Pages
▼
Kamis, 30 Mei 2019
Senin, 27 Mei 2019
Pulang ke Rumah
Foto Jumat 3 Mei 2019 |
Jumat 3 Mei 2019, aku pulang dengan kecamuk perasaan tertentu. Ada sedikit lega karena beberapa hal tertentu. Meski demikian, kesempatan pelatihan dan karantina ini aku apresiasi karena sangat penting untuk milestone timku.
Setelah postingan rinduku yang ini dan beberapa tulisan setelahnya. Akhirnya aku pulang, meski belum ke rumah, tapi ke kantor yang bentuknya alhamdulillah rumah juga (hehe, kadang aku khawatir kalau pindah kantor terus bentuknya nggak se-homey yang sekarang). Segitu kangennya dan senangnya aku ke kantor, aku bicara banyak pantes ya kalau lagi ga mau bicara keliatan kenapa-napa). Aku share tentang cerita bangunin anak dan ganti lampu dari materi mbti ke orang di ruangan, aku hepi ketemu temen-temen, bahkan Nadung manggil aku Kak Gembul sepulang pelatihan pun aku hepi-hepi aja (yha gimana nad aku nginep di tempat yang provide makanan sangat banyak #alesan).
Sampai waktu antri wudhu maghrib, karena jumat itu ada KIP (aku masih ingat coba karena aku benar-benar pengen kajian tarhib ramadhan walau kurang sesuai ekspektasiku) dan ceciwi jamaahan maghrib di kantor, Mbak Dian tanya. Kayaknya karena aku keliatan sumringah banget.
"Fitri kenapa?"
"Ha, kenapa Mbak?"
"Iya, kayaknya lagi seneeeng banget." Atau apa gitu wordingnya aku lupa. Pekan lalunya waktu aku lagi ngobrol berdua sama Kak Citra juga Mba Dian bilang aku terlihat lebih glowing atau berseri-seri gitu. Padahal kan itu jabatan Abidah, susah juga ngalahin dia di bidang hepi kayaknya.
Aku bingung, gatau juga aku kenapa.
"Lagi jatuh cinta yaaa?"
Wakaka. Ini lebih membingungkan lagi. "Haaa, Mbak Dian pengalaman dan curhat yaa kalau lagi jatuh cinta kayak gitu." Aku menyerang balik. Orang-orang ketawa.
Lalu giliranku wudhu. Saat mau berwudhu, aku kepikir satu hal.
Kayaknya aku seneng banget, karena akhirnya aku pulang ke rumah deh....
Home is a place you can be yourself, right?
Lalu aku tersenyum. Pertanyaanku tentang kenapa aku seneng banget, yang juga tadinya aku gatau jawabannya, tuntas terjawab.
Ibuk
Ibuk, dalam bahasaku Ummi.
"Mbak, pulang jam berapa?"
Sampai rumah.
"Itu tadi buat Mbak Fitri belum digorengin, soalnya Mbak Fitri kan suka yang anget jadi gorengnya pas udah pulang aja."
Kadang-kadang akunya yang malah belum balas jam berapa, sehingga Ummi jadi gatau mesti goreng jam berapa. Padahal, untuk alasan semengharukan itu Ummi nanya jam. Karena tau anaknya suka banget makanan anget baru mateng huhu. Mau gorengin sebelum aku pulang banget biar aku nyampe masih anget.
atau.
"Buat Mbak Fitri yang masih ada di serokan (peniris minyak) deket wajan ya. Tadi digorengnya paling belakangan biar anget."
atau.
"Punya Mbak Fitri yang ada di serokan (peniris minyak) deket wajan, itu semua pakai tepung pedes."
atau.
"Kangkung buat Mba Fitri yang diwajan ya. Yang di sana cabe rawitnya Ummi hancurin biar pedes. Kasian kalau dicampur sama adik-adik."
Padahal ga pernah rikues. Tapi Ummi tau aku suka bilang ga pedes untuk takaran yang kata Ummi udah pedes.
atau.
"Mbak, tadi Ummi beli ini." Nunjukin semacam risol yang dibikin pake kulit lumpia, yang tepungnya terlihat krispi sekali dan membuat gaya hidup sehatku ramadhan ini goyah, wkwkwk.
Tapi di piring-piring buat buka puasa juga ada.
"Ummi pisahin, soalnya ini keliatannya paling crispy. Mbak Fitri kan sukanya yang tepungnya kayak gini."
Aku tulis karena haru gegara barusan saja Ummi pamit mau beli sayur.
Baru jalan beberapa jenak, lalu kembali ke rumah. Tergopoh-gopoh.
"Lupa, janji bangunin Fafa jam setengah tujuh."
Lalu bergegas mengambil ponselnya. Menelepon.
"Mbak, pulang jam berapa?"
Sampai rumah.
"Itu tadi buat Mbak Fitri belum digorengin, soalnya Mbak Fitri kan suka yang anget jadi gorengnya pas udah pulang aja."
Kadang-kadang akunya yang malah belum balas jam berapa, sehingga Ummi jadi gatau mesti goreng jam berapa. Padahal, untuk alasan semengharukan itu Ummi nanya jam. Karena tau anaknya suka banget makanan anget baru mateng huhu. Mau gorengin sebelum aku pulang banget biar aku nyampe masih anget.
atau.
"Buat Mbak Fitri yang masih ada di serokan (peniris minyak) deket wajan ya. Tadi digorengnya paling belakangan biar anget."
atau.
"Punya Mbak Fitri yang ada di serokan (peniris minyak) deket wajan, itu semua pakai tepung pedes."
atau.
"Kangkung buat Mba Fitri yang diwajan ya. Yang di sana cabe rawitnya Ummi hancurin biar pedes. Kasian kalau dicampur sama adik-adik."
Padahal ga pernah rikues. Tapi Ummi tau aku suka bilang ga pedes untuk takaran yang kata Ummi udah pedes.
atau.
"Mbak, tadi Ummi beli ini." Nunjukin semacam risol yang dibikin pake kulit lumpia, yang tepungnya terlihat krispi sekali dan membuat gaya hidup sehatku ramadhan ini goyah, wkwkwk.
Tapi di piring-piring buat buka puasa juga ada.
"Ummi pisahin, soalnya ini keliatannya paling crispy. Mbak Fitri kan sukanya yang tepungnya kayak gini."
Aku tulis karena haru gegara barusan saja Ummi pamit mau beli sayur.
Baru jalan beberapa jenak, lalu kembali ke rumah. Tergopoh-gopoh.
"Lupa, janji bangunin Fafa jam setengah tujuh."
Lalu bergegas mengambil ponselnya. Menelepon.
Cerita Pagi
Pagi ini antara sahur ke subuh baca tumblr salah seorang sahabat baik. Menangis haru, entah karena apa. Bisa jadi karena ceritanya, tapi yang lebih kurasakan adalah, karena aku merasa ia menjadi diri sendiri. Aku tahu sedikit tentang ceritanya sejak pekan lalu, yang diceritakan secara mendadak sambill satu dua tetes air mata yang mengalir. Kini kutahu sebagian besarnya. Penerimaan orang tuanya, persilakan atas dirinya yang ingin ke mana untuk melepas lelah, kehangatannya terhadap anak-anak dan orang kecil, dan kehangatan keluarga.
Tapi yang paling membuat haru, sepertinya, karena apa yang ia sampaikan dari hati, akan sampai ke hati pula. Sabarnya, syukurnya, rasa nyamannya terhadap dirinya sendiri. Karena ia jujur dalam menulisnya. Menjadi dirinya sendiri.
Lalu aku share link itu ke whatsappnya. Aku bilang
I am cry to read this
Thank you for sharing (my friend's name). Just be yourself, ya. Your most honest your own self.
Me, who love you. As always :)
Aku, bukannya tidak pernah ada kese-kesel lucu atau sedih terhadap respon temanku suatu waktu. Tapi aku menyayanginya, sebagaimana biasanya. Jadi tak ragu kutulis as always dalam pesanku. Yang itu, biarlah. Setiap orang satu dua punya perbedaan persepsi dan apa yang penting dalam hidupnya.
Kemudian aku beranjak shalat. Lalu aku teringat pesan seseorang, tentang menjadi diri sendiri. Mengingat momen pertama aku menangis setelah membaca pesannya. Aku menangis lagi. Sudah tak tahu porsi menangisnya karena yang mana. Karena cerita temanku, atau karena pesan itu. Syukurku rasanya penuh. Menjadi diri sendiri, dan diterima orang lain, mungkin adalah salah satu hal berharga dalam hidup. Dan semoga bisa menjadikan diri ini menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi. Tangis kecil yang kubawa pada qobliyah subuhku.
Diterima tanpa tuntutan, kata akun @rabbitholeid yang pernah saya baca di sini, justru membuat kita jadi terpacu, untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Aku berpikir-pikir. Abi dan Ummi pernah menuntutku apa ya. Ah, sepertinya tidak. Justru di ketidaktuntutan itu mungkin aku lebih baik daripada ketika aku dituntut bisa sepeda di kelas yang sudah berbilang tinggi semasa SD. Entah, aku sulit mengingat-ingat. Tapi menjadi orang tua tentu super kompleks. Semoga Allah lapangkan sabarnya, Allah luaskan hatinya.
Pagi masih berjalan. Suatu hal terjadi di rumah. Tidak bisa aku ceritakan. Tapi batinku hanya satu, ternyata dari sekian banyak doa egois untuk diri sendiri, masih banyak doa yang dibutuhkan untuk keluarga ini. Hal-hal kecil-kecil. Doa yang spesifik-spesifik. Kadang, jadi pilu sendiri. Dan muncul ketakutan kalau terduplikasi. Semoga saja tidak. Pada beberapa case, menerima seseorang adalah termasuk menerima keluarganya juga. Ah, bahkan satu dua adalah berupa keluarga besar.
Aku mencuci piring. Usainya, aku membuka ponselku.
Temanku membalas
🥰❤ Thankyou fitri. Me, who also love you as always
Tapi yang paling membuat haru, sepertinya, karena apa yang ia sampaikan dari hati, akan sampai ke hati pula. Sabarnya, syukurnya, rasa nyamannya terhadap dirinya sendiri. Karena ia jujur dalam menulisnya. Menjadi dirinya sendiri.
Lalu aku share link itu ke whatsappnya. Aku bilang
I am cry to read this
Thank you for sharing (my friend's name). Just be yourself, ya. Your most honest your own self.
Me, who love you. As always :)
Aku, bukannya tidak pernah ada kese-kesel lucu atau sedih terhadap respon temanku suatu waktu. Tapi aku menyayanginya, sebagaimana biasanya. Jadi tak ragu kutulis as always dalam pesanku. Yang itu, biarlah. Setiap orang satu dua punya perbedaan persepsi dan apa yang penting dalam hidupnya.
Kemudian aku beranjak shalat. Lalu aku teringat pesan seseorang, tentang menjadi diri sendiri. Mengingat momen pertama aku menangis setelah membaca pesannya. Aku menangis lagi. Sudah tak tahu porsi menangisnya karena yang mana. Karena cerita temanku, atau karena pesan itu. Syukurku rasanya penuh. Menjadi diri sendiri, dan diterima orang lain, mungkin adalah salah satu hal berharga dalam hidup. Dan semoga bisa menjadikan diri ini menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi. Tangis kecil yang kubawa pada qobliyah subuhku.
Diterima tanpa tuntutan, kata akun @rabbitholeid yang pernah saya baca di sini, justru membuat kita jadi terpacu, untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Aku berpikir-pikir. Abi dan Ummi pernah menuntutku apa ya. Ah, sepertinya tidak. Justru di ketidaktuntutan itu mungkin aku lebih baik daripada ketika aku dituntut bisa sepeda di kelas yang sudah berbilang tinggi semasa SD. Entah, aku sulit mengingat-ingat. Tapi menjadi orang tua tentu super kompleks. Semoga Allah lapangkan sabarnya, Allah luaskan hatinya.
Pagi masih berjalan. Suatu hal terjadi di rumah. Tidak bisa aku ceritakan. Tapi batinku hanya satu, ternyata dari sekian banyak doa egois untuk diri sendiri, masih banyak doa yang dibutuhkan untuk keluarga ini. Hal-hal kecil-kecil. Doa yang spesifik-spesifik. Kadang, jadi pilu sendiri. Dan muncul ketakutan kalau terduplikasi. Semoga saja tidak. Pada beberapa case, menerima seseorang adalah termasuk menerima keluarganya juga. Ah, bahkan satu dua adalah berupa keluarga besar.
Aku mencuci piring. Usainya, aku membuka ponselku.
Temanku membalas
🥰❤ Thankyou fitri. Me, who also love you as always
Sabtu, 25 Mei 2019
Buku dan Keluarga
Couldn't be agree more. Ada banyaaaak sekali hal yang ingin aku tulis dan diskusikan tentang ini. Terutama setelah mengamati beberapa buku anak pekan ini dan dibilangi soal packaging buku Februari kemarin.
.
Semoga Allah jadikan kita pribadi-pribadi pembelajar, ya.
Aku, yang sedang tidak ingin menulis tapi dak bisa menahan kalau tentang ini :" ya walau gimmick dan spoilernya aja. Dan belum ngebahas juga si. Ini aja ga ada inti tulisan akunya.
Kamis, 23 Mei 2019
Selasa, 21 Mei 2019
Mendahulukan yang Lain
Kemarin waktu bagi-bagi takjil, di kresek-kresek terakhir yang seseorang dari tim kami di #lampumerahgaknyebrang (wkwk) berikan, seorang perempuan berhijab, rapi, di balik maskernya bilang, "Nggak usah, buat yang lain aja, terima kasih." redaksinya mungkin gak sama persis tapi intinya begitu.
Terus habis itu karena gak lama kemudian udahan, aku ngobrol sama Kak Rifda. Inti obrolannya adalah, kami (atau aku) jadi belajar, bahwa ada lho orang yang mendahulukan orang lain, ketika ia sendiri merasa cukup dengan apa yang ia punya atau ia usahakan untuk nanti berbuka. Aku sendiri jadi belajar buat gak oportunis, kadang kan dibagiin apa pengen gitu yak. Terus sempet jadi kepikir juga sih, kalau dia mempersilakan jatah takjil (yang isinya juga ada makan beratnya) ke orang lain, dia dapat pahala memberi makan orang berbuka puasa juga nggak ya?
Wallahu a'lam bishshawab. Perhitungan amal dan pahala ada di sisi Allah. Tapi aku jadi belajar. Setidaknya, semoga mbaknya dapat pahala karena kami jadi belajar sesuatu. :)
Terus habis itu karena gak lama kemudian udahan, aku ngobrol sama Kak Rifda. Inti obrolannya adalah, kami (atau aku) jadi belajar, bahwa ada lho orang yang mendahulukan orang lain, ketika ia sendiri merasa cukup dengan apa yang ia punya atau ia usahakan untuk nanti berbuka. Aku sendiri jadi belajar buat gak oportunis, kadang kan dibagiin apa pengen gitu yak. Terus sempet jadi kepikir juga sih, kalau dia mempersilakan jatah takjil (yang isinya juga ada makan beratnya) ke orang lain, dia dapat pahala memberi makan orang berbuka puasa juga nggak ya?
Wallahu a'lam bishshawab. Perhitungan amal dan pahala ada di sisi Allah. Tapi aku jadi belajar. Setidaknya, semoga mbaknya dapat pahala karena kami jadi belajar sesuatu. :)
R, yang Takut Tidak Sampai Usianya
Beberapa hari lalu sempat dapat cerita dari R, salah seorang teman yang sudah sekitar 30 bulan seatap. Lima belas juni esok dia insya Allah akan menikah. Sedikit kisahnya sudah pernah kami ketahui waktu dulu ia cerita-cerita ketika kami masih tinggal di bawah atap yang sama, di hari ulang tahunnya. Usianya lebih tua dariku sebenarnya, tapi karena sempat mengulang sbmptn jadinya angkatan kuliahnya dibawahku. Anaknya menyenangkan, suka belajar, dan luas pergaulannya.
Ada kata-kata yang aku suka dari ceritanya waktu dia cerita tentang kekhawatiran menuju pernikahan.Katanya sih overall tidak ada, dan hanya tersisa satu hal.
"Tp ada ko kaa, smpe skrg msh khawatir sm 1 hal,
Nympe ga ya umurku? nympe ga ya umurnya?
Soalnya apa ya ka, aku blm siap bekal ke kubur, sedangkan dr jalan menikah ini in sya Allah bs banyak pundi" pahala, kebaikan yg sama" akan kami dapat, smg masih Allah sampaikan ya ke ibadah terpanjaaang, jd ibu berjuangnya diitung kan ya ka sm Allah jg ka :')"
R yang suka dipanggil mama-chan. Terlihat bocil namun tidak. Kekhawatiran justru soal kematian, hal yang memang paling dekat dibanding apapun.
Semoga Allah sampaikan Ma. Biar seluruh pundi-pundi kebaikan bisa kamu dapatkan, menjadi bekal ke akhirat kelak. Aamiin.
Salam sayang,
Fitri yang kagum.
Racau Malam Hari, Membaca Kembali, Menulis, Sabtu Bersama Bapak
menemukan gambar ini, di sela-sela pencarian akan sesuatu. tertanggal 3 april 2016, tanggal yang sama tiga tahun kemudian, ada file yang dikirim, dan baru saya baca tadi pagi, karena penerimanya lupa meneruskan. tapi tidak apa-apa.
kenapa pengen pos? ga kenapa-napa. dan bukan karena kebetulan sama tanggalnya. saya nyadar sama juga pas udah mau upload. saya jadi mengenang buku ini. salah satu buku yang baik untuk dibaca. Sabtu Bersama Bapak. Sebelumnya, saya pernah pos di sini, beserta pesan yang amat manis yang saya tulis kembali di bagian akhir. karena fotonya sangat terbatas, dengan hp sekenan dari abi, yang sebenarnya dulunya juga abi beli seken di 2011 (jadi da akunya mah pengguna ketiga kayaknya). buram, sulit dibaca, tapi masih menyimpan kenangan.
Filmnya udah ada. tapi hasil ngobrolin sama Abidah, saya yang belum pernah nonton filmnya menyimpulkan bagusan bukunya daripada film. Karena ada part yang saya ingat namun tidak ada di film, kata Abidah yang sudah nonton tapi belum baca. Jadi dak lengkap. Saya ada bukunya kalau mau pinjam.
omong-omong kenangan, terkait file yang baru tadi pagi saya baca itu. Sempat menyebut blog saya. lantas tadi siang saya pergi ke blog saya di Maret 2019, sekiaran tulisan itu dikirim.
Waktu berlalu, Maret ke Mei baru berjeda sejenak. Tapi kadang saya jadi bisa mengingat kembali perasaan-perasaan yang ada lewat tulisan. Ada tulisan tentang keberkahan waktu yang akhirnya muncul juga di Mei ini. tulisan interaksi dengan Alquran yang belum ada. Dan tulisan-tulisan lain. Yang saya ingat perasaannya. Harapnya, cemasnya, ingin ikut berjuangnya, rindunya, momen dngerin ust Hanan Attakinya, dan lain sebagainya.
Tulisan tadi juga membuat saya membuka kembai file yang pernah saya tulis sebelumnya yang membuat dokumen yang lupa diforward itu ada. Lalu mengingat file lain sebelumnya. Takjub dengan hal-hal yang saya tulis sendiri.
Setiap tulisan menyimpan informasi. Satu dua menyimpan harapan besar.
Momen waktu kita, atau baiklah, diri ini membaca, tentu punya kesan tersendiri. Kemudian setelah jeda lama, mungkin sudah lupa lagi.
Jadi berpikir, ada baiknya, meluangkan waktu, untuk membaca kembali apa yang pernah dituliskan. Sendiri atau bersama, umpama target-target kuartal kantor. Agar ingat kembali, ke mana harapan pernah dibawa, dan ditambatkan, untuk mengejar ridha yang kuasa. Dengan cara apa, yang sempat dicanangkan masing-masing, untuk diwujudkan, sendiri atau bersama-sama.
Benar-benar merasa perlu, membaca kembali sesuatu yang barangkali sudah dilupa. Agar diri ini ingat, berpikir sebab akibat dan serius itu memang perlu. #ntms
***
Tadi pulang kepikir, kenapa ya aku suka sekali menulis hal-hal. Walau yang gini-gini aja. Sekedar racau atau coretan.
Dulu jaman sekolah aku punya buku harian. Ada sampai aliyah walau waktu SD ga sering diisi, SMP awal lumayan, lalu jarang karena surat-suratan sama kaka kelas kali ya wkwkwk (cewek kok, uwe kan smp cewe semua), dan aliyah, apalagi menjelang akhir, deras sekali tinta pulpennya. Tidak ada laptop yang kubawa, dan menjadi i dengan sulit memulai cerita, sekaligus menjadi orang yang suka mengenang, butuh media menuangkan isi kepalanya. Kadang nulis blog juga sih kalau dapat komputer perpus atau labsis yang berinternet. Atau saat libur reguler maupun panjang.
Lepas aliyah, pegang laptop. Nulis di buku ujungnya ketiduran. Akhirnya jadi lari ke blog kembali. Walau kalau di blog emang ga bisa se ga disaring buku harian ya. Namun setidaknya, membantu melegakan. Dan membantu mengingat banyak hal, termasuk perasaan saat mengalami a b c kehidupan. Cuman ya gitu, kadang kasihan yang baca, kalau ada itu juga.
Jadi intinya mah blog ini emang bukan dibuat untuk menginspirasi. Meski jika kamu sudah terlanjur mampir, semoga ada manfaat yang bisa diambil.
Salam, Fitri
Hari ini nggak ada masalah berarti alhamdulillah
namun rupanya aku masih kalah
sama pertanyaan di ujung jari yang membuat aku bolak balik dan berpikir berlebihan
sama pertanyaan nyebelin sok-sok minta cerita
sama diri ini yang manja sama diri sendiri.
.
Terima kasih Allah
kenapa pengen pos? ga kenapa-napa. dan bukan karena kebetulan sama tanggalnya. saya nyadar sama juga pas udah mau upload. saya jadi mengenang buku ini. salah satu buku yang baik untuk dibaca. Sabtu Bersama Bapak. Sebelumnya, saya pernah pos di sini, beserta pesan yang amat manis yang saya tulis kembali di bagian akhir. karena fotonya sangat terbatas, dengan hp sekenan dari abi, yang sebenarnya dulunya juga abi beli seken di 2011 (jadi da akunya mah pengguna ketiga kayaknya). buram, sulit dibaca, tapi masih menyimpan kenangan.
Filmnya udah ada. tapi hasil ngobrolin sama Abidah, saya yang belum pernah nonton filmnya menyimpulkan bagusan bukunya daripada film. Karena ada part yang saya ingat namun tidak ada di film, kata Abidah yang sudah nonton tapi belum baca. Jadi dak lengkap. Saya ada bukunya kalau mau pinjam.
omong-omong kenangan, terkait file yang baru tadi pagi saya baca itu. Sempat menyebut blog saya. lantas tadi siang saya pergi ke blog saya di Maret 2019, sekiaran tulisan itu dikirim.
