Pages

Rabu, 12 Februari 2014

[Resensi#6] Amelia ; Kisah Si Bungsu yang Paling Teguh Hatinya, Paling Kuat Pemahaman Baiknya

Judul Buku          : Amelia (Serial Anak-anak Mamak)
Penulis                 : Tere Liye
ISBN                      : 978-602-8997-73-7
Penerbit              : Republika Penerbit
Ketebalan           : vi + 392 halaman
Ukuran                 : 13,5 x 20,5 cm

Inilah kisah Amelia, si bungsu dari empat anak-anak Mamak. Anak yang paling teguh hatinya, yang paling kuat pemahaman baiknya.

Novel ini, seperti tiga buku sebelumnya yang menceritakan kisah kakak-kakaknya (Eliana, Pukat, dan Burlian), menceritakan hari-hari Amelia, anak bungsu dari keluarga Syahdan. Amelia yang benci dirinya terlahir sebagai anak bungsu, yang menurutnya membuat dirinya disuruh-suruh kakak sulungnya, Eliana, juga diledek dua kakak laki-lakinya, Pukat dan Burlian. Hingga pada puncak kekesalannya, Amelia mengerjai kakaknya, Eliana, hingga ia marah besar. Sekalipun Bapak malam itu langsung mengajaknya bicara, sampai saat itu Amel masih belum mengerti, di mana letak kasih sayang Kak Eli pada dirinya.

Amelia yang memiliki teman dengan nama paling aneh sekecamatan, Chuck Norris, biang ribut sekolah yang sering membuat masalah. Tapi entah mengapa Pak Bin, satu-satunya guru di sekolahnya malah memintanya untuk membantu Norris belajar. Amelia mencoba bersabar menghadapi kenakalan temannya itu. Sampai suatu ketika, ia mengetahui masa lalu Norris. Sejatinya, Norrris tidak nakal. Ia hanya tumbuh dengan segala pemberontakan masa kanak-kanak.

Amelia yang tidak mau menjadi ‘penunggu rumah’. Hal yang pada saat itu merupakan tradisi kampungnya. Anak bungsu adalah ‘penunggu rumah’, tidak kemana-mana. Menjaga orang tua serta rumah dan lading di kampung saja. Tidak pergi jauh ke pelosok dunia. Tidak bisa jadi apa-apa. Walaupun saat ini ia masih belum mengetahui apa cita-citanya. Amelia sungguh ingin melihat dunia luas serta melakukan hal-hal hebat. Dan ia sungguh takut jika kelak ia akan benar-benar hanya menjadi ‘penunggu rumah’.

Amelia yang memahami penjelasan Pak Bin di kelas tentang bibit tanaman baik yang akan menumbuhkan tanaman baik. Yang hasil panennya dapat mencapai tiga sampai empat kali lipat hasil panen penduduk kampung sekarang. Ia ingin sekali penduduk kampung lebih sejahtera jika menggunakan bibit-bibit terbaik pada ladangnya. Tidak terus-terusan bertani dengan cara-cara lama para leluhur, melainkan menggunakan cara-cara yang berdasar pada ilmu pengetahuan. Namun Amelia juga sadar, mengubah cara bertani penduduk tidak akan mudah. Amelia terus berusaha sekuat tenaga agar mimpinya itu dapat tercapai.
***
Novel ini jika dilihat dari konflik seta runtutan ceritanya mungkin tidak terlalu spesial. Menceritakan kisah sehari-hari seorang anak bungsu bernama Amelia. Menceritakan kisah sekolahnya, teman-temannya, kesehariannya di rumah, di pengajian, obrolan-obrolan singkat bersama Wak Yati—kakak Bapak, perjalanan ke hutan bersama Paman Unus—adik Mamak, rutinitas kampung tempat Amel tinggal, serta rutinitas keseharian seperti yang mungkin dialami juga oleh orang lain pada umumnya.

Lantas apa yang membuat buku ini spesial? Sampai pada testimoni di cover belakang buku ini tertulis bahwa Serial Anak-anak Mamak adalah potret keluarga impian, kisah yang mengharukan sekaligus penuh dengan bersitan hikmah.

Jawabannya adalah karena kisah-kisah yang merupakan rutinitas keseharian biasa dikemas dengan cara yang tidak biasa. Keseharian-keseharian Amelia sesekali akan mengusik benak kita bahwa mungkin kita pernah dihadapkan pada persoalan yang sama, namun berbeda cara penanganannya. Sosok-sosok dalam buku ini mampu memberikan teladan yang baik bagi para pembaca. Pemahaman-pemahaman serta nilai-nilai baik yang terkandung tidak hanya disampaikan lewat teori atau nasihat semata namun juga dilakukan oleh tokoh-tokohnya. Membuat pembaca benar-benar merasakan bahwa tokoh-tokoh dan konflik-konflik dalam cerita memang ada dan nyata.

Bagian yang paling menyentuh adalah ketika Amelia datang ke rumah Norris. Ia datang ketika ia merasa sudah tidak mampu lagi bersabar pada Norris. Ketika telah jelas Norris membanting semua kebaikan yang diberikan. Amelia datang terengah-engah karena berlari menerobos hujan, berteriak-teriak sambil susah payah menahan tangis. Amelia membentak Norris di hadapan Bapaknya. Bentakan yang akhirnya mengubah keadaan keluarga Norris tanpa Amelia sadari. Bentakan yang membuat pembaca merasakan rasa haru yang luar biasa.


Novel Amelia, seperti Serial Anak-anak Mamak lainnya, mampu memberikan teladan bagi keluarga. Novel ini cocok dibaca oleh usia berapapun, karena di dalamnya terdapat teladan bagi seluruh anggota keluarga. Novel ini merupakan cerita sederhana yang dapat memberikan pemahaman serta  penanaman nilai-nilai kebaikan, tidak hanya dalam lingkup keluarga namun juga dalam bermasyarakat.

2 komentar:

  1. Huhu, (hampir) selalu suka dengan novelnya Tere Liye. Mengupas hal sederhana dengan luar biasa. *Buku inceran pas pulang ke Indo :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. aaa sabar ya niiis, semangat kuliah di Jepangnya, nanti semoga bisa segera baca novel2 indo lagi ya XD

      Hapus