengunjungi Raka. Apalagi masing-masing mereka sama-sama tahu bagaimana besarnya perasaan cinta Halya pada Gilang, juga besarnya prasaan cinta Raka pada Rina.

Novel ini merupakan cerita cinta sepasang sahabat yang sering ditemui di pasaran. Bedanya biasanya novel-novel cinta sepasang sahabat berujung pada jenjang pacaran dan pada novel ini yang diceritakan adalah bagaimana Halya dan Raka mempertahankan kehidupan rumah tangga mereka berdua. Itulah yang menjadi kelemahan pada buku ini karena para pembaca seringkali menilai bahwa cerita cinta antar sahabat alurnya itu-itu saja atau alur yang monoton sehingga mudah ditebak. Namun di sisi lain kelemahan ini dapat menarik minat pembaca jika ia tahu bahwa cerita cinta antar sahabat yang ini berbeda dari cerita lainnya.

Pemilihan kata yang cenderung santai membuat novel ini ringan untuk di baca. Penulis dapat mengatur dengan rapi alur maju mundur yang ada dalam novel ini. Buku ini cocok di baca oleh para remaja maupun para pasangan muda. Ada hal-hal yang dapat diambil dan dipelajari dari novel ini, tentang saling percaya, komunikasi, komitmen, dan berbagai hal lainnya.


“Dalam pernikahan, dibutuhkan cinta dan iman. Dua hal itu yang menjadi stimulus agar rumah tangga tidak retak. Jika cinta belum tumbuh, tak cukupkah iman menjadi penyangga?” 
-- Coupl(ov)e 

[Resensi#2] Ketika Mas Gagah Pergi...dan Kembali; Meneladani Sosok Mas Gagah untuk Berdakwah

Judul Buku : Ketika Mas Gagah Pergi… dan Kembali
Penulis : Helvy Tiana Rosa
ISBN : 978-602-96725-3-4
Penerbit : Asma Nadia Publishing House
Ketebalan : 245 halaman
Ukuran : 14 x 20,5 cm





Bagi Gita, Mas Gagah selalu memukau di matanya. Bagaimana tidak? Mas Gagah yang sangat baik, cerdas, periang, ganteng, mandiri, dan disukai banyak orang. Bahkan bukan hanya teman-teman Gita saja yang menyukai sosok Mas Gagah, kakak satu-satunya itu juga disukai oleh orang tua, kakak, dan adik teman-temannya.

Sampai suatu ketika Gita merasakan perubahan drastis pada sosok Mas Gagah. Mas Gagahnya kini tidak seperti Mas Gagahnya yang dulu. Bahkan Gita merasa bahwa dirinya seolah tidak mengenali kakaknya itu lagi. Ia merasa kakaknya jadi lebay dalam hal agama, penampilannya jadi tidak semodis dulu, juga lebih pendiam.

Mas Gagah sebenarnya berubah setelah belajar Islam. Ia pun lebih menjaga dirinya, dari penampilan sampai pergaulan. Tidak lagi memutar CD-CD rock yang selama ini dikoleksinya, shalat tepat waktu berjamaah di masjid, makin rajin membaca buku-buku Islam, serta mengajak Gita untuk menghadiri acar kajian Islam.

Mulanya Gita kesal karena Mas Gagah berubah drastis dan jadi sering bicara agama. Sampai akhirnya ia tahu dari Tika, teman akrabnya bahwa Mas Gagah sedang berusaha mengamalkan Islam dengan baik. Orang-orang yang menganggap Mas Gagah menjadi aneh hanya belum mengerti dan sering salah paham. Gita yang capek marahan dengan kakanya itu akhirnya memahami kakaknya dan mulai mendengarkan cerita-cerita Mas Gagah tentang Islam.