Waktu berlalu, Maret ke Mei baru berjeda sejenak. Tapi kadang saya jadi bisa mengingat kembali perasaan-perasaan yang ada lewat tulisan. Ada tulisan tentang keberkahan waktu yang akhirnya muncul juga di Mei ini. tulisan interaksi dengan Alquran yang belum ada. Dan tulisan-tulisan lain. Yang saya ingat perasaannya. Harapnya, cemasnya, ingin ikut berjuangnya, rindunya, momen dngerin ust Hanan Attakinya, dan lain sebagainya.
Tulisan tadi juga membuat saya membuka kembai file yang pernah saya tulis sebelumnya yang membuat dokumen yang lupa diforward itu ada. Lalu mengingat file lain sebelumnya. Takjub dengan hal-hal yang saya tulis sendiri.
Setiap tulisan menyimpan informasi. Satu dua menyimpan harapan besar.
Momen waktu kita, atau baiklah, diri ini membaca, tentu punya kesan tersendiri. Kemudian setelah jeda lama, mungkin sudah lupa lagi.
Jadi berpikir, ada baiknya, meluangkan waktu, untuk membaca kembali apa yang pernah dituliskan. Sendiri atau bersama, umpama target-target kuartal kantor. Agar ingat kembali, ke mana harapan pernah dibawa, dan ditambatkan, untuk mengejar ridha yang kuasa. Dengan cara apa, yang sempat dicanangkan masing-masing, untuk diwujudkan, sendiri atau bersama-sama.
Benar-benar merasa perlu, membaca kembali sesuatu yang barangkali sudah dilupa. Agar diri ini ingat, berpikir sebab akibat dan serius itu memang perlu. #ntms
***
Tadi pulang kepikir, kenapa ya aku suka sekali menulis hal-hal. Walau yang gini-gini aja. Sekedar racau atau coretan.
Dulu jaman sekolah aku punya buku harian. Ada sampai aliyah walau waktu SD ga sering diisi, SMP awal lumayan, lalu jarang karena surat-suratan sama kaka kelas kali ya wkwkwk (cewek kok, uwe kan smp cewe semua), dan aliyah, apalagi menjelang akhir, deras sekali tinta pulpennya. Tidak ada laptop yang kubawa, dan menjadi i dengan sulit memulai cerita, sekaligus menjadi orang yang suka mengenang, butuh media menuangkan isi kepalanya. Kadang nulis blog juga sih kalau dapat komputer perpus atau labsis yang berinternet. Atau saat libur reguler maupun panjang.
Lepas aliyah, pegang laptop. Nulis di buku ujungnya ketiduran. Akhirnya jadi lari ke blog kembali. Walau kalau di blog emang ga bisa se ga disaring buku harian ya. Namun setidaknya, membantu melegakan. Dan membantu mengingat banyak hal, termasuk perasaan saat mengalami a b c kehidupan. Cuman ya gitu, kadang kasihan yang baca, kalau ada itu juga.
Jadi intinya mah blog ini emang bukan dibuat untuk menginspirasi. Meski jika kamu sudah terlanjur mampir, semoga ada manfaat yang bisa diambil.
Salam, Fitri
Hari ini nggak ada masalah berarti alhamdulillah
namun rupanya aku masih kalah
sama pertanyaan di ujung jari yang membuat aku bolak balik dan berpikir berlebihan
sama pertanyaan nyebelin sok-sok minta cerita
sama diri ini yang manja sama diri sendiri.
.
Terima kasih Allah
Senin, 20 Mei 2019
Menerima Diri Sendiri (2)
Menerima diri sendiri sekecil
-menerima kalau diri ini capek, sehingga belum bisa seproduktif yang lain.
-menerima kalau aktivitas suatu hari melebihi hari yang lain, sehingga target tilawahnya jauh dari yang diinginkan (at that time aku kebayang, oh ini ya rasanya buibu yang target ngajinya gabisa kayak waktu single karena pasti adaaaa aja hal-hal yang meminta perhatian lebih dari anak, bahkan anak sebesar Fatih pun, sebagaiman aaku melihat Ummi sejak beberapa tahhun silam saat aku masih kuliah)
-menerima kalau diri ini bisa jauh lebih lelah dari baisanya, sehingga sisa harinya kepake buat tidur terus, tapi belajar biar nggak kebablasan
-menerima kalau agenda dakwah semestinya menjadi prioritas, dan belajar gimana ngaturnya biar bisa jadi prioritas-setidaknya sama pentingnya sama rutinitas sehari-hari
-menerima kalau diri ini memang tidak sempurna, dan sebagaimana demikian, karena berarti masih ada ruang untuk tumbuh
-menerima bahwa oh emang diri ini mudah sekali lelah, mungkin karena ternyata jarang ya olahraga
-menerima bahwa bolak balik sejak jam setengah enam kantor-tempat agenda pekanan yang lebih jauh dari rumahku lalu ke depok lagi yang lebih jauh dari jarak sebelumnya ke kantor, lalu mampir kantor untuk ambil barang dan sampai rumah, baru istirahat sejenak sudah harus pergi ke agenda sore, kayaknya kecil dan sepele, tapi buat tubuh ini emang mungkin nggak mudah melaluinya
-menerima bahwa setelah itu aku ketiduran berkali-kali sepanjang perjalanan pulang, setelah terakhir melakukannya Februari 2018
-menerima bahwa susah sekali memotong obrolan hanya untuk pulang duluan dan buka puasa
-menerima bahwa aku adalah kakak dari adik-adik yang kadang mereka berisik di saat aku butuh waktu yang tenang
-menerima bahwa aku adalah dominan i yang kalau sudah banyak sekali terserap energinya oleh kegiatan luar dan interaksi, aku butuh diam, menyendiri, menarik diri dari obrolan, memberi energi untuk diriku sendiri. tapi belum ada waktu untuk itu.
-menerima segala kekhawatiran dan menjadi titik untuk bergantung ke Allah, dengan lebih menghamba
-menerima bahwa tanggal merah barengan sama hari ahad, rasanya ga ikhlas karena aku pengen satu hari lagi buat istirahat
-menerima bahwa keinginan untuk cuti hanya karena pengen istirahat tidak semudah itu
-menerima bahwa orang lain bisa begitu mudah mengiyakan akad lalu mengcancelnya dengan alasan pribadi, yang sesungguhnya rasanya diri ini pun ingin kabur dari amanah yang ada, sesekali
-menerima kalau memang pada saat tertentu perempuan secara hormonal didesain untuk tidak stabil
-menerima bahwa memang ada fase hidup yang membutuhkan perhatian lebih, yang kadang lelah, tapi semestinya bisa senang menjalaninya
-menerima kalau ada teman yang pemahamannya masih jauh sehingga memang sulit menyampaikan hal yang di mata dia ga ideal
-menerima bahwa diri ini kadang kehasut hal-hal ga guna atau membuang waktu, hal-hal yang ga disukai Allah. putuskan kapan harus berhenti.
-menerima pikiran pikiran nanti gimana ya sepanjang materi
-menerima kegemasan diri ini pengen sharing ke orang lain setelah dapat materi kemarin dan hari ini (materi yang berbeda), tapi memang perlu ditahan. tidak bisa sekarang
-menerima kalau diri ini level berjuang dan anticapeknya belum setegar Ummi dan barangkali seluruh ibu di dunia, huhu ini supersalut sih sama semua ibu
-menerima bahwa ada notifikasi chat yang terlihat kuabaikan gegara kukebablasan tidurnya
-menerima bahwa kadang aku pengen rasanya keluar dari keramaian notifikasi wa, uninstal atau left semua grup sementara, saking crowdnya
-menerima kalau Allah kadang kasih hal yang tidak kita suka, justru itu bisa belajar dan membuat kita deket sama Allah, tidak melulu memintanya hilang adalah pilihan terbaik
nggakpapa ya diri, kita belajar ya.
maaf ya kalau aku meminta terlalu banyak, kalau aku menuntut terlalu ideal, kalau aku merasa kesel kenapa kok kayaknya gampang banget capek, kalau aku merasa nggak ada yang nemenin, kenapa aku berkutat di hal-hal dan pikiran itu-itu aja, kenapa aku dan kenapa aku lainnya....
Bersyukur
-Abi dan Ummi dukung kegiatan-kegiatan itu
-Abi dan Ummi kasih izin aku ngapa-ngapain
-Kantor memberi aku ruang untuk belajar hal baru
-Bisa belajar dari para guru dan ibu-ibu, ketika jawaban anaknya usia berapa tidak bisa aku jawab dengan angka, haha
-Abi mau kembali ke masjid lagi buat pinjem barang yang tadi lupa ketika aku sudah menitip
-Abi mau bukain pager
-Abi Ummi mau belajar dari orang lain
-Ummi mau maklum karena komitmen keluarga untuk menjadi pribadi yang bermanfaat buat sekitar, walaupun aku jadi nggak bantuin Ummi nyiapin takjil dan beberes rumah, dan ummi sama sekali nggak keberatan karena kembal lagi, semangat agar keluarga ini bisa kontribusi kebermanfaatan buat yang lainnya. di saat aku kesel sama orang yang cancel karena alasan bantu ibunya (dan aku berpikir, emang aku gamau bantu ibukuuuu huhu)
-Abi Ummi mau kasih spare time ngobrol habis shalat
-Icha mau bantu dan ngorbanin waktu rumahnya
-Ada teman yang mau menjawab dengan lapang hal-hal yang ditanyakan
-Ada anak-anak yang bisa dengan ringannya bilang mau jadi Kak Fitri
-Teteh kasih izin aku untuk ikut agenda di tempat yang lebih dekat dan tanpa sadar membuatku jadi perlu izin rapat
-Pertemuan nggak sengaja dengan Mbak yang dulu aku respect di Jogja
-Ada rumah yang hangat, ada pertemuan dengan adik walau tidak melulu menyenangkan, ada kebersamaan keluarga yang mungkin didambakan banyak orang
-Ada waktu sekedar untuk merem istirahat sejenak walau akhirnya setelahnya aku kebablasan tidur lagi
-Ada teman-teman dan lingkungan kantor yang menyenangkan dan kondusif yang nggak semua orang punya
-Ada teman yang tertarik buat belajar, dan semoga bisa kasih hal baik yang bisa dia pelajari
-Kemarin ketika aku mau cerita betapa capeknya,eh ketemu twitan orang yang doain calon anaknya sambil share hafiz indonesia. Yang aku udah takut kalo ngekik nanti air mataku tumpah saking malunya.
-Karena Allah hadirkan diri ini ke dunia dengan fisik yang sempurna (aku mengingat Naja yang tadi disebut Fahri, beberapa hari lalu aku baca kisah singkat dia. celebral palsy, jalan baru bisa usia dua tahun atau berapa gitu, tapi Allah muliakan ia dengan menitipkan hafalan 30 juz dalam dirinya)
-Ada orang yang mau mendengarkan, dan memberi dorongan semangat, yang aku rasakan sayangnya
-Ada perasan sedih ketika kondisi ruhiyah lagi jauh, lagi nggak khusyuk, lagi mudah mengantuk saat ibadah, lagi nggak ngaji selama tempo beberapa jenak waktu (more than 24hour). Sedih banget sebenernya, tapi seenggaknya, bersyukur masih Allah hadirkan rasa sedih itu.
-Ada pesan yang menyadarkan dari teman, yang rupanya masih mau berbagi sedikit ceritanya.
-Ada orang yang mau berbagi pengalamannya ke banyak orang, dan tanpa sengaja itu membuat aku belajar
-Ada kesempatan untuk kolaborasi bareng yang sudah lama aku inginkan
-Ada orang, yang entah bagaimana cerita di blog ini, udah terlalu banyak keluh dan ketidakfaedahan, masih mau baca ceritaku. Mungkin itu kamu salah satunya. Huhu, jadi terima kasih.
Jadi, terima kasih.
Terima kasih Allah, Abi Ummi, adik-adik, kantor, lingkungan sekitar, teman-teman, anak-anak, juga barangkali kamu, yang mau repot-repot maish main ke laman ini.
Terima kasih diri.
Penerimaan diri mungkin sulit. Tapi aku bersyukur dikelilingi orang-orang baik yang support. Contohnya Ummi tadi, waktu aku kesel bilang, kenapa sih orang gampang banget cancel dengan alasan mau bantu ibunya di rumah. Emang aku ga mau bantu Ummi? Emang aku juga ga ngerasa bersalah ga bantu Ummi.
Ummi dengan sangat ringan bilang, kalau Ummi, kalau keluarga kita tahu bermanfaat buat orang lain juga salah satu tujuan. Ummi nggak keberatan siapin takjil nggak dibantu, karena tahu Mbak Fitri ke luar buat kebermanfaatan. Ada wajah-wajah yang senang dan kegembiraan untuk orang lain setelahnya. Contoh lain, misalnya. Ummi praktek sampe sore atau ngisi radio dan pulang mepet, yaudah satu dua kali beli nggak masak juga nggak masalah. Atau misalnya kondisi rumah yang berantakan yang bisa dimaklumi oleh kami semua. (Aku selalu kagum sih Abi hampir nggak pernah protes makan apa aja yang ada, beli atau umi masak cuma rebus-rebus aja, atau juga kondisi rumah yang berantakan) Selalu ada prioritas, dan selama tau apa yang dituju, hal-hal kecil tidak pernah jadi masalah.
Atau Ummi kemarin bilang. Mbak Fitri mungkin nggak dapat tilawahnya, ngerasa capek, tapi lihat agenda seharian ini, dapat ilmu baru, pengalaman baru. Lalu aku denial, bilang, tilawah aku masih bisa nerima. Tapi kenapa aku segini capeknya. Gini aja udah capek gimana nanti kalau udah lebih banyak tanggung jawabnya.
Ummi bilang sedikit, berdoa, minta dikuatin. Kupikir, ya bener sih itu aja senjata yang kita punya, ya nggak. Doa. Bergantung sama Allah. Minta dimampukan sebagaimaan doa yang juga ahir-akhir ini aku minta dalam term yang lebih general. Ternyata alau dispesifikkin bisa sampe segitunya ya.
Lalu aku ingat kata-kata Kak Shanin menjalani kewajiban barunya. Katanya, dulu aku juga males banget ini itu, sekarang, kayak mau aja gitu. Aku gak ngerasa itu tanggung jawab. Aku seneng aja ngelakuinnya.
Menjadi suporter, memang harus selalu bisa melihat dari sisi yang tidak terlihat ya. Mendukung sepenuh hati, mengingat tujuan besar yang dicapai. Menenangkan kala orang lain sedang runyam dan mengeluh yang bisa aja sebenernya bukan keluh, tapi kayak pengen cerita aja, pengen didengar. Memahami kondisi hormonal atau lingkungan atau kondisi sekitar lawan bicaranya.
Ah, tapi suporter yang baik pun perlu bisa menerima dulu. Menerima dengan lapang dan luas lawan bicaranya. Karena kalau enggak, rebutan deh pengen dimengerti duluan. Tidak jadi menenangkan, namun membuat semakin runyam.
.
.
Dear diri,
Kita belajar lagi, ya.
-menerima kalau diri ini capek, sehingga belum bisa seproduktif yang lain.
-menerima kalau aktivitas suatu hari melebihi hari yang lain, sehingga target tilawahnya jauh dari yang diinginkan (at that time aku kebayang, oh ini ya rasanya buibu yang target ngajinya gabisa kayak waktu single karena pasti adaaaa aja hal-hal yang meminta perhatian lebih dari anak, bahkan anak sebesar Fatih pun, sebagaiman aaku melihat Ummi sejak beberapa tahhun silam saat aku masih kuliah)
-menerima kalau diri ini bisa jauh lebih lelah dari baisanya, sehingga sisa harinya kepake buat tidur terus, tapi belajar biar nggak kebablasan
-menerima kalau agenda dakwah semestinya menjadi prioritas, dan belajar gimana ngaturnya biar bisa jadi prioritas-setidaknya sama pentingnya sama rutinitas sehari-hari
-menerima kalau diri ini memang tidak sempurna, dan sebagaimana demikian, karena berarti masih ada ruang untuk tumbuh
-menerima bahwa oh emang diri ini mudah sekali lelah, mungkin karena ternyata jarang ya olahraga
-menerima bahwa bolak balik sejak jam setengah enam kantor-tempat agenda pekanan yang lebih jauh dari rumahku lalu ke depok lagi yang lebih jauh dari jarak sebelumnya ke kantor, lalu mampir kantor untuk ambil barang dan sampai rumah, baru istirahat sejenak sudah harus pergi ke agenda sore, kayaknya kecil dan sepele, tapi buat tubuh ini emang mungkin nggak mudah melaluinya
-menerima bahwa setelah itu aku ketiduran berkali-kali sepanjang perjalanan pulang, setelah terakhir melakukannya Februari 2018
-menerima bahwa susah sekali memotong obrolan hanya untuk pulang duluan dan buka puasa
-menerima bahwa aku adalah kakak dari adik-adik yang kadang mereka berisik di saat aku butuh waktu yang tenang
-menerima bahwa aku adalah dominan i yang kalau sudah banyak sekali terserap energinya oleh kegiatan luar dan interaksi, aku butuh diam, menyendiri, menarik diri dari obrolan, memberi energi untuk diriku sendiri. tapi belum ada waktu untuk itu.
-menerima segala kekhawatiran dan menjadi titik untuk bergantung ke Allah, dengan lebih menghamba
-menerima bahwa tanggal merah barengan sama hari ahad, rasanya ga ikhlas karena aku pengen satu hari lagi buat istirahat
-menerima bahwa keinginan untuk cuti hanya karena pengen istirahat tidak semudah itu
-menerima bahwa orang lain bisa begitu mudah mengiyakan akad lalu mengcancelnya dengan alasan pribadi, yang sesungguhnya rasanya diri ini pun ingin kabur dari amanah yang ada, sesekali
-menerima kalau memang pada saat tertentu perempuan secara hormonal didesain untuk tidak stabil
-menerima bahwa memang ada fase hidup yang membutuhkan perhatian lebih, yang kadang lelah, tapi semestinya bisa senang menjalaninya
-menerima kalau ada teman yang pemahamannya masih jauh sehingga memang sulit menyampaikan hal yang di mata dia ga ideal
-menerima bahwa diri ini kadang kehasut hal-hal ga guna atau membuang waktu, hal-hal yang ga disukai Allah. putuskan kapan harus berhenti.
-menerima pikiran pikiran nanti gimana ya sepanjang materi
-menerima kegemasan diri ini pengen sharing ke orang lain setelah dapat materi kemarin dan hari ini (materi yang berbeda), tapi memang perlu ditahan. tidak bisa sekarang
-menerima kalau diri ini level berjuang dan anticapeknya belum setegar Ummi dan barangkali seluruh ibu di dunia, huhu ini supersalut sih sama semua ibu
-menerima bahwa ada notifikasi chat yang terlihat kuabaikan gegara kukebablasan tidurnya
-menerima bahwa kadang aku pengen rasanya keluar dari keramaian notifikasi wa, uninstal atau left semua grup sementara, saking crowdnya
-menerima kalau Allah kadang kasih hal yang tidak kita suka, justru itu bisa belajar dan membuat kita deket sama Allah, tidak melulu memintanya hilang adalah pilihan terbaik
nggakpapa ya diri, kita belajar ya.
maaf ya kalau aku meminta terlalu banyak, kalau aku menuntut terlalu ideal, kalau aku merasa kesel kenapa kok kayaknya gampang banget capek, kalau aku merasa nggak ada yang nemenin, kenapa aku berkutat di hal-hal dan pikiran itu-itu aja, kenapa aku dan kenapa aku lainnya....
Bersyukur
-Abi dan Ummi dukung kegiatan-kegiatan itu
-Abi dan Ummi kasih izin aku ngapa-ngapain
-Kantor memberi aku ruang untuk belajar hal baru
-Bisa belajar dari para guru dan ibu-ibu, ketika jawaban anaknya usia berapa tidak bisa aku jawab dengan angka, haha
-Abi mau kembali ke masjid lagi buat pinjem barang yang tadi lupa ketika aku sudah menitip
-Abi mau bukain pager
-Abi Ummi mau belajar dari orang lain
-Ummi mau maklum karena komitmen keluarga untuk menjadi pribadi yang bermanfaat buat sekitar, walaupun aku jadi nggak bantuin Ummi nyiapin takjil dan beberes rumah, dan ummi sama sekali nggak keberatan karena kembal lagi, semangat agar keluarga ini bisa kontribusi kebermanfaatan buat yang lainnya. di saat aku kesel sama orang yang cancel karena alasan bantu ibunya (dan aku berpikir, emang aku gamau bantu ibukuuuu huhu)
-Abi Ummi mau kasih spare time ngobrol habis shalat
-Icha mau bantu dan ngorbanin waktu rumahnya
-Ada teman yang mau menjawab dengan lapang hal-hal yang ditanyakan
-Ada anak-anak yang bisa dengan ringannya bilang mau jadi Kak Fitri
-Teteh kasih izin aku untuk ikut agenda di tempat yang lebih dekat dan tanpa sadar membuatku jadi perlu izin rapat
-Pertemuan nggak sengaja dengan Mbak yang dulu aku respect di Jogja
-Ada rumah yang hangat, ada pertemuan dengan adik walau tidak melulu menyenangkan, ada kebersamaan keluarga yang mungkin didambakan banyak orang
-Ada waktu sekedar untuk merem istirahat sejenak walau akhirnya setelahnya aku kebablasan tidur lagi
-Ada teman-teman dan lingkungan kantor yang menyenangkan dan kondusif yang nggak semua orang punya
-Ada teman yang tertarik buat belajar, dan semoga bisa kasih hal baik yang bisa dia pelajari
-Kemarin ketika aku mau cerita betapa capeknya,eh ketemu twitan orang yang doain calon anaknya sambil share hafiz indonesia. Yang aku udah takut kalo ngekik nanti air mataku tumpah saking malunya.
-Karena Allah hadirkan diri ini ke dunia dengan fisik yang sempurna (aku mengingat Naja yang tadi disebut Fahri, beberapa hari lalu aku baca kisah singkat dia. celebral palsy, jalan baru bisa usia dua tahun atau berapa gitu, tapi Allah muliakan ia dengan menitipkan hafalan 30 juz dalam dirinya)
-Ada orang yang mau mendengarkan, dan memberi dorongan semangat, yang aku rasakan sayangnya
-Ada perasan sedih ketika kondisi ruhiyah lagi jauh, lagi nggak khusyuk, lagi mudah mengantuk saat ibadah, lagi nggak ngaji selama tempo beberapa jenak waktu (more than 24hour). Sedih banget sebenernya, tapi seenggaknya, bersyukur masih Allah hadirkan rasa sedih itu.
-Ada pesan yang menyadarkan dari teman, yang rupanya masih mau berbagi sedikit ceritanya.
-Ada orang yang mau berbagi pengalamannya ke banyak orang, dan tanpa sengaja itu membuat aku belajar
-Ada kesempatan untuk kolaborasi bareng yang sudah lama aku inginkan
-Ada orang, yang entah bagaimana cerita di blog ini, udah terlalu banyak keluh dan ketidakfaedahan, masih mau baca ceritaku. Mungkin itu kamu salah satunya. Huhu, jadi terima kasih.
Jadi, terima kasih.
Terima kasih Allah, Abi Ummi, adik-adik, kantor, lingkungan sekitar, teman-teman, anak-anak, juga barangkali kamu, yang mau repot-repot maish main ke laman ini.
Terima kasih diri.
Penerimaan diri mungkin sulit. Tapi aku bersyukur dikelilingi orang-orang baik yang support. Contohnya Ummi tadi, waktu aku kesel bilang, kenapa sih orang gampang banget cancel dengan alasan mau bantu ibunya di rumah. Emang aku ga mau bantu Ummi? Emang aku juga ga ngerasa bersalah ga bantu Ummi.
Ummi dengan sangat ringan bilang, kalau Ummi, kalau keluarga kita tahu bermanfaat buat orang lain juga salah satu tujuan. Ummi nggak keberatan siapin takjil nggak dibantu, karena tahu Mbak Fitri ke luar buat kebermanfaatan. Ada wajah-wajah yang senang dan kegembiraan untuk orang lain setelahnya. Contoh lain, misalnya. Ummi praktek sampe sore atau ngisi radio dan pulang mepet, yaudah satu dua kali beli nggak masak juga nggak masalah. Atau misalnya kondisi rumah yang berantakan yang bisa dimaklumi oleh kami semua. (Aku selalu kagum sih Abi hampir nggak pernah protes makan apa aja yang ada, beli atau umi masak cuma rebus-rebus aja, atau juga kondisi rumah yang berantakan) Selalu ada prioritas, dan selama tau apa yang dituju, hal-hal kecil tidak pernah jadi masalah.
Atau Ummi kemarin bilang. Mbak Fitri mungkin nggak dapat tilawahnya, ngerasa capek, tapi lihat agenda seharian ini, dapat ilmu baru, pengalaman baru. Lalu aku denial, bilang, tilawah aku masih bisa nerima. Tapi kenapa aku segini capeknya. Gini aja udah capek gimana nanti kalau udah lebih banyak tanggung jawabnya.
Ummi bilang sedikit, berdoa, minta dikuatin. Kupikir, ya bener sih itu aja senjata yang kita punya, ya nggak. Doa. Bergantung sama Allah. Minta dimampukan sebagaimaan doa yang juga ahir-akhir ini aku minta dalam term yang lebih general. Ternyata alau dispesifikkin bisa sampe segitunya ya.
Lalu aku ingat kata-kata Kak Shanin menjalani kewajiban barunya. Katanya, dulu aku juga males banget ini itu, sekarang, kayak mau aja gitu. Aku gak ngerasa itu tanggung jawab. Aku seneng aja ngelakuinnya.
Menjadi suporter, memang harus selalu bisa melihat dari sisi yang tidak terlihat ya. Mendukung sepenuh hati, mengingat tujuan besar yang dicapai. Menenangkan kala orang lain sedang runyam dan mengeluh yang bisa aja sebenernya bukan keluh, tapi kayak pengen cerita aja, pengen didengar. Memahami kondisi hormonal atau lingkungan atau kondisi sekitar lawan bicaranya.
Ah, tapi suporter yang baik pun perlu bisa menerima dulu. Menerima dengan lapang dan luas lawan bicaranya. Karena kalau enggak, rebutan deh pengen dimengerti duluan. Tidak jadi menenangkan, namun membuat semakin runyam.
.
.
Dear diri,
Kita belajar lagi, ya.
Rumah,
sudah 20 Mei 2019
1.16
mengganjal sejak Sabtu
Minggu, 19 Mei 2019
Menerima Diri Sendiri
....tidak bisa berkata apa-apa karena sedang diperjuangkan. Dan sungguhan sulit.
Fitri,
masih manusia,
yang tidak sempurna
#isikepalasejakkemarin
Kamis, 16 Mei 2019
Dear Nak: Teman Perjalanan
Dear Nak,
masih ingat betapa harunya ibu saat tahu ima dan abidah dipasangkan menjadi teman perjalanan kan?
tadi di perjalanan pulang ibu tiba-tiba kepikiran,
teman perjalanan yang baik, barangkali tidak selalu menyenangkan. Tapi selama kita sama-sama tahu bahwa perjalanan kita sama-sama menuju arah yang baik, yang benar, kita akan sampai pada tujuan, jika Allah izinkan.
Seperti dulu ayahnya ibu waktu ibu dan adik-adik ibu masih kecil. Dalam perjalanan, yang ibu ingat kalau adik-adik ibu mulai nggak akur, ayahnya ibu akan bilang, "Kalau berantem terus, nanti Abi turunin di jalan." Lalu yang jahil akan mengurangi-bahkan mengnolkan-jahilnya, yang menangis berusaha meredakan tangisnya, yang komentar terus jadi belajar diam.
Terlepas itu kata-kata yang baik atau bukan, benar atau salah untuk proses mendidik. Saat sudah besar, ibu tahu bahwa ayahnya ibu nggak akan beneran tega nurunin dan ninggalin anaknya di jalan. Tidak akan. Tidak akan ditinggalkan.
Mungkin perjalanan juga begitu. teman yang baik bukan tidak pernah tidak menyenangkan, bukan tidak pernah salah, bukan tidak pernah kesal satu sama lain. Namun di saat yang sama, mereka saling mengingatkan, bahwa ada tujuan yang sama yang hendak mereka tuju. Tidak pernah meninggalkan satu sama lain. Dan selama hal-hal masalah yang datang tidak membuat rute perjalanan kehilangan arah tujuan yang sama, atau berbelok arah, atau jadi berbeda arah tujuannya, ibu pikir, mestinya itu tidak akan menjadi persoalan besar.
Nak,
teman perjalanan yang baik, barangkali tidak selalu menyenangkan. Semoga ibu bisa jadi teman perjalanan yang baik ya. Untukmu, dan untuk siapapun dalam perjalanan yang ibu lalui di depan. Dan, tentu saja juga di lingkungan sekarang.
Nak,
dalam perjalanan, kalau kita sama-sama takut, gabungan orang yang takut semoga menjadi tim yang berani, ya. Yakin, dan percaya satu sama lain.
masih ingat betapa harunya ibu saat tahu ima dan abidah dipasangkan menjadi teman perjalanan kan?
tadi di perjalanan pulang ibu tiba-tiba kepikiran,
teman perjalanan yang baik, barangkali tidak selalu menyenangkan. Tapi selama kita sama-sama tahu bahwa perjalanan kita sama-sama menuju arah yang baik, yang benar, kita akan sampai pada tujuan, jika Allah izinkan.
Seperti dulu ayahnya ibu waktu ibu dan adik-adik ibu masih kecil. Dalam perjalanan, yang ibu ingat kalau adik-adik ibu mulai nggak akur, ayahnya ibu akan bilang, "Kalau berantem terus, nanti Abi turunin di jalan." Lalu yang jahil akan mengurangi-bahkan mengnolkan-jahilnya, yang menangis berusaha meredakan tangisnya, yang komentar terus jadi belajar diam.
Terlepas itu kata-kata yang baik atau bukan, benar atau salah untuk proses mendidik. Saat sudah besar, ibu tahu bahwa ayahnya ibu nggak akan beneran tega nurunin dan ninggalin anaknya di jalan. Tidak akan. Tidak akan ditinggalkan.
Mungkin perjalanan juga begitu. teman yang baik bukan tidak pernah tidak menyenangkan, bukan tidak pernah salah, bukan tidak pernah kesal satu sama lain. Namun di saat yang sama, mereka saling mengingatkan, bahwa ada tujuan yang sama yang hendak mereka tuju. Tidak pernah meninggalkan satu sama lain. Dan selama hal-hal masalah yang datang tidak membuat rute perjalanan kehilangan arah tujuan yang sama, atau berbelok arah, atau jadi berbeda arah tujuannya, ibu pikir, mestinya itu tidak akan menjadi persoalan besar.
Nak,
teman perjalanan yang baik, barangkali tidak selalu menyenangkan. Semoga ibu bisa jadi teman perjalanan yang baik ya. Untukmu, dan untuk siapapun dalam perjalanan yang ibu lalui di depan. Dan, tentu saja juga di lingkungan sekarang.
Nak,
dalam perjalanan, kalau kita sama-sama takut, gabungan orang yang takut semoga menjadi tim yang berani, ya. Yakin, dan percaya satu sama lain.
Salam sayang,
Ibu.
Semoga Allah izinkan bertemu :")
Bermain dengan Ayyash dan Hanna
"Ayyash sama siapa ke sini?" Datang ke kantor, surprise melihat Ayyash dari belakang lagi duduk di beanbag.
"Sama Ayah.
Lalu aku cuci tangan.
Tiba-tiba muncul Hanna dari arah audit.
"Eh mau lihat kelinci nggak? Lihat yuk."
"Udah."
"Oh udah ya."
Aku memutar otak, lalu bingung ajakin apa ya.
"Emang kelincinya di mana?"
"Ada di belakang, yuk sini lihat."
Lalu ke kolam belakang, bertiga. Alih-alih melihat kelinci, malah lebih tertarik lihat kura-kura.
"Kok makanannya ada warna ijo sama merah?"
"Iya ya ada dua warna ya. Kayak bajunya Hanna nih merah sama Ayyash hijau."
"Tapi nggak ada warna kuningnya." Celana dia warna kuning.
"Lucu ya kura-kuranya kalau makan dia mulutnya ke atas-atas gitu dapetin makanannya."
"Eh itu ada apa?" Nunjuk sisa potongan wortel di dasar kolam.
"Oh itu wortel. Mungkin kura-kuranya pernah makan wortel terus nggak habis ya. Ayyash suka wortel nggak?"
"Suka, kan bikin sehat."
"Bikin sehat apa tau nggak?"
"Hmmm...." mikir
"Wortel bikin sehat mata. Kalau Hanna, Hanna suka wortel nggak?"
"Enggak."
"Wah padahal wortel sehat lho. Wortel makanan apa tadi Yash?"
"Hmm makanan..."
"Ber..." lupa juga tadi Ayyash ngomongnya apa ya. Tapi emang soalku susah sih ckck. Nyesel juga aku nanyanya bukan pake term yang dibilang Ayyash, makanan sehat..
"Ber..."
"Bergizi."
Kayaknya susah kata bergizi.
"Iya wortel bagus buat mata."
"Tadi ikut Ayah ambil uang."
"Oh ambil uang di mana?"
"Itu di depan sana."
"Jalan atau naik apa tadi?"
"Jalan aja, kan deket."
"Itu apa warna merah di kepalanya?"
"Mana? Oh yang dekat mata itu?"
"Iya, kayaknya aku tau deh. Kayaknya itu kupingnya. Soalnya waktu kita ngomong merahnya gerak-gerak."
"Ooh gitu ya, iya ya telingaya nggak kelihatan ya." Kataku sambil senyum. Hihi lucu ya dikira telinga. Tapi bsia jadi benar juga sih aku juga nggak tau.
"Ih itu tangannya kenapa?" Jadi ada kura-kura yang tangan kirinya gak gerak gitu, sebelahnya gerak.
"Oh ia ya, kenapa ya dia?"
"Kukunya cuma dua."
"Emang kuku tangan yang satunya lagi ada berapa?"
"Ada empat!"
"Kalau manusia jarinya ada berapa?"
"Lima."
"Kalau sama tangan yang satunya lagi?"
"Sepuluh."
"Kalau sama kaki ada berapa?"
"Ada dua puluh."
"Tangan dua sama kakinya ada dua. Jadinya lima."
"Eh, ko ada lima. Coba kita hitung lagi yuk."
"Sepuluh." Haha, ternyata dia jadi ngitung jari.
"Ini tangan kakak kan ada dua. Kalau sama kaki jadi berapa?"
"Sepuluh."
"Yaudah kita itung jari yuk. Satu, dua, tiga..." diikuti.
"Kalau kaki ada berapa coba pakai kakinya Ayyash. Kalau kakak pakai kaus kaki jadi nggak keliatan."
Tapi nggak jadi ngitung, balik ke topik semula, setelah Ayyash lihat kakinya.
"Tangannya ada dua, kakinya ada dua. Dua sama dua jadinya empat."
"Iya benaaar!"
"Eh Ayyash ingat nggak sih nama Kakak siapa?"
"Hmm nggak tau."
"Eh padahal kita pernah ketemu lho, waktu di atas itu."
"Di mana?"
"Di ruangan yang atas."
*Muka mikir. Mau jelasin waktu baca buku kayaknya lupa juga.
"Waktu Ayyash sebelum belajar ke BISA."
Heu, gak ingat juga kayaknya. Yaudah kenalan aja.
"Nama Kakak Kak Fitri." Maunya pake Kak, gamau pake Tante.
"Kalau ini siapa namanya?"
"Hanna." Sengaja ajak bicara Hanna, soalnya sedari tadi diam, dan dia lebih jarang ke kantor dibanding Ayyash.
"Eh itu apa?"
"Itu hmm...serangga. Hebat ya dia bisa jalan di atas air."
"Wah iya ya, ada banyak ya. Kalau yang ini nyamuk (nunjuk ke hewan yang lebih besar dan mengambang, sepertinya sudah mati), kalau yang itu yang bisa jalan di atas air."
"Siapa yang menciptakan hewan yang bisa jalan di atas air?"
"Allah." Jawab Ayyash, Hanna juga, bergantian menjawab.
"Hebat ya, Allah menciptakan hewan yang bisa jalan di air."
"Iya."
"Ini apa sih Kak?" nunjuk undakan air terjun di kolam belakang.
"Ini buat air terjun gitu. Jadi nanti kalau mesinnya dinyalain bisa ada air yang mengalir."
"Dinyalain?"
"Iya, jadi setau Kakak kalau disambungin ke listrik nanti dia ngalir gitu. Airnya yang udah sampai bawah dialirin lagi ke atas."
"Bawah atas bawah atas, jadi muter-muter." Hanna, sambil senyum.
"Iya benar." Ikut senyum.
"Kalau Hanna sukanya hewan apa?"
"Kelinci."
"Ooh kelinci. Itu ada kelinci." Tapi kelincinya mojok diem gitu jadinya kita nggak tertarik.
"Kalau Ayyash?"
"Ayyash sukanya rusa."
"Kalau rusa ada tanduknya ya?"
"Iya."
"Ayyash kenapa suka rusa?" Aku juga bingung sih nanya ini kenapa, kan kadang suka ngga ada alasan.
"Soalnya larinya cepet." Aku mau ngenalin hewan cem cheetah tapi dak jadi.
"Kalau Hanna kenapa suka kelinci?"
"Hmm soalnya lucu." Hanna jawab, malu-malu. Tapi senyum kecil, lucu deh dia.
"Hanna sukan kelinci, tapi kelincinya yang pink," Ayyash menanggapi sambil senyum separuh meledek.
"Itu kenapa makannya dilepeh?" Nunjuk kura-kura. Makan makanannya, lalu dilepeh.
"Oh iya ya ada yang dilepeh. Kenapa ya?"
"Kayaknya dia kekenyangan deh."
"Iya kayaknya dia kekenyangan."
"Hanna sukanya makan apa?"
"Ayam."
"Ayamnya diapain?"
Diam, mikir.
"Digoreng, di...(aku mikir direbus tapi kan ayam gak common ya direbus terus makan kan ya), dikecap, atau apa?"
"Hmm, digoreng."
"Kalau Ayyash sukanya makan apa?"
"Ayam juga."
"Ayamnya diapain?"
"Ayam rica-rica."
"Wah, kalau ayam rica-rica itu rasanya gimana sih?"
"Pedes."
"Ayyash suka pedes?"
"Iya suka."
"Kalau Hanna suka nggak?"
"Enggak."
"Iya soalnya nanti kalau Hanna, kalau Hanna makan ayam rica-rica nanti dilepeh." Ayyash yang ngomong.
"Kalau minum, Hanna suka minum apa?"
"Hmmm susu stroberi."
"Oooh, warnanya pink yaa..."
"Kalau Ayyash?"
"Ayyash sukanya susu coklat."
Lalu diralat ditambahin.
"Eh tapi susu putih juga. Kalau susu coklat kotor kayak air ini," nunjuk air genangan di undakan air terjun belakang. "Jadi Ayyash minumnya cuma sedikit terus taruh di kulkas."
"Terus yang habisin susunya siapa?"
"Hmmm Ayah!" mikir dulu dia, baru bilang ayah.
"Ayah mana sih, kok lama. Kan nanti Bunda nungguin di rumah."
Ganti arah ke area kolam deket ruang Skydu.
"Eh kura-kuranya ada di sini!"
"Wah iya ya ada di situ. Kok Kakak nggak liat waktu dia ke situ ya."
"Dia nanti jalan ke atas nggak sih?"
"Hmm Kakak pernah kok lihat dia jalan ke atas. Tapi ternyata dia masih suka berenang ya."
"Makanannya ditinggal." (makanannya tadi disebar Bu Yati di area kolam dekat dapur).
"Oh iya ya, dia jalan-jalan dulu."
"Kan mubazir. Ayyash aja kalau makan diabisin."
"Waaah pintar."
"Eh itu ada kamar mandi juga," Hanna, nunjuk ke kamar mandi belakang deket dapur.
"Oh iya bener."
"Itu di situ juga ada. Warna pink." Hanna nunjuk kamar mandi samping tangga. Emang ya kalau udah suka tuh anak-anak keinget terus, sampe tataran warna di kamar mandi.
"Hanna kalau ke kamar mandi milih yang mana?"
"Pilih yang warna pink."
"Eh, eh itu kura-kura atau patung sih? Kok diem aja?" Kura-kuranya kayak mau keluar kolam, tapi gak gerak.
"Hmm, kira-kira apa Yash? Patung atau kura-kura ya?"
"Kayaknya patung deh, soalnya dia diem aja. Atau...atau dia sadah mati ya dari penghidupan ini?" Aku menahan tawa, lucu sekali wordingnya 'penghidupan ini'. Ayyash tertawa. Aku juga. Kak Salingga abis ngomong apa sih ke anaknya? wkwk.
"Eh, ini ada serangga lagi! Serangga yang bisa jalan di atas air. Ada banyak!"
"Wah iya, masya Allah, hebat ya Allah! Bilang apa?"
"Masya Allah."
"Bisa kita hitung nggak ya hewan yang jalan di atas air ini?"
"Hmm kalau yang di sini banyak banget nggak bisa ngitungnya. Kalau yang di sana bisa." Nunjuk area air yang lebih sepi serangganya.
"Eh ini ada mangkok."
"Mana mangkoknya Yash?"
Ayyash nunjuk arah. Aku masih bingung awalnya, karena yang Ayyash bilang mangkok itu kayak potongan aluminium bekas kemasan makanan yang cuma sepotong dan bentuknya pun sebenernya nggak kayak mangkok. Tapi hebat ya imajinasi anak itu, ke mana-mana dan nggak takut salah dibilang apa. Kusalut :")
Lama-kelamaan setelah aku bilang kok Kakak nggak liat ya? Dan dia masih istiqomah nunjuk di si aluminium itu aku baru paham, haha.
"Kalau itu apa?" Nunjuk pompa biru di undakan air terjun.
Hmm, bingung juga nak aku menjelaskannya.
"Itu pompa, buat mengalirkan air." kayaknya kujawab begitu waktu itu.
"Eh itu kura-kuranya kayaknya mau keluar." Lalu Ayyash inisiatif mau nyamperin, langsung jalan di jalan setapak yang kelihatannya berlumut. Lalu aku yang panik, hahaha. Takut licin dan bikin kepleset.
"Hati-hati ya Ayyash. Nanti cuci kaki ya?"
"Hmm, kenapa? Kenapa mesti cuci kaki?"
"Kan kotor itu?"
Ayyash lihat kakinya, "Enggak, nggak kotor."
Lalu aku lupa bagaimana namun akhirnya dia mau cuci kaki nanti.
Tiga perempat jalan, dia balik badan, setengah berlari.
"Kenapa Yash?"
"Itu ada cacing-cacingnya banyak di situ" Nunjuk semacam tempat yang kalau kutebak mungkin ada air nggenang terus ada jentik nyamuk di sana.
"Ooh."
Terus kita masuk lagi ke ruangan dalam. Aku ingatkan Ayyash, "Ayyash cuci kaki dulu yuk!"
"Oh iya lupa," ia meringis, tertawa kecil.
Kami ke arah kamar mandi pink sebelah tangga.
"Itu apa Kak?"
"Itu tempat sabun."
"Warna pink." Hanna lagi.
"Iya, kalau di rumah ada nggak tempat sabun? Warna apa?"
"Ada." Aku lupa mereka menyebut warna apa. Sepertinya oranye dan biru.
"Di rumah Tante ada nggak?" Huhu kudipanggil tante hiks.
"Hmmm" Sebenarnya nggak ada di rumah yang persis kayak gitu, adanya tempat jenis lain. "Ada."
"Warna apa?"
Hihi, anak itu bener-bener suka meniru ya. Juga meniru pertanyaanku tadi.
"Warna ungu," jawabku.
Ayyash masuk kamar mandi. Aku dan Hanna menunggu di luar.
"Kok krannya nggak nyala?" tanyanya.
"Oh iya kadang krannya nggak nyala. Pakai air dari bak aja ya."
Si ayah kedua anak ini mengintip, tersenyum melihat kedua anaknya.
"Kak," kataku ke si ayah. "Katanya tadi, Ayah kok lama banget? Bunda kan nunggu..."
"Yuk, yuk kita pulang yuk ke Bunda."
"Nggak mau ah. Maunya main sama Tante Fitri."
Lah...kan aku jadi enak ga enak ya wkwk. Padahal aku yang laporan.
Terus ayahnya jadi bertaanya-tanya gitu lewat tatapannya. Dulu pernah jadi obrolan di ruangan dan beliau bilang, cemburu banget kalau anaknya ngerasa lebih nyaman sama orang lain dibandingan dirinya sebagai orang tua.
Lalu aku ke atas, naruh tas. Udah lewat jam rapat. Merasa nggak enak. Tapi yang mimpin rapat baru datang ketika tadi Ayyash selesai dari kamar mandi. Dan ketika ke atas ternyata jadinya diundur setengah jam karena yang freelance bisanya jam segitu. Aku menaruh tas di kursi, lalu aku memutar otak gimana agar mereka nggak nempel aku karena mau rapat huhu.
Aku ke mushala. "Mau main di sini nggak?"