Lambat laun, Gita mulai sering mengikuti ajakan Mas Gagah untuk menghadiri acara-acara kajian Islam. Walaupun belum sempurna berubah dan belum mau mengenakan kerudung, Gita tetap bersedia untuk menghadiri acara kajian-kajian itu. Gita juga menghadiri seminar umum tentang generasi muda Islam yang diadakan di UI. Saat itu pengisi acaranya adalah Mas Gagah dan Mbak Nadia, kakak sepupu Tika yang ia kagumi sosoknya. Pada acara itu Mbak Nadia mampu memberikan jawaban yang membuatnya puas atas pertanyaannya tentang alasan mengenakan kerudung. Diam-diam, sosok Mbak Nadia yang lembut, cantik, dan juga shalihah ini Gita pikir cocok dengan kakaknya. Belakangan Gita suka meledek dan menjodoh-jodohkan Mas Gagah dengan Mbak Nadia.

Sampai akhirnya Gita memutuskan untuk memberi kejutan pada Mas Gagah dua hari sebelum hari ulang tahun Gita. Ia ingin menunjukkan dirinya yang sudah berkerudung pada kakaknya itu. Namun hal yang mengejutkan terjadi. Mas Gagah tidak ditemukan di kamarnya setelah Gita pulang di hari yang sama setelah Gita belajar memakai kerudung di rumah Tika. Mas Gagah pergi.

Setahun kemudian, Gita sering sekali melihat seorang laki-laki berkemeja kotak-kotak di dalam bus yang ditumpanginya menuju sekolah. Bahkan sampai Gita kuliah, ia semakin sering melihat sosok laki-laki itu. Bahkan tidak hanya di bus, laki-laki berkemeja kotak-kotak itu juga ia lihat di kereta, dekat kantin kampus, daerah korban bencana, di mana-mana. Dan bagi Gita, laki-laki itu mengingatkannya pada sosok Mas Gagah. Gita penasaran sekali, siapa sesungguhnya sosok itu?

***

Cerita tentang Mas Gagah ini merupakan novellet pada buku ini disamping 14 cerpen lainnya. Cerita Mas Gagah sendiri sebenarnya bukan merupakan kisah baru. Cerpen ini merupakan cerita revisi dari karya legendaris Helvy yang terbit pertama kali diterbitkan di majalah Annida pada tahun 1993, diterbitkan dalam bentuk kumpulan cerpen oleh Pustaka Annida pada tahun 1997, dan telah mengalami cetak ulang lebih dari 15 kali sejak diterbitkan lagi tahun 2000 oleh Syamil Cipta Media. Pada edisi cetak tahun 2011 kali ini cerpen Ketika Mas Gagah Pergi yang dulu 15 halaman kini menjadi novellet 64 halaman.

Sama seperti novellet Ketika Mas Gagah Pergi, cerpen lain dalam buku ini sarat akan nilai-nilai keislaman yang diselipkan dalam permasalahan yang kerap ditemui di Indonesia sebagai konflik pada cerpen-cerpen di dalamnya. Buku ini mengandung sangat banyak hikmah yang dapat dipetik dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari karena kisahnya yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Pemilihan diksi yang terkesan santai dan merupakan kata yang sering diucapkan dalam keseharian akan membuat pembaca nyaman ketika membaca dan tidak akan terbebani oleh kata-kata dalam buku ini.

Hal yang kurang dalam buku ini adalah pemilihan latar yang kurang bervariasi. Latar, kampus, dan kebiasaan menulis yang digeluti tokoh antar satu cerpen ke cerpen lain masih cenderung sama meskipun tidak semua. Namun kesamaan-kesamaan ini tidak terlalu mempengaruhi karena yang terpenting adalah substansi masing-masing cerita. Namun hal ini dapat menciptakan kebosanan pada sebagian pembaca.

Buku ini sangat cocok dibaca oleh para remaja karena di dalamnya kita akan menemukan sosok-sosok yang patut untuk diteladani dan dicontoh untuk jati diri. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan buku ini juga di baca oleh kalangan dewasa karena hikmah-hikmah dari ceritanya dapat diambil oleh siapapun yang ingin belajar dari cerita-ceritanya. Dari buku ini, kita bisa meneladani sosok Mas Gagah maupun tokoh-tokoh lain yang diceritakan di dalamnya. Meneladani untuk memperkaya diri dengan wawasan Islam, maupun menyebarkannya sebagai rahmatan lil 'alamin.