"Kamar mandinya pink juga." Hanna ngeh aja deh. Pas aku cerita ke Ima, kata Ima, gimana dia liat kamar mandi di ruang skydu ya, pink semua bahkan ada bathtub sama wastafelnya.
Tapi bingung juga sih kalo berdua doang main-main di mushala mungkin bosen ya.
Akhirnya kukebawah, menawarkan buku. Bilang, "Ini baca bareng-bareng deket ayah ya." Waah mereka semangat banget, lari. Aku ke atas. Yang salah adalah: aku ndak pamit dulu ke mereka bilang mau rapat. Mereka jadi nyariin deh huhu.
.
Lalu saat mereka mau pulang, aku melihat dari jendela ruang tebi yang terbuka. Tapi mereka ndak ngeh saa arahku. Ndakpapa :)
Begitulah cerita pagi dan rencana kerja sebelum rapatku yang bergeser karena ketemu mereka. Sederhana, tapi menyenangkan. :)
ditulis dari jumat habis ketemu mereka, 10 Mei kemarin, akhirnya kelar walau gatau deh nanti ada revisi gak ya kalo ada yang tibatiba keinget
waktu awal nulis sambil bertanya-tanya. kenapa sih fit mau nulisin kayak gini yang sepanjang jalan obrolan aja.
entah. untuk mengenang, barangkali? untuk menyimpan kesan?
"Sama Ayah.
Lalu aku cuci tangan.
Tiba-tiba muncul Hanna dari arah audit.
"Eh mau lihat kelinci nggak? Lihat yuk."
"Udah."
"Oh udah ya."
Aku memutar otak, lalu bingung ajakin apa ya.
"Emang kelincinya di mana?"
"Ada di belakang, yuk sini lihat."
Lalu ke kolam belakang, bertiga. Alih-alih melihat kelinci, malah lebih tertarik lihat kura-kura.
"Kok makanannya ada warna ijo sama merah?"
"Iya ya ada dua warna ya. Kayak bajunya Hanna nih merah sama Ayyash hijau."
"Tapi nggak ada warna kuningnya." Celana dia warna kuning.
"Lucu ya kura-kuranya kalau makan dia mulutnya ke atas-atas gitu dapetin makanannya."
"Eh itu ada apa?" Nunjuk sisa potongan wortel di dasar kolam.
"Oh itu wortel. Mungkin kura-kuranya pernah makan wortel terus nggak habis ya. Ayyash suka wortel nggak?"
"Suka, kan bikin sehat."
"Bikin sehat apa tau nggak?"
"Hmmm...." mikir
"Wortel bikin sehat mata. Kalau Hanna, Hanna suka wortel nggak?"
"Enggak."
"Wah padahal wortel sehat lho. Wortel makanan apa tadi Yash?"
"Hmm makanan..."
"Ber..." lupa juga tadi Ayyash ngomongnya apa ya. Tapi emang soalku susah sih ckck. Nyesel juga aku nanyanya bukan pake term yang dibilang Ayyash, makanan sehat..
"Ber..."
"Bergizi."
Kayaknya susah kata bergizi.
"Iya wortel bagus buat mata."
"Tadi ikut Ayah ambil uang."
"Oh ambil uang di mana?"
"Itu di depan sana."
"Jalan atau naik apa tadi?"
"Jalan aja, kan deket."
"Itu apa warna merah di kepalanya?"
"Mana? Oh yang dekat mata itu?"
"Iya, kayaknya aku tau deh. Kayaknya itu kupingnya. Soalnya waktu kita ngomong merahnya gerak-gerak."
"Ooh gitu ya, iya ya telingaya nggak kelihatan ya." Kataku sambil senyum. Hihi lucu ya dikira telinga. Tapi bsia jadi benar juga sih aku juga nggak tau.
"Ih itu tangannya kenapa?" Jadi ada kura-kura yang tangan kirinya gak gerak gitu, sebelahnya gerak.
"Oh ia ya, kenapa ya dia?"
"Kukunya cuma dua."
"Emang kuku tangan yang satunya lagi ada berapa?"
"Ada empat!"
"Kalau manusia jarinya ada berapa?"
"Lima."
"Kalau sama tangan yang satunya lagi?"
"Sepuluh."
"Kalau sama kaki ada berapa?"
"Ada dua puluh."
"Tangan dua sama kakinya ada dua. Jadinya lima."
"Eh, ko ada lima. Coba kita hitung lagi yuk."
"Sepuluh." Haha, ternyata dia jadi ngitung jari.
"Ini tangan kakak kan ada dua. Kalau sama kaki jadi berapa?"
"Sepuluh."
"Yaudah kita itung jari yuk. Satu, dua, tiga..." diikuti.
"Kalau kaki ada berapa coba pakai kakinya Ayyash. Kalau kakak pakai kaus kaki jadi nggak keliatan."
Tapi nggak jadi ngitung, balik ke topik semula, setelah Ayyash lihat kakinya.
"Tangannya ada dua, kakinya ada dua. Dua sama dua jadinya empat."
"Iya benaaar!"
"Eh Ayyash ingat nggak sih nama Kakak siapa?"
"Hmm nggak tau."
"Eh padahal kita pernah ketemu lho, waktu di atas itu."
"Di mana?"
"Di ruangan yang atas."
*Muka mikir. Mau jelasin waktu baca buku kayaknya lupa juga.
"Waktu Ayyash sebelum belajar ke BISA."
Heu, gak ingat juga kayaknya. Yaudah kenalan aja.
"Nama Kakak Kak Fitri." Maunya pake Kak, gamau pake Tante.
"Kalau ini siapa namanya?"
"Hanna." Sengaja ajak bicara Hanna, soalnya sedari tadi diam, dan dia lebih jarang ke kantor dibanding Ayyash.
"Eh itu apa?"
"Itu hmm...serangga. Hebat ya dia bisa jalan di atas air."
"Wah iya ya, ada banyak ya. Kalau yang ini nyamuk (nunjuk ke hewan yang lebih besar dan mengambang, sepertinya sudah mati), kalau yang itu yang bisa jalan di atas air."
"Siapa yang menciptakan hewan yang bisa jalan di atas air?"
"Allah." Jawab Ayyash, Hanna juga, bergantian menjawab.
"Hebat ya, Allah menciptakan hewan yang bisa jalan di air."
"Iya."
"Ini apa sih Kak?" nunjuk undakan air terjun di kolam belakang.
"Ini buat air terjun gitu. Jadi nanti kalau mesinnya dinyalain bisa ada air yang mengalir."
"Dinyalain?"
"Iya, jadi setau Kakak kalau disambungin ke listrik nanti dia ngalir gitu. Airnya yang udah sampai bawah dialirin lagi ke atas."
"Bawah atas bawah atas, jadi muter-muter." Hanna, sambil senyum.
"Iya benar." Ikut senyum.
"Kalau Hanna sukanya hewan apa?"
"Kelinci."
"Ooh kelinci. Itu ada kelinci." Tapi kelincinya mojok diem gitu jadinya kita nggak tertarik.
"Kalau Ayyash?"
"Ayyash sukanya rusa."
"Kalau rusa ada tanduknya ya?"
"Iya."
"Ayyash kenapa suka rusa?" Aku juga bingung sih nanya ini kenapa, kan kadang suka ngga ada alasan.
"Soalnya larinya cepet." Aku mau ngenalin hewan cem cheetah tapi dak jadi.
"Kalau Hanna kenapa suka kelinci?"
"Hmm soalnya lucu." Hanna jawab, malu-malu. Tapi senyum kecil, lucu deh dia.
"Hanna sukan kelinci, tapi kelincinya yang pink," Ayyash menanggapi sambil senyum separuh meledek.
"Itu kenapa makannya dilepeh?" Nunjuk kura-kura. Makan makanannya, lalu dilepeh.
"Oh iya ya ada yang dilepeh. Kenapa ya?"
"Kayaknya dia kekenyangan deh."
"Iya kayaknya dia kekenyangan."
"Hanna sukanya makan apa?"
"Ayam."
"Ayamnya diapain?"
Diam, mikir.
"Digoreng, di...(aku mikir direbus tapi kan ayam gak common ya direbus terus makan kan ya), dikecap, atau apa?"
"Hmm, digoreng."
"Kalau Ayyash sukanya makan apa?"
"Ayam juga."
"Ayamnya diapain?"
"Ayam rica-rica."
"Wah, kalau ayam rica-rica itu rasanya gimana sih?"
"Pedes."
"Ayyash suka pedes?"
"Iya suka."
"Kalau Hanna suka nggak?"
"Enggak."
"Iya soalnya nanti kalau Hanna, kalau Hanna makan ayam rica-rica nanti dilepeh." Ayyash yang ngomong.
"Kalau minum, Hanna suka minum apa?"
"Hmmm susu stroberi."
"Oooh, warnanya pink yaa..."
"Kalau Ayyash?"
"Ayyash sukanya susu coklat."
Lalu diralat ditambahin.
"Eh tapi susu putih juga. Kalau susu coklat kotor kayak air ini," nunjuk air genangan di undakan air terjun belakang. "Jadi Ayyash minumnya cuma sedikit terus taruh di kulkas."
"Terus yang habisin susunya siapa?"
"Hmmm Ayah!" mikir dulu dia, baru bilang ayah.
"Ayah mana sih, kok lama. Kan nanti Bunda nungguin di rumah."
Ganti arah ke area kolam deket ruang Skydu.
"Eh kura-kuranya ada di sini!"
"Wah iya ya ada di situ. Kok Kakak nggak liat waktu dia ke situ ya."
"Dia nanti jalan ke atas nggak sih?"
"Hmm Kakak pernah kok lihat dia jalan ke atas. Tapi ternyata dia masih suka berenang ya."
"Makanannya ditinggal." (makanannya tadi disebar Bu Yati di area kolam dekat dapur).
"Oh iya ya, dia jalan-jalan dulu."
"Kan mubazir. Ayyash aja kalau makan diabisin."
"Waaah pintar."
"Eh itu ada kamar mandi juga," Hanna, nunjuk ke kamar mandi belakang deket dapur.
"Oh iya bener."
"Itu di situ juga ada. Warna pink." Hanna nunjuk kamar mandi samping tangga. Emang ya kalau udah suka tuh anak-anak keinget terus, sampe tataran warna di kamar mandi.
"Hanna kalau ke kamar mandi milih yang mana?"
"Pilih yang warna pink."
"Eh, eh itu kura-kura atau patung sih? Kok diem aja?" Kura-kuranya kayak mau keluar kolam, tapi gak gerak.
"Hmm, kira-kira apa Yash? Patung atau kura-kura ya?"
"Kayaknya patung deh, soalnya dia diem aja. Atau...atau dia sadah mati ya dari penghidupan ini?" Aku menahan tawa, lucu sekali wordingnya 'penghidupan ini'. Ayyash tertawa. Aku juga. Kak Salingga abis ngomong apa sih ke anaknya? wkwk.
"Eh, ini ada serangga lagi! Serangga yang bisa jalan di atas air. Ada banyak!"
"Wah iya, masya Allah, hebat ya Allah! Bilang apa?"
"Masya Allah."
"Bisa kita hitung nggak ya hewan yang jalan di atas air ini?"
"Hmm kalau yang di sini banyak banget nggak bisa ngitungnya. Kalau yang di sana bisa." Nunjuk area air yang lebih sepi serangganya.
"Eh ini ada mangkok."
"Mana mangkoknya Yash?"
Ayyash nunjuk arah. Aku masih bingung awalnya, karena yang Ayyash bilang mangkok itu kayak potongan aluminium bekas kemasan makanan yang cuma sepotong dan bentuknya pun sebenernya nggak kayak mangkok. Tapi hebat ya imajinasi anak itu, ke mana-mana dan nggak takut salah dibilang apa. Kusalut :")
Lama-kelamaan setelah aku bilang kok Kakak nggak liat ya? Dan dia masih istiqomah nunjuk di si aluminium itu aku baru paham, haha.
"Kalau itu apa?" Nunjuk pompa biru di undakan air terjun.
Hmm, bingung juga nak aku menjelaskannya.
"Itu pompa, buat mengalirkan air." kayaknya kujawab begitu waktu itu.
"Eh itu kura-kuranya kayaknya mau keluar." Lalu Ayyash inisiatif mau nyamperin, langsung jalan di jalan setapak yang kelihatannya berlumut. Lalu aku yang panik, hahaha. Takut licin dan bikin kepleset.
"Hati-hati ya Ayyash. Nanti cuci kaki ya?"
"Hmm, kenapa? Kenapa mesti cuci kaki?"
"Kan kotor itu?"
Ayyash lihat kakinya, "Enggak, nggak kotor."
Lalu aku lupa bagaimana namun akhirnya dia mau cuci kaki nanti.
Tiga perempat jalan, dia balik badan, setengah berlari.
"Kenapa Yash?"
"Itu ada cacing-cacingnya banyak di situ" Nunjuk semacam tempat yang kalau kutebak mungkin ada air nggenang terus ada jentik nyamuk di sana.
"Ooh."
Terus kita masuk lagi ke ruangan dalam. Aku ingatkan Ayyash, "Ayyash cuci kaki dulu yuk!"
"Oh iya lupa," ia meringis, tertawa kecil.
Kami ke arah kamar mandi pink sebelah tangga.
"Itu apa Kak?"
"Itu tempat sabun."
"Warna pink." Hanna lagi.
"Iya, kalau di rumah ada nggak tempat sabun? Warna apa?"
"Ada." Aku lupa mereka menyebut warna apa. Sepertinya oranye dan biru.
"Di rumah Tante ada nggak?" Huhu kudipanggil tante hiks.
"Hmmm" Sebenarnya nggak ada di rumah yang persis kayak gitu, adanya tempat jenis lain. "Ada."
"Warna apa?"
Hihi, anak itu bener-bener suka meniru ya. Juga meniru pertanyaanku tadi.
"Warna ungu," jawabku.
Ayyash masuk kamar mandi. Aku dan Hanna menunggu di luar.
"Kok krannya nggak nyala?" tanyanya.
"Oh iya kadang krannya nggak nyala. Pakai air dari bak aja ya."
Si ayah kedua anak ini mengintip, tersenyum melihat kedua anaknya.
"Kak," kataku ke si ayah. "Katanya tadi, Ayah kok lama banget? Bunda kan nunggu..."
"Yuk, yuk kita pulang yuk ke Bunda."
"Nggak mau ah. Maunya main sama Tante Fitri."
Lah...kan aku jadi enak ga enak ya wkwk. Padahal aku yang laporan.
Terus ayahnya jadi bertaanya-tanya gitu lewat tatapannya. Dulu pernah jadi obrolan di ruangan dan beliau bilang, cemburu banget kalau anaknya ngerasa lebih nyaman sama orang lain dibandingan dirinya sebagai orang tua.
Lalu aku ke atas, naruh tas. Udah lewat jam rapat. Merasa nggak enak. Tapi yang mimpin rapat baru datang ketika tadi Ayyash selesai dari kamar mandi. Dan ketika ke atas ternyata jadinya diundur setengah jam karena yang freelance bisanya jam segitu. Aku menaruh tas di kursi, lalu aku memutar otak gimana agar mereka nggak nempel aku karena mau rapat huhu.
Aku ke mushala. "Mau main di sini nggak?"
"Kamar mandinya pink juga." Hanna ngeh aja deh. Pas aku cerita ke Ima, kata Ima, gimana dia liat kamar mandi di ruang skydu ya, pink semua bahkan ada bathtub sama wastafelnya.
Tapi bingung juga sih kalo berdua doang main-main di mushala mungkin bosen ya.
Akhirnya kukebawah, menawarkan buku. Bilang, "Ini baca bareng-bareng deket ayah ya." Waah mereka semangat banget, lari. Aku ke atas. Yang salah adalah: aku ndak pamit dulu ke mereka bilang mau rapat. Mereka jadi nyariin deh huhu.
.
Lalu saat mereka mau pulang, aku melihat dari jendela ruang tebi yang terbuka. Tapi mereka ndak ngeh saa arahku. Ndakpapa :)
Begitulah cerita pagi dan rencana kerja sebelum rapatku yang bergeser karena ketemu mereka. Sederhana, tapi menyenangkan. :)
ditulis dari jumat habis ketemu mereka, 10 Mei kemarin, akhirnya kelar walau gatau deh nanti ada revisi gak ya kalo ada yang tibatiba keinget
waktu awal nulis sambil bertanya-tanya. kenapa sih fit mau nulisin kayak gini yang sepanjang jalan obrolan aja.
entah. untuk mengenang, barangkali? untuk menyimpan kesan?
Menjadi Pendakwah
"Gimana mau nyambung, mau jadi pendakwah kalau aktivitas kita sehari-hari jarang ke arah sana?"
"Kebangkitan Islam nggak pernah terealisasi kalau kita usaha di waktu sisa, tenaga sisa, harta sisa. Kalau ini yang dilakukan, maka kita nggak mencontoh Rasulullah. Apa Islam bisa bangkit dengan yang sisa? Masa yang sisa-sisa yang kita gadaikan buat dapat Jannah? Emang sepadan?
Kalau iya itu yang kita lakukan, berarti kita lagi nego ke Allah, yaudah deh ya Allah, nggak usah Jannah juga nggak papa."
"Yang kita cari itu yang berharga di sisi Allah, masa mau kayak gitu pakenya waktu sisa. Ini bukan menjual diri dengan sesuatu yang receh seperti kebahagiaan dunia.
Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri mau-pun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung." - QS At Taubah:111
"Jadikan dakwah itu prioritas hidup kita. Dakwah itu mahkota kewajiban. Bukan berdakwah ketika ilmu kamu sudah banyak, tapi sampaikanlah walau 1 ayat."
#sisakemarin #sabtu
mau ditulis dari kemarin-marin gajadi-jadi
Ya Allah, jadikanlah kami istiqomah di jalanMu. Membela agamaMu. Menyampaikan kebaikan syariat lewat kata, laku, bahkan diamnya kami. Menjadi bagian dari pejuang kebangkitan Islam. Aamiin.
"Kebangkitan Islam nggak pernah terealisasi kalau kita usaha di waktu sisa, tenaga sisa, harta sisa. Kalau ini yang dilakukan, maka kita nggak mencontoh Rasulullah. Apa Islam bisa bangkit dengan yang sisa? Masa yang sisa-sisa yang kita gadaikan buat dapat Jannah? Emang sepadan?
Kalau iya itu yang kita lakukan, berarti kita lagi nego ke Allah, yaudah deh ya Allah, nggak usah Jannah juga nggak papa."
"Yang kita cari itu yang berharga di sisi Allah, masa mau kayak gitu pakenya waktu sisa. Ini bukan menjual diri dengan sesuatu yang receh seperti kebahagiaan dunia.
Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri mau-pun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung." - QS At Taubah:111
"Jadikan dakwah itu prioritas hidup kita. Dakwah itu mahkota kewajiban. Bukan berdakwah ketika ilmu kamu sudah banyak, tapi sampaikanlah walau 1 ayat."
#sisakemarin #sabtu
mau ditulis dari kemarin-marin gajadi-jadi
Ya Allah, jadikanlah kami istiqomah di jalanMu. Membela agamaMu. Menyampaikan kebaikan syariat lewat kata, laku, bahkan diamnya kami. Menjadi bagian dari pejuang kebangkitan Islam. Aamiin.
Rabu, 15 Mei 2019
Selasa, 14 Mei 2019
Doa Khatmil Quran
Juz 29 dan Sepi
Membaca (kembali) Juz 29 dan suasana yang menyenangkan.
Aku jadi ingat, masa-masa sekolah asrama. Masa-masa mencari tempat sepi untuk berusaha menghafalkan ayat-ayatNya. Jadi nostalgia. Masa-masa Juz 29 yang kalau sekarang sok-sokan kubaca tanpa liat mushaf, banyak salahnya. Sedih.
*
Aku ada cerita, nanti baca ya.
Atau mungkin bukan cerita lebih tepatnya.
Semoga tujuannya terwujud, bagaimanapun jalan yang ditempuh, ya.
8.59 pagi
ditengah mengantuk yang (kayaknya) karena semalam malah tidur larut
Takeaways Meetup Turki
iseng kubikin di gkeep waktu mereka sharing |
Alhamdulillah, setelah Abidah presentasi, ketika sebelumnya banyak yang performanya masih kurang, secara Bahasa Inggrisnya, atau pakaiannya gelap, atau juri yang sudah bosan karena tapilannya biasa. Abidah datang dengan baju tosca, lalu jurinya seneng sama performanya Abidah.
"Excellent excellent!" kata juri yang seperti mendapat air di tengah gersangnya padang pasir. Beliau sampai membalikkan badan, bilang ke peserta lainnya kalau nanti tampilnya kayak gini, intinya begitu.
Masya Allah :")
***
Hari H pitching, kita udah malas-malasan karena ya emang nggak pitching dan jaga stand aja. Tiket yang dipnya exhibiting startup.
Tapi terus tersadar, dariapada malas-malasan aja, masa udah sampai sini kita ga kasih manfaat? Setidaknya bisa bantuin latihan pitchingnya startup Indonesia yang lain.
Qadarullah, waktu nanya Elif (panitia), ternyata dia bilang panitia sudah mempertimbangkan. Karena waktu trial pitching kayak, orang ini dinotice banget sama juri. Masa dia ga ikut pitching? Karena kemarin bagus, takutnya nanti jurinya bertanya-tanya.
Dan ya mereka pun sadar sih kalau pitching tu bukan hak kita karena memang tiket kita tiket exhibiting, sudah habis tiket pitchingnya :")
Masya Allah :")
(dan cerita tentang kemenangan bisa dilihat di sini)
***
"Banyak banget yang terjadi hari itu. Mesti bolak-balik, nyasar, [termasuk ketemu orang di perjalannan yang selo banget ketika lagi rush yang kemudian nawarin bantuan cari rute/jalan lebih cepat tapi malah nyasar dan dia menyarankan untuk menikmati perjalanan (ketika mereka sudah buru-buru)], ditimpuk kotak rokok dari lantai empat karena dirasa berisik padahal kita nggak ngerasa segitu berisiknya...."
"Dan kita sadar di hari yang hectic itu kita sedikit banget tilawahnya."
Masya Allah :")
***
Ini kan bumi Allah ya. Jadi bukan presentasi yang bagus yang bikin kita menang. Bukan slidenya. Bukan produknya. Bukan...
Sesederhana kalau Allah yang pengen, ya terjadi.
Waktu di pesawat, kerasa banget kan lihat dari atas kalau bumi Allah itu luas. Kalau Allah mau bikin gempa bisa-bisa aja. Jadi refleksi, kenapa harus takut sama musik yg dibuat berdebar ketika acara (mau pitching)?
Doa aku (Abidah) waktu itu cuma satu, sama kayak doa waktu GVS dulu(pernah aku pos di sini versi lengkapnya).
"Izinkan yang menang adalah orang yang bisa ngasih banyak kebaikan."
Masya Allah :")
***
Dan yang aku baru sadari usai nulis ini adalah soal percaya.
Percayanya Kak Lili, kakaknya Abidah yang juga kukenal sejak 2015-an (sebelum aku tau kalau beliau kakaknya Abidah), tentang niatan adiknya ke Turki. Beliau yang dnegan semangatnya orderin tiket, juga ikut bantu cari sponsor. Padahal tiket dibel dengan kayak masih belum jelas. Aku pun jujur dulu ragu sama rencana Turki ini.
Tapi percayanya Kak Lili ngajarin aku,
bahwa itu memberi energi, selalu :")
Seperti yang pernah kupos di sini .
Badr, Meetup Senin 13 Mei 2019
Mencari Keberkahan Waktu (2)
"Karena waktu yang panjang, atau luang, yang bahkan kita usahain gak melakukan hal lain dulu (yang bisa jadi lebih wajib atau udah ada janjian duluan) biar suatu task bisa kelar, belum tentu jamin kita produktif di ngerjain task itu. Bisa jadi tergantung berkahnya waktu itu."-seseorang Jumat lalu, dan, ternyata nyambung juga sama postingan ini.
Istiqlal Hari Ini-3: Lingkungan yang Baik
Dari seantero perjanjian antara aku dan teman-temanku, rasanya baru kali ini disebutkan tepat bertemu: Istiqlal.
Bukan tempat makan, mungkin memang karena kami puasa.
Tapi benarlah kata orang-orang, pergilah ke tempat yang baik, maka kamu akan bertemu orang yang baik.
Dari awal Kay ngajak ketemu, Kay sudah bilang:
ketemunya pagi aja biar buka puasanya bisa sama keluarga dan sholat tarawih 💞
Aku senyum. Senang. Kay berbeda dengan orang-orang yang cenderung ingin ketemu untuk bukber ketika bulan puasa.
Lalu yang bikin aku amaze lagi, tempat ketemunya: Istiqlal. Memang benar sulit ketika lagi puasa ketemu siang-siang di public space. Terus juga orangnya dari mana-mana jadi perlu mencari titik tengah. Ketemu di masjid benar-benar mengingatkan pada masa-masa ideal di sekolah, atau masa-masa di Jogja. Aih, rindu.
Padahal, sebagaimmana orang tahu. Aku malas pergi-pergi. Udah gitu kalau ke Jakarta manapun entah kenapa rasanya jauh, hihi. Berkebalikan banget sama Ima yang bagi dia Jakarta manapun dekat.
#sisakemarin
Istiqlal Hari Ini
Ahad, 12 Mei 2019
Bukan tempat makan, mungkin memang karena kami puasa.
Tapi benarlah kata orang-orang, pergilah ke tempat yang baik, maka kamu akan bertemu orang yang baik.
Dari awal Kay ngajak ketemu, Kay sudah bilang:
ketemunya pagi aja biar buka puasanya bisa sama keluarga dan sholat tarawih 💞
Aku senyum. Senang. Kay berbeda dengan orang-orang yang cenderung ingin ketemu untuk bukber ketika bulan puasa.
Lalu yang bikin aku amaze lagi, tempat ketemunya: Istiqlal. Memang benar sulit ketika lagi puasa ketemu siang-siang di public space. Terus juga orangnya dari mana-mana jadi perlu mencari titik tengah. Ketemu di masjid benar-benar mengingatkan pada masa-masa ideal di sekolah, atau masa-masa di Jogja. Aih, rindu.
Padahal, sebagaimmana orang tahu. Aku malas pergi-pergi. Udah gitu kalau ke Jakarta manapun entah kenapa rasanya jauh, hihi. Berkebalikan banget sama Ima yang bagi dia Jakarta manapun dekat.
#sisakemarin
Istiqlal Hari Ini
Ahad, 12 Mei 2019
Istiqlal Hari Ini-2: Anak dan Keluarga
Terlalu banyak insight yang bsia diraup hari ini. Dan rasanya sudah tidak mampu menuliskannya saking banyanya. Padahal sepengen itu ikut merangkum kajian yang di-re-tell sama Ima.
Coba buka link ini dan karena memang cukup panjang, bisa langsung klik menit ke 27.
Sebagai clue: peran ayah dalam menanamkan aqidah dan ibu dalam menanamkan akhlak, beserta hal-hal terkait keluarga dan anak-anak. Seberapa penting ayah dan seberapa penting ibu. Apa peran Ayah dan di mana peran Ibu. Bagaimana Ayah yang sedikit bicara dan banyak didengar, dan Ibu yang kebalikannya banyak bicara sedikit didengar. Ayah yang harus tega dan mengenalkan anak pada ego, agar anak punya prinsip, dan tidak mudah terpengaruh orang dan pemikiran lain. Tentang Ayah yang bercerita sebelum tidur.
Sampai bagaimana Ayah membelikan baju anak agar tahu perkembangan anak, juga tentang pemateri, Ust Ardiano Rusfi yang membeli rumah di usia 43, karena sepanjang anak-anaknya tumbuh uangnya ia prioritaskan untuk aktivitas bersama keluarga, bersama anak-anaknya.
Dan kata-kata Kay di akhir yang tidak terekam karena sudah keburu dimatikan.
"Siapa yang seharusya ke pasar coba?"
Kami terdiam. Zaki menebak, Ayah?
Kay mengangguk. "Iya Ayah."
Kami penuh tanya.
Katanya lagi, "Rasulullah juga dulu ke pasar. Perempuannya di rumah."
Lalu kami jadi nyambung, berkata-kata. oh iya ya, lagi pula, kalau laki-laki belinya to the point, nyarinya apa dibeli ya itu. kalau perempuan liat apa dikit jadi pengen, niat beli apa bawa pulangnya apa. bisa ganti atau nambah.
(please note aku bukan menceritakan ini karena berharap laki aja yang ke pasar perempuan ga usah, cuma dari gimana Rasulullah mencontohkan dan teladan orang shalih zaman dulu. Pun waktu aku cerita ke Ummi kata Ummi, di kitab yang membahas laki-laki dan prempuan (ijtima'i) disebutkan bahwa memang tugas ke luar itu tugas laki-laki. barusan aku baca majalah yang di covernya bertulisakan salah satu judul yaitu Mewjudkan Keluarga Islami, rupanya juga dicantumkan tentang itu.
Panjang tapi it's gonna be worth it. Aku rasanya pengen denger langsung kajian ustadznya.
Terima kasih teman-teman :")
#sisakemarin
Istiqlal Hari Ini
Ahad, 12 Mei 2019
Hari ini baca igs teman ternyata juga bahas mengenal pasangan, serta peran ayah dan ibu, juga kajian Ust. Budi Ashari yang belum jadi kutonton dari tahun lalu heuheu.
Coba buka link ini dan karena memang cukup panjang, bisa langsung klik menit ke 27.
Sebagai clue: peran ayah dalam menanamkan aqidah dan ibu dalam menanamkan akhlak, beserta hal-hal terkait keluarga dan anak-anak. Seberapa penting ayah dan seberapa penting ibu. Apa peran Ayah dan di mana peran Ibu. Bagaimana Ayah yang sedikit bicara dan banyak didengar, dan Ibu yang kebalikannya banyak bicara sedikit didengar. Ayah yang harus tega dan mengenalkan anak pada ego, agar anak punya prinsip, dan tidak mudah terpengaruh orang dan pemikiran lain. Tentang Ayah yang bercerita sebelum tidur.
Sampai bagaimana Ayah membelikan baju anak agar tahu perkembangan anak, juga tentang pemateri, Ust Ardiano Rusfi yang membeli rumah di usia 43, karena sepanjang anak-anaknya tumbuh uangnya ia prioritaskan untuk aktivitas bersama keluarga, bersama anak-anaknya.
Dan kata-kata Kay di akhir yang tidak terekam karena sudah keburu dimatikan.
"Siapa yang seharusya ke pasar coba?"
Kami terdiam. Zaki menebak, Ayah?
Kay mengangguk. "Iya Ayah."
Kami penuh tanya.
Katanya lagi, "Rasulullah juga dulu ke pasar. Perempuannya di rumah."
Lalu kami jadi nyambung, berkata-kata. oh iya ya, lagi pula, kalau laki-laki belinya to the point, nyarinya apa dibeli ya itu. kalau perempuan liat apa dikit jadi pengen, niat beli apa bawa pulangnya apa. bisa ganti atau nambah.
(please note aku bukan menceritakan ini karena berharap laki aja yang ke pasar perempuan ga usah, cuma dari gimana Rasulullah mencontohkan dan teladan orang shalih zaman dulu. Pun waktu aku cerita ke Ummi kata Ummi, di kitab yang membahas laki-laki dan prempuan (ijtima'i) disebutkan bahwa memang tugas ke luar itu tugas laki-laki. barusan aku baca majalah yang di covernya bertulisakan salah satu judul yaitu Mewjudkan Keluarga Islami, rupanya juga dicantumkan tentang itu.
Panjang tapi it's gonna be worth it. Aku rasanya pengen denger langsung kajian ustadznya.
Terima kasih teman-teman :")
#sisakemarin
Istiqlal Hari Ini
Ahad, 12 Mei 2019
Hari ini baca igs teman ternyata juga bahas mengenal pasangan, serta peran ayah dan ibu, juga kajian Ust. Budi Ashari yang belum jadi kutonton dari tahun lalu heuheu.
Istiqlal Hari Ini-1: Haru
Orang itu meyelesaikan tahiyatul masjidnya. Salam. Lalu berpikir, teringat nasehat seseorang tentang shalat hajat. Ia membulatkan tekad. Baiklah, kutunaikan shalat hajat, ujarnya dalam hati. Dia ingat pinta apa yang disarankan orang yang menyuruhnya menunaikan shalat hajat beberapa hari lalu. Lalu ia menyelami dasar hatinya. Dirinya juga punya pinta.
Ia berdiri, menunaikan takbir pertama. Tiba saat membaca surat pendek. Dirinya tertegun. Surat apa yang perlu dibaca?
Kemarin-kemarin waktu meminta petunjuk, ia baca surat Al Insyirah dan Al Ikhlas, berharap Allah beri kemudahan dan keikhlasan, apapun hasilnya. Kali ini, mesti baca apa? Sampai akhirnya memutuskan.
Pertama, Al Isra ayat 80
Dan katakanlah (Muhammad), ya Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong(ku). 482
482-Memohon kepada Allah agar kita memasuki suatu ibadah dan selesai daripadanya dengan niat yang baik dan penuh keikhlasan serta bersih dari riya dan dari sesuatu yang merusakkan pahala....
(482 semacam indeks footnote)
Di Alquran Syamil, ada penjelasan footnotenya, masih ada lanjutannya. Dulu, tanpa sengaja ia menemukan ayat ini saat duduk di bangku aliyah, terkesan dengan maknanya. Ketika lupa surat apa ayat berapa, lalu bertanya pada temannya yang hafal Alquran. Lalu berusaha menghafalnya.
Ah, mengingat ayat ini sudah membuatnya meneteskan air mata dalam shalatnya
Lalu, ayat berikutnya. Ia memutar otak. Surat apa?
Terpikir, tiga ayat terakhir al baqarah.
Dulu waktu mengaji bersama, ia sempat terhenyak dengan potongaan arti,
"Jika kamu nyataan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah akan memperhitungkannya (tentang perbuatan itu) bagimu. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan mengazab siapa yang Dia kehendaki...."
Lalu juga yang terkenal, ayat terakhir: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai engan kesanggupannya."
Mengingat segala kekhawatiran dan ketakutan, dan mengingat bahwa atas apapun, ia selalu punya Allah....
Tidak henti, menderas air matanya.
Lalu, QS Al A'raf ayat 23
Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.”
Mau tidak mau ia sudah perlu menyeka air matanya, khawatir masuk mulut dan membatalkan puasa.
Sudah kehabisan kata-kata. Lama tidak merasa shalat senikmat ini. Lama tidak merasa diri sekecil ini. Lama tidak merasa sekerdil ini ia dan benar-benar tidak bisa apa-apa tanpa bantuanNya, dengan benar-benar perasaan yang terasa.
-------------------------
Shalat zuhur, ia kira, tangisnya sudah usai. Pun juga sudah bertemu rekan lainnya.
Tapi bakda shalat, tiga doa pertama yang dibacakan secara jahr oleh entah panitia atau siapa dari petugas masjid membuatnya kembali menangis.
Pertama,
rabbana taqabbal minna shalatana wa shiyamana wa ruku’ana wa sujudana wa qiyamana...
Ah, atas semua amal yang sudah dilakukan, mana yang sampai pada Allah? Mana yang Ia terima? Sebarapa banyak yang bisa Allah terima...membayangkannya membuat takut....
Doa kedua, Al Furqan 74,
Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
Doa ketiga, kalau tidak salah ingat, Al Kahfi 10
(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, “Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami.”
Dua doa yang sama-sama punya kesan dan makna tersendiri. Salah dua doa yang orang itu hafal dari begitu banyaknya doa dalam Alquran yang belum ia hafalkan.
Hari ini, di tengah megah dan besarnya Istiqlal, keciiiil sekali rasanya. Takuut sekali atas tidak diterima amalan-amalannya. Dan harap yang besar menjulang, menjunjung, menyemogakan banyak hal.
Hari ini, ia tidak pernah menangkan kedatangan ke Istiqlal akan semengharukan itu.
#sisakemarin
Istiqlal Hari Ini
Ahad, 12 Mei 2019
Ia berdiri, menunaikan takbir pertama. Tiba saat membaca surat pendek. Dirinya tertegun. Surat apa yang perlu dibaca?
Kemarin-kemarin waktu meminta petunjuk, ia baca surat Al Insyirah dan Al Ikhlas, berharap Allah beri kemudahan dan keikhlasan, apapun hasilnya. Kali ini, mesti baca apa? Sampai akhirnya memutuskan.
Pertama, Al Isra ayat 80
Dan katakanlah (Muhammad), ya Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong(ku). 482
482-Memohon kepada Allah agar kita memasuki suatu ibadah dan selesai daripadanya dengan niat yang baik dan penuh keikhlasan serta bersih dari riya dan dari sesuatu yang merusakkan pahala....
(482 semacam indeks footnote)
Di Alquran Syamil, ada penjelasan footnotenya, masih ada lanjutannya. Dulu, tanpa sengaja ia menemukan ayat ini saat duduk di bangku aliyah, terkesan dengan maknanya. Ketika lupa surat apa ayat berapa, lalu bertanya pada temannya yang hafal Alquran. Lalu berusaha menghafalnya.
Ah, mengingat ayat ini sudah membuatnya meneteskan air mata dalam shalatnya
Lalu, ayat berikutnya. Ia memutar otak. Surat apa?
Terpikir, tiga ayat terakhir al baqarah.
Dulu waktu mengaji bersama, ia sempat terhenyak dengan potongaan arti,
"Jika kamu nyataan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah akan memperhitungkannya (tentang perbuatan itu) bagimu. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan mengazab siapa yang Dia kehendaki...."
Lalu juga yang terkenal, ayat terakhir: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai engan kesanggupannya."
Mengingat segala kekhawatiran dan ketakutan, dan mengingat bahwa atas apapun, ia selalu punya Allah....
Tidak henti, menderas air matanya.
Lalu, QS Al A'raf ayat 23
Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.”
Mau tidak mau ia sudah perlu menyeka air matanya, khawatir masuk mulut dan membatalkan puasa.
Sudah kehabisan kata-kata. Lama tidak merasa shalat senikmat ini. Lama tidak merasa diri sekecil ini. Lama tidak merasa sekerdil ini ia dan benar-benar tidak bisa apa-apa tanpa bantuanNya, dengan benar-benar perasaan yang terasa.
-------------------------
Shalat zuhur, ia kira, tangisnya sudah usai. Pun juga sudah bertemu rekan lainnya.
Tapi bakda shalat, tiga doa pertama yang dibacakan secara jahr oleh entah panitia atau siapa dari petugas masjid membuatnya kembali menangis.
Pertama,
rabbana taqabbal minna shalatana wa shiyamana wa ruku’ana wa sujudana wa qiyamana...
Ah, atas semua amal yang sudah dilakukan, mana yang sampai pada Allah? Mana yang Ia terima? Sebarapa banyak yang bisa Allah terima...membayangkannya membuat takut....
Doa kedua, Al Furqan 74,
Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
Doa ketiga, kalau tidak salah ingat, Al Kahfi 10
(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, “Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami.”
Dua doa yang sama-sama punya kesan dan makna tersendiri. Salah dua doa yang orang itu hafal dari begitu banyaknya doa dalam Alquran yang belum ia hafalkan.
Hari ini, di tengah megah dan besarnya Istiqlal, keciiiil sekali rasanya. Takuut sekali atas tidak diterima amalan-amalannya. Dan harap yang besar menjulang, menjunjung, menyemogakan banyak hal.
Hari ini, ia tidak pernah menangkan kedatangan ke Istiqlal akan semengharukan itu.
#sisakemarin
Istiqlal Hari Ini
Ahad, 12 Mei 2019
Senin, 13 Mei 2019
Percaya dan Yakin
Sabtu lalu siang-siang, seseorang bertanya sesuatu. Jawabannya sudah kusiapkan lama, meski ragu kusampaikan. Tapi akhirnya aku ketik juga.
Lalu waktu ragu-ragu kukirim, aku memilih diksi. Yakin atau percaya, percaya atau yakin ? Ah, keduanya sama kan? Atau beda? Atau sama?
Haha, repot banget aku emang sama term tu.
Tapi aku akhirnya piih kata percaya, karena dulu pun sudah pernah kutulis. Di sini.
Pesan terkirim, tidak ada respon tentang jawaban itu rupanya. Aku tidak tahu apakah seluruh perasaan(atau kalo jadi mikir aneh-aneh, pake term energi aja ya-seluruh energi)ku yang terwakili pada kata-kata itu, yang lama kupikirkan jawabannya ketika suatu hari aku berpikir, nanti kalau ditanya jawab apa ya-lalu aku memikirkan jawaban, sampai atau tidak sebagaimana aku merasakannya.
Tidak, tidak apa-apa. Tidak sampai pun yasudah tidak apa-apa. Mungkin nanti ada sendiri waktunya.
:)
Lalu waktu ragu-ragu kukirim, aku memilih diksi. Yakin atau percaya, percaya atau yakin ? Ah, keduanya sama kan? Atau beda? Atau sama?
Haha, repot banget aku emang sama term tu.
Tapi aku akhirnya piih kata percaya, karena dulu pun sudah pernah kutulis. Di sini.
Pesan terkirim, tidak ada respon tentang jawaban itu rupanya. Aku tidak tahu apakah seluruh perasaan(atau kalo jadi mikir aneh-aneh, pake term energi aja ya-seluruh energi)ku yang terwakili pada kata-kata itu, yang lama kupikirkan jawabannya ketika suatu hari aku berpikir, nanti kalau ditanya jawab apa ya-lalu aku memikirkan jawaban, sampai atau tidak sebagaimana aku merasakannya.
Tidak, tidak apa-apa. Tidak sampai pun yasudah tidak apa-apa. Mungkin nanti ada sendiri waktunya.
:)
Waktu
Kemarin mencari pesan, lalu ketemu. Namun aku terperanjat melihat tanggalnya, 5 April.
Ha, baru sebulan yang lalu ya ternyata. Kayaknya udah lama banget....Biasanya merasa apa-apa berjalan cepat. Kenapa sekarang rasanya pesan ini sudah cukup lama ya? Apa terlalu banyak hal yang terjadi dan berlalu sebulan terakhir ini?
-untuk orang-orang di dalamnya, terima kasih :)
Ha, baru sebulan yang lalu ya ternyata. Kayaknya udah lama banget....Biasanya merasa apa-apa berjalan cepat. Kenapa sekarang rasanya pesan ini sudah cukup lama ya? Apa terlalu banyak hal yang terjadi dan berlalu sebulan terakhir ini?
-untuk orang-orang di dalamnya, terima kasih :)
Fatih dan Sikat Gigi
Siklus membujuk Fatih sikat gigi yang kisaran 30 menit sampai satu jam:
Diminta sikat gigi-alasan membaca/ngerjain pr/main-udahan selesai aktivitasnya-dibujuk sikat gigi lagi-minta bikinin susu-dibikinin susu dan minum-beralasan perutnya kembung abis minum susu jadi nunggu dulu-kalo ga ketiduran akhirnya sikat gigi juga setelah menunggu sekian lama kalau ketiduran, ya akhirnya mau bagaimana lagi-kalau udah sikat gigi dan sepaket persiapan tidur, bajunya basah-ganti baju-tidur di kursi lalu sebelumnya lelang pahala gitu, contohnya: "ada yang mau berkontribusi/menyumbangkan tenaga nggak mijetin Fatih?"
terus kalau ummi bilng
"Dek, Ummi tidurnya nungguin Adek."
Fatih akan dengan cerdasnya menjawab, "Yaudah, kalau gitu Fatih tidur Ummi langsung tidur ya, nggak bleh ngelanjutin ngerjain PR."
looping sampai belum tahu kapan, hehe. Ya pola lain kadang-kadang jadi kebablasan tidur duluan sih, ckckck.
#lifewithfatih #terimakasihummi
Diminta sikat gigi-alasan membaca/ngerjain pr/main-udahan selesai aktivitasnya-dibujuk sikat gigi lagi-minta bikinin susu-dibikinin susu dan minum-beralasan perutnya kembung abis minum susu jadi nunggu dulu-kalo ga ketiduran akhirnya sikat gigi juga setelah menunggu sekian lama kalau ketiduran, ya akhirnya mau bagaimana lagi-kalau udah sikat gigi dan sepaket persiapan tidur, bajunya basah-ganti baju-tidur di kursi lalu sebelumnya lelang pahala gitu, contohnya: "ada yang mau berkontribusi/menyumbangkan tenaga nggak mijetin Fatih?"
terus kalau ummi bilng
"Dek, Ummi tidurnya nungguin Adek."
Fatih akan dengan cerdasnya menjawab, "Yaudah, kalau gitu Fatih tidur Ummi langsung tidur ya, nggak bleh ngelanjutin ngerjain PR."
looping sampai belum tahu kapan, hehe. Ya pola lain kadang-kadang jadi kebablasan tidur duluan sih, ckckck.
#lifewithfatih #terimakasihummi
Helen
"Kak, tadi aku abis mencuri!" Helen bilang, hepi banget mukanya.
Aku terekejut, tapi menahan diri untuk nggak langsung memberondong tanya.
Aku tanya pelan-pelan. "Mencuri apa?"
"Mencuri...hati Kakak!" gak lama kemudian anaknya lari, meningalkan aku yang tersenyum.
-aku, yang mau cerita banyak hanya saja menulisnya butuh effort dan keknya bisa panjang
lalu malah menulis cerita singkat yang mau kutulis dua-tiga pekan lalu yang belum jadi-jadi ini.
Aku terekejut, tapi menahan diri untuk nggak langsung memberondong tanya.
Aku tanya pelan-pelan. "Mencuri apa?"
"Mencuri...hati Kakak!" gak lama kemudian anaknya lari, meningalkan aku yang tersenyum.
-aku, yang mau cerita banyak hanya saja menulisnya butuh effort dan keknya bisa panjang
lalu malah menulis cerita singkat yang mau kutulis dua-tiga pekan lalu yang belum jadi-jadi ini.
Jumat, 10 Mei 2019
Kamis, 09 Mei 2019
Mencari Keberkahan Waktu
Waktu itu Abidah izin nelpon, dia bilang hanya 10 menit, rupanya jadi sekitaran 30 menit.
Maret, sebelum ke Klaten. Saat banyak deadline mampir dan menghampiri. Saat rasa-rasanya ragu, apakah bisa semua konten selesai sebelum April, lalu cetak dummy dsb. Apakah kalau ikut ke Klaten (tadinya aku pikir aku nggak ikut), aku tetap bisa submit naskah buat seleksi pelatihan, tetap bisa handle kepanitiaan acara. Dan apakah bisa semua berjalan sesuai timeline. Termasuk targetan testing dan development yang belum usai.
Lalu aku bilang soal mencari keberkahan waktu, yang kala itu pernah jadi status whatsappku. sekaligus reminder buat diri sendiri. "Bid," kubilang, "Di kayak gini aku cuma bisa berharap sama keberkahan waktu."
Aku ndak mau alasan-alasan kesibukan atau pekerjaan yang satu jadi mematikan pekerjaan yang lain, atau jadi alasan untuk ga jadi submit naskah, atau jadi alasan untuk membatalkan amanah yang sudah diambil sebelumnya. Is it easy? Tentu saja tidak. Nguatin diri sendiri bahwa ini sekarang waktunya buat aktivitas yang lain, bukan lagi kerjaan, kadang-kadang ya ada penolakan juga. Tapi memang perlu diingat lagi itu adalah hak tubuh yang lainnya. Kuatin niatnya, inget tujuannya. Kan hidup orientasinya nggak satu kerjaan aja terus hidup mati di sana. Ada aktivitas lainnya yang bisa jadi itu justru jadi pemberat amal kita.
***
Dulu waktu kelas 9, tarawih di masjid sekolah. Ramadhannya beririsan sama masa-masa UTS atau UAS entahlah, namun intinya sama: pekan ujian.
Ada sekumpulan adik-adik kelas, kelas 7 yang hanya ikut takbiratul ihram, lalu saat jamaah sudah shalat--mungkin saat sudah mulai Al Fatihah, mereka membatalkan shalatnya, duduk, membaca buku. Aku ingat sekai cover hijau putih berjudul, IPS Terpadu. Aih, mungkin tidak tepat disebut bata kalau dari awa memang hanya berpura-pura, agar terlihat guru yang ikut shalat di masjid.
Adik-adik ini belajar. Untuk ujian. Meninggalkan tarawih dan mereka masih di shafnya. Nanti saat tarawihnya mendekati salam, mereka akan duduk umpama orang tahiyat, lalu ikutan salam. Sehingga guru asrama yang ada satu shaf depan mereka tidak akan menangkap kegiatan curi-curi waktu yang mereka gunakan selama shalat tarawih untuk belajar ujian. Sedih sekali melihatnya
Aku tidak ingat apakah momen ini atau ada momen lain, atau siapa yang memberi nasehat, yang memberikan aku insight bahwa semua punya waktunya masing-masing. Semua punya porsinya.
Ada waktu ibadah, ada waktu mendengar ceramah, ada waktu tilawah, ada waktu belajar di kelas, ada waktu diskusi, ada waktu belajar dalam forum, ada waktu mandiri, ada waktu makan, semua punya porsi waktunya.
Dan aku lupa momen apa yang membuatku berusaha menerapkannya.
Sehingga saat aliyah, saat ada kajian bada subuh di masjid sementara hari itu ulangan. Aku berusaha tidak membaca catatan kecil atau buku catatan-yang semula bisa dibawa ketika menunggu atau nanti dibaca di perjalanan. Ini waktunya kajian bada subuh. Dengarkan. Dengarkan dengan baik, tidak disambi.
Atau juga saat muhadharah bada zuhur. Dengarkan, tidak disambi belajar. Tidak ditinggal tilawah mengejar targetan. Usahakan. Atau ketika ceramah tarawih, kadang aku melihat ada saja orang yang memiih tidak mendengarkan dan mengejar targetan tilawahnya. Tapi aku berusaha menanamkan pada diri bahwa, ini sekarang haknya penceramah untuk didengar, haknya aku untuk mendapatkan pelajaran Jadwalnya saat ini ceramah tarawih, bukan waktunya tilawah. Sehingga, nggak jadi baper juga kalau tilawahnya udah kekejar sama yang lain. Toh ada yang kita penuhi haknya pada saat yang sama.
Karena setiap waktu punya porsinya, dan setiap agenda ada waktunya.
Kadang rasanya memang gemas, kayak, aku pengen banget belajar ini, tadi belum selesai belajarnya. Baca pas kajian aja apa ya? Menyingkir ke ruang permadani (perpustakaan masjid insan cendekia) aja apa ya habis shalat? Biar nggak keliatan-keliatan amat kalau ada yang di mimbar kalo lagi sibuk sendiri.
Tapi pengalaman tadi waktu mts atau entah pengalaman yang mana membuatku sampai hari ini percaya bahwa ada hak-hak dan kewajiban yang perlu ditunaikan. Hak untuk menuntut ilmu, kewajiban mendengarkan dan menghargai orang lain yang berbicara dan mengisi, hak tubuh untuk dicharge imannya, untuk belajar.
Apa tidak khawatir nanti ulangan nggak bisa? Atau sebel sendiri karena waktunya bisa dipakai (egois) untuk mengisi diri sendiri pelajaran yang mau diujianin?
Tentu saja khawatir.
Makanya berharapnya hanya pada keberkahan waktu. Minta sama Allah dikasih keberkahan waktu. Agar pada waktu yang sempit, yang sedikit, yang terbatas, Allah kasih keberkahan. Allah beri kemudahan. Karena diri ini mau berusaha memenuhi hak-haknya. Keberkahan waktu, udah itu aja satu-satunya alternatif biar masih bisa mengusahakan apa yang perlu diusahakan, dan memenuhi hak terhadap waktu yang sudah dijadwalkan, oleh sistem, oleh hal-hal yang diikuti, dan lain sebagainya.
Jadilah waktu itu, di tengah segala kekhawatiran dan ketakutan akan melewati deadline, akan banyak hal yang kelewat, akan banyak hal yang nggak memenuhi ekspektasi, akan batas watu yang semakin dekat sementara pekerjaan meminta banyak, juga amanah yang belum tuntas di suatu kepanitiaan, cuma bisa mengarahkanku pada: meminta keberkahan waktu sama Allah, meminta keberkahan waktu dari Allah.
Biar Allah yang kasih jalannya, dan diri ini masih bisa memenuhi amanah-amanah di berbagai tempat. Sekitaran ke Klaten itu, aku pusing banget rasanya. Load testing, load konten, deadline ikutan seleksi pelatihan menulis, load pegang amanah jadi ketua acara dan CP konfirmasi peserta yang meski ga gede-gede banget aku tahu aku nggak maksimal di situ, bahkan udah ga mampu merekap peserta sepulang dari bandara di Damri. Sudah terlalu lelah.
Tapi yang bisa diusahakan, hari H acara tetap standby sama acaranya, nggak nyambi ngerjain yang belum selesai. Habis itu ngejar targetan dan naskah buat seleksi, ke kantor, ngusahain biar kondusif. Berusaha nggak pake nyalah-nyalahin kenapa awalnya nggak perlu ke klaten jadi harus ikut, atau ngga pake nyalah-nyalahin kenapa aku mau jadi ketua dan ga izin aja, dsb dsb.
Yang aku akui masih belum mampu, belum bisa kayak yang Kak Ridho suka bilang, "Ane kerasa banget, kalau kualitas ibadahnya nurun, produktivitas kerjanya juga nurun." Ini senada sama postingan lalu-lalu yang aku nanya ke Ima gimana biar tilawahnya bsia teratur. PR banget ini masihan buatku.
Hem, mungkin ada yang melihat aku terlihat strict ya. Atau kok kayaknya kaku banget.
Tapapa. Hanya berusaha menempatkan hal-hal pada tempatnya.
Meski ku tahu kujuga masih proses belajar ke sana. Ke kondisi ideal itu. Banget.
Fitri,
yang masih belajar
sudah lama tulisan ini ingin ditulis
Maret, sebelum ke Klaten. Saat banyak deadline mampir dan menghampiri. Saat rasa-rasanya ragu, apakah bisa semua konten selesai sebelum April, lalu cetak dummy dsb. Apakah kalau ikut ke Klaten (tadinya aku pikir aku nggak ikut), aku tetap bisa submit naskah buat seleksi pelatihan, tetap bisa handle kepanitiaan acara. Dan apakah bisa semua berjalan sesuai timeline. Termasuk targetan testing dan development yang belum usai.
Lalu aku bilang soal mencari keberkahan waktu, yang kala itu pernah jadi status whatsappku. sekaligus reminder buat diri sendiri. "Bid," kubilang, "Di kayak gini aku cuma bisa berharap sama keberkahan waktu."
Aku ndak mau alasan-alasan kesibukan atau pekerjaan yang satu jadi mematikan pekerjaan yang lain, atau jadi alasan untuk ga jadi submit naskah, atau jadi alasan untuk membatalkan amanah yang sudah diambil sebelumnya. Is it easy? Tentu saja tidak. Nguatin diri sendiri bahwa ini sekarang waktunya buat aktivitas yang lain, bukan lagi kerjaan, kadang-kadang ya ada penolakan juga. Tapi memang perlu diingat lagi itu adalah hak tubuh yang lainnya. Kuatin niatnya, inget tujuannya. Kan hidup orientasinya nggak satu kerjaan aja terus hidup mati di sana. Ada aktivitas lainnya yang bisa jadi itu justru jadi pemberat amal kita.
***
Dulu waktu kelas 9, tarawih di masjid sekolah. Ramadhannya beririsan sama masa-masa UTS atau UAS entahlah, namun intinya sama: pekan ujian.
Ada sekumpulan adik-adik kelas, kelas 7 yang hanya ikut takbiratul ihram, lalu saat jamaah sudah shalat--mungkin saat sudah mulai Al Fatihah, mereka membatalkan shalatnya, duduk, membaca buku. Aku ingat sekai cover hijau putih berjudul, IPS Terpadu. Aih, mungkin tidak tepat disebut bata kalau dari awa memang hanya berpura-pura, agar terlihat guru yang ikut shalat di masjid.
Adik-adik ini belajar. Untuk ujian. Meninggalkan tarawih dan mereka masih di shafnya. Nanti saat tarawihnya mendekati salam, mereka akan duduk umpama orang tahiyat, lalu ikutan salam. Sehingga guru asrama yang ada satu shaf depan mereka tidak akan menangkap kegiatan curi-curi waktu yang mereka gunakan selama shalat tarawih untuk belajar ujian. Sedih sekali melihatnya
Aku tidak ingat apakah momen ini atau ada momen lain, atau siapa yang memberi nasehat, yang memberikan aku insight bahwa semua punya waktunya masing-masing. Semua punya porsinya.
Ada waktu ibadah, ada waktu mendengar ceramah, ada waktu tilawah, ada waktu belajar di kelas, ada waktu diskusi, ada waktu belajar dalam forum, ada waktu mandiri, ada waktu makan, semua punya porsi waktunya.
Dan aku lupa momen apa yang membuatku berusaha menerapkannya.
Sehingga saat aliyah, saat ada kajian bada subuh di masjid sementara hari itu ulangan. Aku berusaha tidak membaca catatan kecil atau buku catatan-yang semula bisa dibawa ketika menunggu atau nanti dibaca di perjalanan. Ini waktunya kajian bada subuh. Dengarkan. Dengarkan dengan baik, tidak disambi.
Atau juga saat muhadharah bada zuhur. Dengarkan, tidak disambi belajar. Tidak ditinggal tilawah mengejar targetan. Usahakan. Atau ketika ceramah tarawih, kadang aku melihat ada saja orang yang memiih tidak mendengarkan dan mengejar targetan tilawahnya. Tapi aku berusaha menanamkan pada diri bahwa, ini sekarang haknya penceramah untuk didengar, haknya aku untuk mendapatkan pelajaran Jadwalnya saat ini ceramah tarawih, bukan waktunya tilawah. Sehingga, nggak jadi baper juga kalau tilawahnya udah kekejar sama yang lain. Toh ada yang kita penuhi haknya pada saat yang sama.
Karena setiap waktu punya porsinya, dan setiap agenda ada waktunya.
Kadang rasanya memang gemas, kayak, aku pengen banget belajar ini, tadi belum selesai belajarnya. Baca pas kajian aja apa ya? Menyingkir ke ruang permadani (perpustakaan masjid insan cendekia) aja apa ya habis shalat? Biar nggak keliatan-keliatan amat kalau ada yang di mimbar kalo lagi sibuk sendiri.
Tapi pengalaman tadi waktu mts atau entah pengalaman yang mana membuatku sampai hari ini percaya bahwa ada hak-hak dan kewajiban yang perlu ditunaikan. Hak untuk menuntut ilmu, kewajiban mendengarkan dan menghargai orang lain yang berbicara dan mengisi, hak tubuh untuk dicharge imannya, untuk belajar.
Apa tidak khawatir nanti ulangan nggak bisa? Atau sebel sendiri karena waktunya bisa dipakai (egois) untuk mengisi diri sendiri pelajaran yang mau diujianin?
Tentu saja khawatir.
Makanya berharapnya hanya pada keberkahan waktu. Minta sama Allah dikasih keberkahan waktu. Agar pada waktu yang sempit, yang sedikit, yang terbatas, Allah kasih keberkahan. Allah beri kemudahan. Karena diri ini mau berusaha memenuhi hak-haknya. Keberkahan waktu, udah itu aja satu-satunya alternatif biar masih bisa mengusahakan apa yang perlu diusahakan, dan memenuhi hak terhadap waktu yang sudah dijadwalkan, oleh sistem, oleh hal-hal yang diikuti, dan lain sebagainya.
Jadilah waktu itu, di tengah segala kekhawatiran dan ketakutan akan melewati deadline, akan banyak hal yang kelewat, akan banyak hal yang nggak memenuhi ekspektasi, akan batas watu yang semakin dekat sementara pekerjaan meminta banyak, juga amanah yang belum tuntas di suatu kepanitiaan, cuma bisa mengarahkanku pada: meminta keberkahan waktu sama Allah, meminta keberkahan waktu dari Allah.
Biar Allah yang kasih jalannya, dan diri ini masih bisa memenuhi amanah-amanah di berbagai tempat. Sekitaran ke Klaten itu, aku pusing banget rasanya. Load testing, load konten, deadline ikutan seleksi pelatihan menulis, load pegang amanah jadi ketua acara dan CP konfirmasi peserta yang meski ga gede-gede banget aku tahu aku nggak maksimal di situ, bahkan udah ga mampu merekap peserta sepulang dari bandara di Damri. Sudah terlalu lelah.
Tapi yang bisa diusahakan, hari H acara tetap standby sama acaranya, nggak nyambi ngerjain yang belum selesai. Habis itu ngejar targetan dan naskah buat seleksi, ke kantor, ngusahain biar kondusif. Berusaha nggak pake nyalah-nyalahin kenapa awalnya nggak perlu ke klaten jadi harus ikut, atau ngga pake nyalah-nyalahin kenapa aku mau jadi ketua dan ga izin aja, dsb dsb.
Yang aku akui masih belum mampu, belum bisa kayak yang Kak Ridho suka bilang, "Ane kerasa banget, kalau kualitas ibadahnya nurun, produktivitas kerjanya juga nurun." Ini senada sama postingan lalu-lalu yang aku nanya ke Ima gimana biar tilawahnya bsia teratur. PR banget ini masihan buatku.
Hem, mungkin ada yang melihat aku terlihat strict ya. Atau kok kayaknya kaku banget.
Tapapa. Hanya berusaha menempatkan hal-hal pada tempatnya.
Meski ku tahu kujuga masih proses belajar ke sana. Ke kondisi ideal itu. Banget.
Fitri,
yang masih belajar
sudah lama tulisan ini ingin ditulis
Mikir
Sepanjang pagi dan siang rasanya biasa aja. Tapi saat sore, kayak jadi mikir. Terus kayak jadi mikir banyak. Padahal gatau apa yang dipikir. Ga ngeh apa isinya. Tapi kayak jadi mikir. Banget. Banyak. Bertanya-tanya. Banyak. Jadi ingin diam. Jadi pengen menarik diri. Jadi pengen to the point ngapa-ngapain, nggak banyak obrolan. Jadi khawatir, tapi sulit juga mendeskripsi apa yang dikhawatirin. Jadi pengen menyapa diri sendiri, menguatkan diri sendiri, bilang it's okay, dan ini semua nggak apa-apa.
#sisakemarin #rabumalam
sudah kadung ditulis meski belum selesai
#sisakemarin #rabumalam
sudah kadung ditulis meski belum selesai
Belajar dan Baca Buku
Kemarin Senin Kak Amri ngisi meet up dengan knowledge sharing dari buku. Terus selama bicara, bertanya pada audiens, banyak hal. Tentang tau ini nggak, tau tokoh ini gak, pernah denger ini nggak, pernah nonton ini nggak?
Tapi audiens sepi.
.
Aku jadi malu. Sama diri sendiri. Lama nggak menutrisi diri ini dengan bacaan bergizi. Heu.
#sisakemarin #senin
Tapi audiens sepi.
.
Aku jadi malu. Sama diri sendiri. Lama nggak menutrisi diri ini dengan bacaan bergizi. Heu.
#sisakemarin #senin
Rabu, 08 Mei 2019
Fatih dan Kata-katanya (2)
Fahri sama Fatih lagi main, terus gatau gimanalah intinya Fahri membuat Fatih merasa sakit.
Fatih: "Kalau nggak puasa udah fatih gebukin nih"
Ummi: "Eh nggak boleh gitu Dek, nahan marah itu lagi puasa maupun nggak puasa."
*
Telpon Fafa, Ramadhan hari pertama.
Ummi: Fatih lagi berusaha biar menahan marah. Fatih bilang:
"Iya, ini Fatih merasa dalam diri Fatih kayaknya ada dua bagian, deh. Sisi yang mau maah sama sisi yang nggak mau marah. Fatih kayaknya kalau mau marah itu berasal dari dalam diri Fatih deh, bukan karena orang lain."
.
Hihi, lucu.
*
Obrolan lama, sebelum libur pemilu keknya. Dapet diceritain Umi.
Kemarin Ummi iseng nanya Fatih Mbak,
Ummi: Dek, kalau Mbak Fitri nikah, pengennya suaminya kayak gimana?"
Fatih: (Ummi meragain nada mikirnya Fatih) Yang beneran suka sama Mbak Fitri.Yang baik sama Mbak Fitri. Ya, yang paling penting berjodoh sih.
Terus aku nanya sendiri,
Fitri: Dek, emang kalau Mbak Fitri nikah pengennya suaminya yang kayak gimana?
Fatih: Mmmm gimana ya? Sama yang telah dijodohkan oleh Allah Mbak. Kalau nggak jodoh gimana hayo? *terus pasang ekspresi gemes*, dia ga nyebut yang lain-lain itu sih yang diceritain Ummi
Waktu ngobrol sama Ummi
Ummi: "Iya, nggak nyangka aja jawaban Fatih gitu. Kirain jawabannya yang sholeh. Tapi ya semoga yang beneran suka, yang baik, sudah mencakup juga yang sholeh, baik, (dsb nyebutin sifat-sifat baik yang lama-lama samar terdengar)."
*
Buka puasa
Fitri ke semua: Aku kok sekarang males ya ikut buker-bukber gitu. Ada bukber abc, bukber xyz, bukber fgh. (Di pikiranku bukber biasanya banyakan ngobrol, shalat kadang jadi telat juga, terus ya nyampur gitu laki perempuan, kuingin belajar menghindari hal-hal demikian. dan sayang juga waktu ramadhannya)
Abi: Emang bukbernya di mana?
Aku: Jakarta. Aku udah bilang sih ndak mau ke Jakarta malam-malam (wkwk kenapa ya, buatku Jakarta semuanya jauh rasanya). Walau udah ditawarin **** nginep juga di rumahnya.
(Obrolan berlanjut lalu usai)
Tiba-tiba Fatih ngajak aku ngobrol.
Fatih: Mbak, kalau diajakin buka di CCM jangan mau Mbak
Aku: Kenapa emang dek?
Fatih: Ramai, terus porsinya dibatesin (wkwkwk, kataku dalam hati), terus shalatnya juga kadang jadi telat gitu kan (heu kuterharu anak kicik ini udah bisa ngomong gini)
Aku: Emang porsinya dibatesin itu gimana dek maksudnya?
Fatih: Iya kalau di sana kan porsinya dibatesin. Kalau di rumah enak nggak dibatesin. (Mungkin maksudnya bsia nambah makan gitu kali ya, ckck)
Part 1 ada di sini
Fatih: "Kalau nggak puasa udah fatih gebukin nih"
Ummi: "Eh nggak boleh gitu Dek, nahan marah itu lagi puasa maupun nggak puasa."
*
Telpon Fafa, Ramadhan hari pertama.
Ummi: Fatih lagi berusaha biar menahan marah. Fatih bilang:
"Iya, ini Fatih merasa dalam diri Fatih kayaknya ada dua bagian, deh. Sisi yang mau maah sama sisi yang nggak mau marah. Fatih kayaknya kalau mau marah itu berasal dari dalam diri Fatih deh, bukan karena orang lain."
.
Hihi, lucu.
*
Obrolan lama, sebelum libur pemilu keknya. Dapet diceritain Umi.
Kemarin Ummi iseng nanya Fatih Mbak,
Ummi: Dek, kalau Mbak Fitri nikah, pengennya suaminya kayak gimana?"
Fatih: (Ummi meragain nada mikirnya Fatih) Yang beneran suka sama Mbak Fitri.Yang baik sama Mbak Fitri. Ya, yang paling penting berjodoh sih.
Terus aku nanya sendiri,
Fitri: Dek, emang kalau Mbak Fitri nikah pengennya suaminya yang kayak gimana?
Fatih: Mmmm gimana ya? Sama yang telah dijodohkan oleh Allah Mbak. Kalau nggak jodoh gimana hayo? *terus pasang ekspresi gemes*, dia ga nyebut yang lain-lain itu sih yang diceritain Ummi
Waktu ngobrol sama Ummi
Ummi: "Iya, nggak nyangka aja jawaban Fatih gitu. Kirain jawabannya yang sholeh. Tapi ya semoga yang beneran suka, yang baik, sudah mencakup juga yang sholeh, baik, (dsb nyebutin sifat-sifat baik yang lama-lama samar terdengar)."
*
Buka puasa
Fitri ke semua: Aku kok sekarang males ya ikut buker-bukber gitu. Ada bukber abc, bukber xyz, bukber fgh. (Di pikiranku bukber biasanya banyakan ngobrol, shalat kadang jadi telat juga, terus ya nyampur gitu laki perempuan, kuingin belajar menghindari hal-hal demikian. dan sayang juga waktu ramadhannya)
Abi: Emang bukbernya di mana?
Aku: Jakarta. Aku udah bilang sih ndak mau ke Jakarta malam-malam (wkwk kenapa ya, buatku Jakarta semuanya jauh rasanya). Walau udah ditawarin **** nginep juga di rumahnya.
(Obrolan berlanjut lalu usai)
Tiba-tiba Fatih ngajak aku ngobrol.
Fatih: Mbak, kalau diajakin buka di CCM jangan mau Mbak
Aku: Kenapa emang dek?
Fatih: Ramai, terus porsinya dibatesin (wkwkwk, kataku dalam hati), terus shalatnya juga kadang jadi telat gitu kan (heu kuterharu anak kicik ini udah bisa ngomong gini)
Aku: Emang porsinya dibatesin itu gimana dek maksudnya?
Fatih: Iya kalau di sana kan porsinya dibatesin. Kalau di rumah enak nggak dibatesin. (Mungkin maksudnya bsia nambah makan gitu kali ya, ckck)
Part 1 ada di sini
Selasa, 07 Mei 2019
Being QA
Menjalani keseharian sebagai QA itu banyak sekali hal yang bisa diceritakan. Tapi aku mau cerita sedikit saja tentang hari ini.
Jaid aku sudah lama tidak mengetes mobile app. Karena dialihtugaskan menjadi pengisi konten dan urus-urus @yaumikids dan di tebi lagi proyekan web sehingga aku mengetes web. Kemarin saat menjelang rilis updatean baru Yaumi, aku kayak ngerasa lain. Kayak kalau punya anak tiba-tiba ndak ngurusin anak gitu lah wkwk. Emang suka lebay nih kalo udah sayang suka dianggep anak, kayak urus iCare 2011 dulu.
Jadi kemarin aku pulang bisa cepat, ndak nunggu rilis karena memang sedang tidak ada kewajiban di sana. Di pengalamanku, resiko pulang malam QA cukup besar jika sudah beririsan dengan momentum dan karena testing itu kerjanya terakhiran kan setelah kerjaan developer. Meskipun dulu waktu atasanku meng-hire freelance QA aku ada pikiran, kayaknya nanti tetep bantu ngetes deh menjelang rilis, soalnya cukup besar dan banyak update kali ini. Dan tiga hari kemarin QA freelancenya mudik dan ke klien, bekerja secara remote. Jadi kemarin aku ndak melihat ia gimana handlenya. Tapi memang pro dan hebat sih menghandle di sela-sela proyekan tuh. Rapi banget lagi kerjanya. Salut dan bangga :")
Hari ini, aku diminta tolong bantu ngetes lagi dan kuterima dengan senang hati. Rasanya kayak ketemu teman lama. Devnya sempet nggak enakan tapi sebenarnya fine-fine aja sih. Sampai mereka bilang, "Fitri telah kembali pada fitrahnya." Aku hanya ketawa saja. Hari ini pulangnya jadi mundur hampir satu jam dari rencana, tapi alhamdulillah, setidaknya bisa membantu sedikit (Ya meskipun konten juga belum selesai, atau aku emang lagi bosan juga makanya ngetes jadi selingan yang menarik dan menyenangkan(?)). Dan nggak nyangka juga akhirnya mereka memutuskan update lagi hari ini :"""". Autosalut. Terbaiq.
Alhamdulillah.
Yuk upate Yaumi 2.0!
Jaid aku sudah lama tidak mengetes mobile app. Karena dialihtugaskan menjadi pengisi konten dan urus-urus @yaumikids dan di tebi lagi proyekan web sehingga aku mengetes web. Kemarin saat menjelang rilis updatean baru Yaumi, aku kayak ngerasa lain. Kayak kalau punya anak tiba-tiba ndak ngurusin anak gitu lah wkwk. Emang suka lebay nih kalo udah sayang suka dianggep anak, kayak urus iCare 2011 dulu.
Jadi kemarin aku pulang bisa cepat, ndak nunggu rilis karena memang sedang tidak ada kewajiban di sana. Di pengalamanku, resiko pulang malam QA cukup besar jika sudah beririsan dengan momentum dan karena testing itu kerjanya terakhiran kan setelah kerjaan developer. Meskipun dulu waktu atasanku meng-hire freelance QA aku ada pikiran, kayaknya nanti tetep bantu ngetes deh menjelang rilis, soalnya cukup besar dan banyak update kali ini. Dan tiga hari kemarin QA freelancenya mudik dan ke klien, bekerja secara remote. Jadi kemarin aku ndak melihat ia gimana handlenya. Tapi memang pro dan hebat sih menghandle di sela-sela proyekan tuh. Rapi banget lagi kerjanya. Salut dan bangga :")
Hari ini, aku diminta tolong bantu ngetes lagi dan kuterima dengan senang hati. Rasanya kayak ketemu teman lama. Devnya sempet nggak enakan tapi sebenarnya fine-fine aja sih. Sampai mereka bilang, "Fitri telah kembali pada fitrahnya." Aku hanya ketawa saja. Hari ini pulangnya jadi mundur hampir satu jam dari rencana, tapi alhamdulillah, setidaknya bisa membantu sedikit (Ya meskipun konten juga belum selesai, atau aku emang lagi bosan juga makanya ngetes jadi selingan yang menarik dan menyenangkan(?)). Dan nggak nyangka juga akhirnya mereka memutuskan update lagi hari ini :"""". Autosalut. Terbaiq.
Alhamdulillah.
Yuk upate Yaumi 2.0!
Peluk
"Mbak, mau peluk nggak?" kata Abi tadi pagi. Sudah rapi dan bersiap berangkat.
Aku yang kerudungnya belum rapi mengabaikan, lari ke ruang tamu, memeluk Abi.
Peluk sebelum berangkat menjadi kebiasaan beberapa bulan terakhir ini. Lupa triggernya apa, sepertinya fase-fase setelah aku belajar terbuka dan menjalani hari-hari penuh tangis yang awalnya kurasa aneh tapi pada akirnya bisa kuterima. Memeluk selalu menyenangkan.
Dulu aku masih kuliah dan Abi ada agenda di Jogja, pas mau pamit aku sempat ragu memeluk Abi. Ingat sekali depan kopma belakang shelter transjogja. Tapi akhirnya aku beranikan diri, aku peluk Abi. Erat. Sejak saat itu, kalau ketemu dan mau pisah pas Abi ke Jogja, hampir selalu ada pelukan. Hangat :") Meskipun belum berlaku kalau menjalani hari-hari dengan aktivitas biasa di rumah.
Kemudian beberapa bulan belakangan ini sejak November mungkin ya, memang jadi ngebiasain meluk gitu. Ke Ummi juga. Pamitan mesti salim, sebisa mungkin memeluk. Kalau kelewat salim rasanya kecewaa heuheu. Pernah ada fase di mana malah Abi yang nyariin aku akhir tahun lalu atau awal tahun ini, terus aku ngerasa jadi kayak, wah ini malah Abi yang nyamperin duluan. Sesenang itu :")
Padahal dulu aku pernah di fase yang Abi pergi yaudah, akunya sibuk sendiri aja. Atau ya salim seadanya.
Kalau dulu kata Faizah teman aliyahku, memeluk itu memunculkan hormon-hormon yang meningkatkan kebahagiaan. Terus ada penelitian gitu sehaari minimal sekian peluk. Lupa aku udahan, 7 tahun yang lalu itu obrolannya. Kalau ndak salah 7 atau 12 pelukan perhari, gitu.
.
Eh terus tadi ndak sengaja lihat kakak kelasku yang sudah punya anak dua menshare ini di wa statusnya.
Aku yang kerudungnya belum rapi mengabaikan, lari ke ruang tamu, memeluk Abi.
Peluk sebelum berangkat menjadi kebiasaan beberapa bulan terakhir ini. Lupa triggernya apa, sepertinya fase-fase setelah aku belajar terbuka dan menjalani hari-hari penuh tangis yang awalnya kurasa aneh tapi pada akirnya bisa kuterima. Memeluk selalu menyenangkan.
Dulu aku masih kuliah dan Abi ada agenda di Jogja, pas mau pamit aku sempat ragu memeluk Abi. Ingat sekali depan kopma belakang shelter transjogja. Tapi akhirnya aku beranikan diri, aku peluk Abi. Erat. Sejak saat itu, kalau ketemu dan mau pisah pas Abi ke Jogja, hampir selalu ada pelukan. Hangat :") Meskipun belum berlaku kalau menjalani hari-hari dengan aktivitas biasa di rumah.
Kemudian beberapa bulan belakangan ini sejak November mungkin ya, memang jadi ngebiasain meluk gitu. Ke Ummi juga. Pamitan mesti salim, sebisa mungkin memeluk. Kalau kelewat salim rasanya kecewaa heuheu. Pernah ada fase di mana malah Abi yang nyariin aku akhir tahun lalu atau awal tahun ini, terus aku ngerasa jadi kayak, wah ini malah Abi yang nyamperin duluan. Sesenang itu :")
Padahal dulu aku pernah di fase yang Abi pergi yaudah, akunya sibuk sendiri aja. Atau ya salim seadanya.
Kalau dulu kata Faizah teman aliyahku, memeluk itu memunculkan hormon-hormon yang meningkatkan kebahagiaan. Terus ada penelitian gitu sehaari minimal sekian peluk. Lupa aku udahan, 7 tahun yang lalu itu obrolannya. Kalau ndak salah 7 atau 12 pelukan perhari, gitu.
.
Eh terus tadi ndak sengaja lihat kakak kelasku yang sudah punya anak dua menshare ini di wa statusnya.
Balasan (Pesan Rindu)
[23:38, 5/5/2019] Ima Fathimah Shabrina: Waalaikumsalam wr wrb.
Dear fitri. Aku ndak bisa ndak nangis bacanya. Tulisan yang dari hati sekali :") terimakasih atas tulisan dan perasaan perasaan yang sampai. Beberapa terserap hangat dan beberapa tersaring tanya.
Fit. Setengah jam lagi sudah masuk ramadhan, dan pesanmu masuk. Aku ingin minta maaf atas banyak hal..
Ternyata fitri banyak menanyakan hal hal kecil saat aku disana, yang mungkin bentuk rindu. Hal penting yang abai kutanggapi. Nyatanya aku baru balas besoknya, bahkan saat sudah expired kulwa nya. Maaf ya sudah menyakiti hati fitri, atau tidak bisa memenuhi ekspektasi saat fitri mengirim pesan demikian, saat fitri menanyakan kabar sederhana yang hanya butuh jawaban sederhana pula. Tapi bahkan hal sederhana tak dapat kupenuhi dengan baik :(
Aku selalu hidup pada tiap perjalanan yang kupetualangi. Hari ini aku belajar kalau aku tetaplah cahaya yang rumah butuhkan. Yang hati temanku rindu untuk disapa, yang relung hati ibuku rindu untuk disinggahi. Yang rumah rindu untuk dikabari. Aku seringkali terlalu dalam menyesapi perjalanan, hingga lupa memprioritaskan hal hal sepenting rindu. Maaf ya fit .. aku mempelajari hal baru hari ini, lewat fitri :)
Tentu, ada banyak cerita esok. Dan ada lebih banyak yang telinga ini siap dengar.
Semoga rindu sampai pada doa doa. Semoga kecewa tidak menenggelamkan rasa di udara. Mohon maaf sebesar besarnya temanmu ini seringkali lupa. Semoga Allah peluk ia dengan lembut hidayahNya agar tidak lagi membuat kecewa hati manusia :"
See you tomorrow then, fit ❤
[08:32, 6/5/2019] fitri: Tidak apa-apa Ima. Itu kecewa yang wajar Kok. Tapi aku paham soal menghidupi yang sedang dijalani. Aku juga selama nextdev kayaknggak mau lihat hp, atau malas, atau jadi banyak melewatkan pesan. Menghidupkan hari ini dengan sepenuh yang kita bisa.
Terima kasih telah berbaik hati membaca cerita panjang ini dan menanggapi dengan hangat pula. Aku asa malu sebenernya nulisnya. Tapi aku juga belajar banyak hal baru dari Ima. aku suka paragraf Ima tentang cahaya yang rumah butuhkan relung hati yang rindu disinggahi, dan kalimat separagraf itu. Aku tidak merasa sakit hati atau kecewa yang gimana banget kok. apalagi soal kulwa aku juga suka skip ma. Benar-benar tidaaak,, kupaham soal rush dan tentang prioritas mana yang perlu dibaca lebih dulu. Setiap orang punya list mana yang tanap sadar ia sengaja pilih dan baca duluan. and it's always been okay, karena kita pun bercermin. dan itu tentu relate ke kondisi, situasi, dan lain sebagainya.
Oh ya, aku juga jadi belajar bahkan dari jawaban Ima. Bahwa kelak kalau kita sudah besar, Allah izinkan sudah berkeluarga dan punya keluarga yang lebih besar, punya anak, banyak seklai ya emosi-emosi yang perlu kita handle dan peluk erat-erat, dipilih hati-hati supaya tidak menimbulkan salah paham. Kalau di antara kita, alhamdulillah so far so good. Namun kelak di fase kehidupan selanjutnya, siapa tahu dan siapa yang bisa jamin?
Siap Ima, see you today ❤
===============
Hari ini aku bertemu Abidah saat selesai berwudhu. Tapi aku masih hemat bicara. Buncahku kutahan agar bisa biasa saja.
Usai ba'diyah kuhampiri ia yang sedang melihat ponselnya. Kupeluk erat-erat dari belakang sembari duduk. Lama. Sampai Mbak Dian bilang, "Ada yang kangen nih." Peluk saja tanpa bicara.
Lalu Abidah bertanya, Ima kemarin dapat pelukan juga nggak?
"Dapat, di ruangan," kujawab mantap. Kemarin usai mitap aku peluk dia erat di ruangan sebelum datang orang-orang. Peluk saja, tanpa banyak kata.
Kami belum saling bercerita banyak, tentang aktivitas mereka di turki dan aktivitasku sepekan lalu di Bogor sana.
Tapi bertemu saja, rasanya sudah lega.
Alhamdulillah, alhamdulillah.
Oh ya, Ima bikin tulisan juga di sini.
Semoga kelak segera jumpa ya Ma, dengan anakmu.
Aku, yang tidak sabar melihat anak-anakmu--sebagaimana kubilang sejak lama.
Dear fitri. Aku ndak bisa ndak nangis bacanya. Tulisan yang dari hati sekali :") terimakasih atas tulisan dan perasaan perasaan yang sampai. Beberapa terserap hangat dan beberapa tersaring tanya.
Fit. Setengah jam lagi sudah masuk ramadhan, dan pesanmu masuk. Aku ingin minta maaf atas banyak hal..
Ternyata fitri banyak menanyakan hal hal kecil saat aku disana, yang mungkin bentuk rindu. Hal penting yang abai kutanggapi. Nyatanya aku baru balas besoknya, bahkan saat sudah expired kulwa nya. Maaf ya sudah menyakiti hati fitri, atau tidak bisa memenuhi ekspektasi saat fitri mengirim pesan demikian, saat fitri menanyakan kabar sederhana yang hanya butuh jawaban sederhana pula. Tapi bahkan hal sederhana tak dapat kupenuhi dengan baik :(
Aku selalu hidup pada tiap perjalanan yang kupetualangi. Hari ini aku belajar kalau aku tetaplah cahaya yang rumah butuhkan. Yang hati temanku rindu untuk disapa, yang relung hati ibuku rindu untuk disinggahi. Yang rumah rindu untuk dikabari. Aku seringkali terlalu dalam menyesapi perjalanan, hingga lupa memprioritaskan hal hal sepenting rindu. Maaf ya fit .. aku mempelajari hal baru hari ini, lewat fitri :)
Tentu, ada banyak cerita esok. Dan ada lebih banyak yang telinga ini siap dengar.
Semoga rindu sampai pada doa doa. Semoga kecewa tidak menenggelamkan rasa di udara. Mohon maaf sebesar besarnya temanmu ini seringkali lupa. Semoga Allah peluk ia dengan lembut hidayahNya agar tidak lagi membuat kecewa hati manusia :"
See you tomorrow then, fit ❤
[08:32, 6/5/2019] fitri: Tidak apa-apa Ima. Itu kecewa yang wajar Kok. Tapi aku paham soal menghidupi yang sedang dijalani. Aku juga selama nextdev kayaknggak mau lihat hp, atau malas, atau jadi banyak melewatkan pesan. Menghidupkan hari ini dengan sepenuh yang kita bisa.
Terima kasih telah berbaik hati membaca cerita panjang ini dan menanggapi dengan hangat pula. Aku asa malu sebenernya nulisnya. Tapi aku juga belajar banyak hal baru dari Ima. aku suka paragraf Ima tentang cahaya yang rumah butuhkan relung hati yang rindu disinggahi, dan kalimat separagraf itu. Aku tidak merasa sakit hati atau kecewa yang gimana banget kok. apalagi soal kulwa aku juga suka skip ma. Benar-benar tidaaak,, kupaham soal rush dan tentang prioritas mana yang perlu dibaca lebih dulu. Setiap orang punya list mana yang tanap sadar ia sengaja pilih dan baca duluan. and it's always been okay, karena kita pun bercermin. dan itu tentu relate ke kondisi, situasi, dan lain sebagainya.
Oh ya, aku juga jadi belajar bahkan dari jawaban Ima. Bahwa kelak kalau kita sudah besar, Allah izinkan sudah berkeluarga dan punya keluarga yang lebih besar, punya anak, banyak seklai ya emosi-emosi yang perlu kita handle dan peluk erat-erat, dipilih hati-hati supaya tidak menimbulkan salah paham. Kalau di antara kita, alhamdulillah so far so good. Namun kelak di fase kehidupan selanjutnya, siapa tahu dan siapa yang bisa jamin?
Siap Ima, see you today ❤
===============
Hari ini aku bertemu Abidah saat selesai berwudhu. Tapi aku masih hemat bicara. Buncahku kutahan agar bisa biasa saja.
Usai ba'diyah kuhampiri ia yang sedang melihat ponselnya. Kupeluk erat-erat dari belakang sembari duduk. Lama. Sampai Mbak Dian bilang, "Ada yang kangen nih." Peluk saja tanpa bicara.
Lalu Abidah bertanya, Ima kemarin dapat pelukan juga nggak?
"Dapat, di ruangan," kujawab mantap. Kemarin usai mitap aku peluk dia erat di ruangan sebelum datang orang-orang. Peluk saja, tanpa banyak kata.
Kami belum saling bercerita banyak, tentang aktivitas mereka di turki dan aktivitasku sepekan lalu di Bogor sana.
Tapi bertemu saja, rasanya sudah lega.
Alhamdulillah, alhamdulillah.
Oh ya, Ima bikin tulisan juga di sini.
Semoga kelak segera jumpa ya Ma, dengan anakmu.
Aku, yang tidak sabar melihat anak-anakmu--sebagaimana kubilang sejak lama.
Tadi siang waktu tilawah habis zuhur(atau sebelum, ya(?)), tertarik mencermati arti ayat ini karena ada kata-kata hafizallah (itu ikut sepotong kefoto arabnya), yang mana aku tahu arti kata hafiz adalah menjaga. Terus mikir apa ini maksudnya adalah penjagaan Allah ya. Dan suka aja denger kata hafiz-hafizah. Itu kan istilah common buat penghafal Alquran. Yang maknanya, semoga juga bisa menjaga Alquran.
.
Pas baca artinya beneran eh...ternyata tentang ini. Gak ngeh. Padahal biasanya kalau baca depannya ngeh ayatnya tentang apa. Terus setelah mencermati artinya...jadi mikir. Mikir dari sudut pandang perempuan, yang juga punya amanah besar di ayat itu.
Senin, 06 Mei 2019
Fatih dan Kata-katanya
"Mbak, ini biomassa itu bagus lho Mbak," kata Fatih sambil nunjukin buku pelajarannya. "Ini sumbbernya alkohol sama kotora/limbah (aku lupa dia bilangnya apa).
"Jadi nanti ya Mbak, kalau khilafah udah berdiri, kan alkohol dibuang, bisa jadi buat sumber biomassa kan?" katanya sambil nunjukin simbol oke dengan jarinya.
Kata-kata Fatih ga sepenuhnya benar. Maksudku, kalo emang mau pake alkohol bikin biomassa, bisa-bisa aja kan? Ya alokasiin aja alkohol kalau dibutuhkan untuk biomassa. Tapi aku senang, malam sampai selesai tarawih tadi, dia banyak omongnya. Menggemaskan. Bikin nggak enak kalau disambi sama kirim pesan singkat.
Tadi juga di perpus, ketika yang lain gambar masjid dan aku bilang, terserah gambar masjidnya boleh sesuai imajinasi kalian. Dia bilang, bikin masjid portable aja. Padahal juga dia ga ikutan anak lain menggambar. Sampai temenku heran dan bilang, Fatih kayaknya punya dunia sendiri ya.
Fatih memang nggak mudah berbaur sama teman-teman di sini. Di sisi lain, dia punya wawasan dan term-term atau vocab yang berbeda. Yang jauh lebih dulu dibandingkan waktu aku kecil dulu. Gemas.
"Jadi nanti ya Mbak, kalau khilafah udah berdiri, kan alkohol dibuang, bisa jadi buat sumber biomassa kan?" katanya sambil nunjukin simbol oke dengan jarinya.
Kata-kata Fatih ga sepenuhnya benar. Maksudku, kalo emang mau pake alkohol bikin biomassa, bisa-bisa aja kan? Ya alokasiin aja alkohol kalau dibutuhkan untuk biomassa. Tapi aku senang, malam sampai selesai tarawih tadi, dia banyak omongnya. Menggemaskan. Bikin nggak enak kalau disambi sama kirim pesan singkat.
Tadi juga di perpus, ketika yang lain gambar masjid dan aku bilang, terserah gambar masjidnya boleh sesuai imajinasi kalian. Dia bilang, bikin masjid portable aja. Padahal juga dia ga ikutan anak lain menggambar. Sampai temenku heran dan bilang, Fatih kayaknya punya dunia sendiri ya.
Fatih memang nggak mudah berbaur sama teman-teman di sini. Di sisi lain, dia punya wawasan dan term-term atau vocab yang berbeda. Yang jauh lebih dulu dibandingkan waktu aku kecil dulu. Gemas.
Minggu, 05 Mei 2019
April-awal Mei
Aprilnya sudah berakhir. Meninggalkan segala ingatan dan kenangan. Sebagaimana Bandara Halim akhir Maret lalu. Tentang ke Jogja yang ketinggalan kereta, mengisi acara FLP, pulang yang ajaibnya dijemput abi di stasiun depok (he never do this for me before), kejutan dan pertanyaan, milad ke-8 iCare 2011 yang masih saja kuingat hari-harinya, pertambahan usia aku, zahra, pyan, ifa temen aliyah, ifa sepupu, gian, retas, annisa firdaus, irkham. 2 tahun sebelumnya berturut-turut sudah jadi anak rumah tapi saat ulang tahun 2017 aku lagi ke jogja urus pindahan ditengah magang badr, dan 2018 abi ummi ga ada di ruumah, Ummi baru sampai malam jam 8 mau jam 9 gitu dari Magelang. pertama kali ke Badr di hari Sabtu buat menenangkan diri dan berpikir, lalu ternyata ima dan abidah juga ke Badr. dan kami makan mi ayam pesona untuk pertama kalinya. emailan pertama kali sama Hannan yang deketan sama rapat tim solusi ngomongin home yawme di audit. deep sharing 27 april lalu, pesan panjang yang dikirim, lalu kemenangan GVS waktu aku deep sharing 27 april (sujud syukur sekantor), dan kemenangan startup turki 29 april, pernikahan 2 pasang anak Badr, yang sudah kuketahui tanggalnya sedari Desember tahun lalu, juga berlangsung april ini. Juga penolakan-penolakan naskahku :"), dan lahirnya bayik diary parenting ramadhannya Yawme Kids. Oh satu lagi, kata-kata sedih yang belum bisa aku lupakan hingga hari ini.
Bagaimanapun, Aprilnya berakhir.
Lalu Mei dimulai. Tadi aku tercenung mengingat Ahad ini. Ahad pertama Mei, dan seluruh kenangan. Perjalanan, mengalahkan diri sendiri, belajar, bersyukur, dan memaafkan kesalahan diri sendiri, serta ikut senang dan benar-benar sehepi itu dengan rasa bahagianya orang lain. Dan akhirnya di awal Mei ini aku pelan-pelan memahami bahwa teman monolog perlu benar-benar pergi. Bahkan aku juga ingat hal yang aku kenang di awal Mei semasa SD. Ah, juga bungkusan nasi kuning yang kubawa dan kutawarkan. Juga bagi-bagi takjil yang aku belum pernah ikutan.
Bagaimanapun, waktu berjalan.
Waktu bukanlah obat terbaik.
Obat terbaik adalah penerimaan. Keridhaan. Keikhlasan.
Apapun jalan hidupnya, Allah siapkan yang baik. Yang terbaik.
Ada yang mau Allah ajarkan. Apapun itu.
Sudah, segitu saja. Sekian.
Bagaimanapun, Aprilnya berakhir.
Lalu Mei dimulai. Tadi aku tercenung mengingat Ahad ini. Ahad pertama Mei, dan seluruh kenangan. Perjalanan, mengalahkan diri sendiri, belajar, bersyukur, dan memaafkan kesalahan diri sendiri, serta ikut senang dan benar-benar sehepi itu dengan rasa bahagianya orang lain. Dan akhirnya di awal Mei ini aku pelan-pelan memahami bahwa teman monolog perlu benar-benar pergi. Bahkan aku juga ingat hal yang aku kenang di awal Mei semasa SD. Ah, juga bungkusan nasi kuning yang kubawa dan kutawarkan. Juga bagi-bagi takjil yang aku belum pernah ikutan.
Bagaimanapun, waktu berjalan.
Waktu bukanlah obat terbaik.
Obat terbaik adalah penerimaan. Keridhaan. Keikhlasan.
Apapun jalan hidupnya, Allah siapkan yang baik. Yang terbaik.
Ada yang mau Allah ajarkan. Apapun itu.
Sudah, segitu saja. Sekian.
Obrolan Nik*h
"Aku nanya ke temen aku yang nikah muda, kalau bia mengulang waktu, apa yang mau disiapin. Soalnya ada, temen kita yang lain, nikah muda, lalu cerai setelah beberapa bulan."
"Temenku jawab, mau nyiapin mental. Soalnya kalau finansial dan lain sebagainya, bisa disiapin. Tapi kalau udah mental, itu sulit. Jadi ya sekarang kita sama-sama berjuang kok untuk selalu menyiapkan mental bahwa pernikahan ini memang layak ntuk dipertahankan."
-Cerita Abidah soal temennya yang nikah muda.
"Rima, kamu lamarannya emang kapan Rim?"
"Aku Fit? Lamaran maret, nikah April."
"Wah, kok cepet banget?"
"Iya, tadinya mau nanti aja abis lebaran. Tapi kata dianya juga gak baik kalaau diundur-undur. Kata Mamaku juga gitu."
"Temen aku nikah jarak lamaran sama nikahnya ada yang empat bulan. Ada juga yang cari gedung 6 bulan sebelum nikah."
"Ih iya aku juga Fit, susah cari gedung apalagi udah tinggal sebulan. Yaudah akhirnya di rumah."
"(ngobrol lagi)"
"Iya, kalau orang mentingin akadnya, yaudah akad aja gedungnya nggakpapa kalau emang ternyata harus di rumah. Kalau ada yang mentingin gedungnya, yaudah gedungnya yang diperjuangin, akadnya jadi ngikut gedung."
"Iya ya bener juga."
-Obrolan di motor sama Rima, yang umur nikahnya baru seminggu waktu itu
aya hiji deui tapi lupa
"Temenku jawab, mau nyiapin mental. Soalnya kalau finansial dan lain sebagainya, bisa disiapin. Tapi kalau udah mental, itu sulit. Jadi ya sekarang kita sama-sama berjuang kok untuk selalu menyiapkan mental bahwa pernikahan ini memang layak ntuk dipertahankan."
-Cerita Abidah soal temennya yang nikah muda.
"Rima, kamu lamarannya emang kapan Rim?"
"Aku Fit? Lamaran maret, nikah April."
"Wah, kok cepet banget?"
"Iya, tadinya mau nanti aja abis lebaran. Tapi kata dianya juga gak baik kalaau diundur-undur. Kata Mamaku juga gitu."
"Temen aku nikah jarak lamaran sama nikahnya ada yang empat bulan. Ada juga yang cari gedung 6 bulan sebelum nikah."
"Ih iya aku juga Fit, susah cari gedung apalagi udah tinggal sebulan. Yaudah akhirnya di rumah."
"(ngobrol lagi)"
"Iya, kalau orang mentingin akadnya, yaudah akad aja gedungnya nggakpapa kalau emang ternyata harus di rumah. Kalau ada yang mentingin gedungnya, yaudah gedungnya yang diperjuangin, akadnya jadi ngikut gedung."
"Iya ya bener juga."
-Obrolan di motor sama Rima, yang umur nikahnya baru seminggu waktu itu
aya hiji deui tapi lupa
Mempersiapkan (Kematian)
"Masih untung nikah itu (meski banyak repotnya) bisa dipersiapin, kalau meninggal itu Mbak, ngga bisa disiapin."
-Abi out of nowhere ngomong gitu kemarin. Di hari aku mendengar dua kabar meninggal. Anaknya guruku, yang dulu kukenal saat masih SD, dan kena kanker waktu SMA. Dan Ibunya temanku, yang mendadak info meninggalnya. Maksudnya ngga bsia disiapin tentu saj abukan soal memperbanyak bekal. Tapi karena nggak tau kapan jadi ngga bisa bener-bener ddisiapin menuju hari H kayak orang mau nikah gitu.
-Abi out of nowhere ngomong gitu kemarin. Di hari aku mendengar dua kabar meninggal. Anaknya guruku, yang dulu kukenal saat masih SD, dan kena kanker waktu SMA. Dan Ibunya temanku, yang mendadak info meninggalnya. Maksudnya ngga bsia disiapin tentu saj abukan soal memperbanyak bekal. Tapi karena nggak tau kapan jadi ngga bisa bener-bener ddisiapin menuju hari H kayak orang mau nikah gitu.
Ridha dan Surga
nas aluka ridhoka wal jannah
kami minta ridhaMu dan surga
kami minta ridhaMu dan surga
kami minta ridhaMu dan surga
kami minta ridhaMu dan surga
kami minta ridhaMu dan surga
....
tercenung habis tarawih dengan doa itu.
betapa banyak sekali diri ini lalai, terutama akhir-akhir ini.....
Kadang jadi khawatir dengan hal-hal yang diupayakan seiring masa-masa kayak gini (ngerasa lalai, ga stabil, dsb). Akankah jadi berjalan baik juga?
Kangen (Juga)
My Mom was in rush beberapa hari terakhir. Waktu aku nextdev dan bertanya, Ummi belum bisa menjelaskan, katanya masih fokus ngerjain PRnya. Kemarin juga, sibuk sekali seharian sedari Jumat aku pulang sampai Sabtu malam. PR-PRnya, bikin jawaban diskusi online, nyiapin arisan, haflah di sekolah fahri, dsb dll.
Saya selalu tahu, Ummi sibuk dalam kebaikan. Ga ada ceritanya Ummi scroll instagram atau main twitter kayak saya. Palingan yang agak takes time karena Ummi bacain notifikasi WA yang sudah terlanjur banyak karena Ummi jarang-jarang lihat HP, sudah terlau sibuk dengan segala urusan rumah tangga dan amanah-amanahnya. Atau menghapus pesan yang tak diperlukannya, satu per satu.
Tapi, aku kangen.
Kemarin waktu bantu nyiapin a b c d arisan, misalnya. Aku merasa Ummi rush banget. Bahkan sampe Ummi bingung dengan hal-hal kecil kayak mau yang mana makanan yang disajiin yang mana yang dimasukin kotak. Hal kecil yang biasanya gak Ummi ribetin, tapi jadi sangat dipikirin ketika lagi rush. Aku jadi ngeh kalau aku juga ribet nurun siapa, hehehe. Atau Ummi jadi salah sebut, atau salah instruksi, atau kalau bukan salah jadi nggak lengkap, atau kalau lagi perfeksionis. Dan lain sebagainya. Pada beberapa hal aku jadi oh Ummi gitu juga ya, aku nurun Ummi nih kayaknya sifat-sifatnya, hehe.
Aku jadi ingat waktu Desember Fatih dirawat di RS, lalu Ummi mesti isi acara sosialisasi kesehatan remaja. Nggak ada cerita dicancel. Gantian jaga Fatih, bagi tugas buat beli snack, nyapu ruang sosialisasi, dan lain sebagainya. Lalu kemarin pun, Alhamdulillah Abi mengerti dan ikut bantu, cuci piring, dan maklum jika adabeberapa urusan rumah yang belum beres.
Waktu Abi nyempetin ngobrol sama aku, aku sampe bilang, Ummi sibuk banget ya Bi. Waktu itu Ummi masih sibuk di depan laptop. Detik ini pun begitu. ((Namun Ummi sibuk dengan urusan dakwah, lalu aku malah ngeblog -__-).
Ada masa-masa aku kangen sama Ummi. Kangen denger cerita apa aja dari Ummi. Kangen mau cerita tapi susah nemu waktunya (apalagi kalau pengennya ga ada yang ganggu atau maunya sekali cerita ke Ummi Abi barengan). Ada masa-masa aku iri sama adik-adik yang di-sun saat sudah tidur. Ada masa-masa aku pengen ngabisin waktu bareng Ummi.
Atau kadang waktunya ndak match. Saat Ummi udah selesai amanahnya, akunya yang pulang malam, atau lembur, atau jaga perpus, dan lain sebagainya.
Tapi Ummi akhir-akhir ini memang sedang banyak pikiran, tugas, dan urusan. Amanah-amanah yang banyak. Untuk amanah dakwah, yang aku tahu terutama. Selalu ngak habis pikir sama tekad dan kontribusi Ummi, yang aku rasanya jauh sekali masihan.
Semoga Ummi sehat selalu, ya. Semoga lelah Ummi selalu dihilangkan sama Allah :")
Pesan Ummi dari dulu satu,
minta sama Allah kekuatan dalam menjalani hidup, bukan hidup yang mudah.
Saya selalu tahu, Ummi sibuk dalam kebaikan. Ga ada ceritanya Ummi scroll instagram atau main twitter kayak saya. Palingan yang agak takes time karena Ummi bacain notifikasi WA yang sudah terlanjur banyak karena Ummi jarang-jarang lihat HP, sudah terlau sibuk dengan segala urusan rumah tangga dan amanah-amanahnya. Atau menghapus pesan yang tak diperlukannya, satu per satu.
Tapi, aku kangen.
Kemarin waktu bantu nyiapin a b c d arisan, misalnya. Aku merasa Ummi rush banget. Bahkan sampe Ummi bingung dengan hal-hal kecil kayak mau yang mana makanan yang disajiin yang mana yang dimasukin kotak. Hal kecil yang biasanya gak Ummi ribetin, tapi jadi sangat dipikirin ketika lagi rush. Aku jadi ngeh kalau aku juga ribet nurun siapa, hehehe. Atau Ummi jadi salah sebut, atau salah instruksi, atau kalau bukan salah jadi nggak lengkap, atau kalau lagi perfeksionis. Dan lain sebagainya. Pada beberapa hal aku jadi oh Ummi gitu juga ya, aku nurun Ummi nih kayaknya sifat-sifatnya, hehe.
Aku jadi ingat waktu Desember Fatih dirawat di RS, lalu Ummi mesti isi acara sosialisasi kesehatan remaja. Nggak ada cerita dicancel. Gantian jaga Fatih, bagi tugas buat beli snack, nyapu ruang sosialisasi, dan lain sebagainya. Lalu kemarin pun, Alhamdulillah Abi mengerti dan ikut bantu, cuci piring, dan maklum jika adabeberapa urusan rumah yang belum beres.
Waktu Abi nyempetin ngobrol sama aku, aku sampe bilang, Ummi sibuk banget ya Bi. Waktu itu Ummi masih sibuk di depan laptop. Detik ini pun begitu. ((Namun Ummi sibuk dengan urusan dakwah, lalu aku malah ngeblog -__-).
Ada masa-masa aku kangen sama Ummi. Kangen denger cerita apa aja dari Ummi. Kangen mau cerita tapi susah nemu waktunya (apalagi kalau pengennya ga ada yang ganggu atau maunya sekali cerita ke Ummi Abi barengan). Ada masa-masa aku iri sama adik-adik yang di-sun saat sudah tidur. Ada masa-masa aku pengen ngabisin waktu bareng Ummi.
Atau kadang waktunya ndak match. Saat Ummi udah selesai amanahnya, akunya yang pulang malam, atau lembur, atau jaga perpus, dan lain sebagainya.
Tapi Ummi akhir-akhir ini memang sedang banyak pikiran, tugas, dan urusan. Amanah-amanah yang banyak. Untuk amanah dakwah, yang aku tahu terutama. Selalu ngak habis pikir sama tekad dan kontribusi Ummi, yang aku rasanya jauh sekali masihan.
Semoga Ummi sehat selalu, ya. Semoga lelah Ummi selalu dihilangkan sama Allah :")
Pesan Ummi dari dulu satu,
minta sama Allah kekuatan dalam menjalani hidup, bukan hidup yang mudah.
Pesan Rindu
Assalamualaikum Ima, Abidah. Besok insya Allah kita bertemu, ya.
Kemarin aku memeluk rindu. Sedari Senin aku baper banget entah mengapa. Zuhur-zuhur di mushala aku terbersit pikiran. Dalam perjalanan, tidak ada yang lebih menyenangkan dari mendapat teman perjalanan yang baik dan menyenangkan, bukan?
Bukan, ini bukan bicara tentang perjalananku. Ini tentang kalian. Murni tentang kalian.
Mungkin seperti Kak Wahyu yang pernah bilang, asik tuh kalau bisa jalan bareng Kak Big (apalagi waktu itu konteksnya umrah). Aku merasa kalian saling melengkapi sebagai partner perjalanan. Walaupun aku hanya tahu sedikit satu dua tentang kalian dan kerempongannya sepanjang perjalanan. Tapi nggak tahu ya rasanya kenapa terharu banget gitu.
Aku suka kebersamaan kalian yang melengkapi. Kalian yang sama-sama rajin tilawah. Abidah yang suka bertanya dan berpikir, dan Ima yang mudah sekali menemukan hikmah dan merasakan. Kalian yang sama-sama sibuk namun berusaha dengan baik mengatur waktu. Kalian yang sama-sama sibuk namun selalu berusaha memenuhi hak-hak Allah. Jadi, tidak berlebihan kan aku merindukan kalian? Aih, mungkin bukan hanya rindu, tapi iri. Iri dengan segala peluang kebaikan yang kalian reguk. Iri dengan serakan hikmah yag bisa kalian panen. Iri dengan hak-hak Allah yang bisa kalian tunaikan dengan baik.
Aku rindu.
Tapi aku tahu kalian padat agendanya di sana. Pun aku di sini juga mungkin demikian.
Jadi, dengan segala saling melengkapinya kalian, bagaimana aku nggak baper karena ikut senang kalian adalah teman sekaligus partner perjalanan yang baik. Bagaimana aku nggak nanya kabar dan senang waktu dikirimin foto. Bagaimana aku bisa menahan untuk sekedar ngirim chat ke kalian cuma keisi Rindu, udah gitu doang. Bagaimana aku, di tengah nano-nano perasaanku di Senin malam kemarin, hanya bisa kirim pesan rindu dan berterima kasih atas segala usaha dan kerja keras Abidah selama ini, bahkan sebelum aku dapat kabar kalau usaha kalian mendapat juara dua. Atau aku yang hanya bilang ke Ima mau kirim pesan panjang, karena merasakan butuh pandangan pada posisi yang sama, lalu nggak jadi kulanjutkan. Dan nggak berani merusak bahagia itu dengan curhatku yang kalau kuterusin aku bisa nangis. Aku nggak mau merusak perasaan bahagia di tengah kalian.
Nanti kalian datang mungkin banyak cerita yang tak habis diceritakan. Dan aku sebagai orang I akan mendengarkan dan memperhatikan mimik wajah kalian yang sama-sama E dengan sekesama. Memberikan perhatian terbaik yang aku bisa. Sebagaimana biasanya. Semoga aku bisa, ya, fokus dengan cerita kalian. Besok aku punya targetan di ruang sebelah yang belum selesai.
Kemarin Jumat waktu Ima salah tanya ke aku dan ujungnya membahas ke kantor atau tidak, yang aku tangkap Ima bilang iya. Jadilah aku sebelum ke ruang sebelah menunaikan banyak kewajibanku yang tertunda, aku ke ruangan kita dulu. Bergegas. Mau peluk, peluk aja, dak usah ngobrol dulu. Cukup.
Tapi aku sampai ke ruangan dan memeluk...rasa kecewa. Karena ternyata yang kucari tidak ada :")
Tapi ndak papa. Rindu itu bisa disampaikan lewat doa kan?
Kemarin aku memeluk rindu. Sedari Senin aku baper banget entah mengapa. Zuhur-zuhur di mushala aku terbersit pikiran. Dalam perjalanan, tidak ada yang lebih menyenangkan dari mendapat teman perjalanan yang baik dan menyenangkan, bukan?
Bukan, ini bukan bicara tentang perjalananku. Ini tentang kalian. Murni tentang kalian.
Mungkin seperti Kak Wahyu yang pernah bilang, asik tuh kalau bisa jalan bareng Kak Big (apalagi waktu itu konteksnya umrah). Aku merasa kalian saling melengkapi sebagai partner perjalanan. Walaupun aku hanya tahu sedikit satu dua tentang kalian dan kerempongannya sepanjang perjalanan. Tapi nggak tahu ya rasanya kenapa terharu banget gitu.
Aku suka kebersamaan kalian yang melengkapi. Kalian yang sama-sama rajin tilawah. Abidah yang suka bertanya dan berpikir, dan Ima yang mudah sekali menemukan hikmah dan merasakan. Kalian yang sama-sama sibuk namun berusaha dengan baik mengatur waktu. Kalian yang sama-sama sibuk namun selalu berusaha memenuhi hak-hak Allah. Jadi, tidak berlebihan kan aku merindukan kalian? Aih, mungkin bukan hanya rindu, tapi iri. Iri dengan segala peluang kebaikan yang kalian reguk. Iri dengan serakan hikmah yag bisa kalian panen. Iri dengan hak-hak Allah yang bisa kalian tunaikan dengan baik.
Aku rindu.
Tapi aku tahu kalian padat agendanya di sana. Pun aku di sini juga mungkin demikian.
Jadi, dengan segala saling melengkapinya kalian, bagaimana aku nggak baper karena ikut senang kalian adalah teman sekaligus partner perjalanan yang baik. Bagaimana aku nggak nanya kabar dan senang waktu dikirimin foto. Bagaimana aku bisa menahan untuk sekedar ngirim chat ke kalian cuma keisi Rindu, udah gitu doang. Bagaimana aku, di tengah nano-nano perasaanku di Senin malam kemarin, hanya bisa kirim pesan rindu dan berterima kasih atas segala usaha dan kerja keras Abidah selama ini, bahkan sebelum aku dapat kabar kalau usaha kalian mendapat juara dua. Atau aku yang hanya bilang ke Ima mau kirim pesan panjang, karena merasakan butuh pandangan pada posisi yang sama, lalu nggak jadi kulanjutkan. Dan nggak berani merusak bahagia itu dengan curhatku yang kalau kuterusin aku bisa nangis. Aku nggak mau merusak perasaan bahagia di tengah kalian.
Nanti kalian datang mungkin banyak cerita yang tak habis diceritakan. Dan aku sebagai orang I akan mendengarkan dan memperhatikan mimik wajah kalian yang sama-sama E dengan sekesama. Memberikan perhatian terbaik yang aku bisa. Sebagaimana biasanya. Semoga aku bisa, ya, fokus dengan cerita kalian. Besok aku punya targetan di ruang sebelah yang belum selesai.
Kemarin Jumat waktu Ima salah tanya ke aku dan ujungnya membahas ke kantor atau tidak, yang aku tangkap Ima bilang iya. Jadilah aku sebelum ke ruang sebelah menunaikan banyak kewajibanku yang tertunda, aku ke ruangan kita dulu. Bergegas. Mau peluk, peluk aja, dak usah ngobrol dulu. Cukup.
Tapi aku sampai ke ruangan dan memeluk...rasa kecewa. Karena ternyata yang kucari tidak ada :")
Tapi ndak papa. Rindu itu bisa disampaikan lewat doa kan?
Fitri,
hampir separuh bulan tidak bertemu
Aku sayang kalian, dan semoga selalu Allah yang menjadi alasan
Tidak ada yang lebih menyenangkan di perjalanan daripada perjalanan dengan teman terbaik, bukan?
Peluk hangat :")
.
Mengirimkan ini dalam rangka memenuhi hadits nabi, yang katanya, kalau kamu menyayangi saudaramu, sampaikan padanya.