Minggu, 31 Maret 2019

Dear Diri

Dear diri, terima kasih sudah berjuang. Hingga titik ini.
*Ngomong sama cermin

Rumah, sampai menjelang pukul dua belas
Sudah terlampau lelah
Pun juga orang-orang rumah
Untuk sekadar bertukar kisah
Yang tiada kutahu soal hari dan arah

Jumat, 29 Maret 2019

Tempat dan Kenangan

Kadang aku mikir, kenapa ya aku mudah teringat-ingat atau terkenang-kenang akan suatu hal.

Tadi kepikir juga. Tempat itu tidak pernah jadi sekadar tempat. Dia hadir bersama kenangan dan ingatan.

Hari ini di halim. Mungkin karena kak nuri juga tadi nanya di perjalanan. Pernah naik pesawat ke mana. Aku jadi mengingat-ingat hal deh.

Ingat naik pesawat Desember lalu dengan segala kehecticannya, concallnya, obrolan panjangnya, dadakan beli dan cashbacknya.

Ingat waktu ke Jepang. Sendirian. Malam-malam. Transit di KL. Mencari gerbang :') Perjalanan panjang di bulan Ramadhan. Lelah dan senangnya :')

Ingat waktu kkn. Bulan puasa. Ke Kalimantan. Koper besar. Buka di pesawat. Kehebohan yang ngangenin. Kehidupan desa yang sederhana.

Ingat waktu jogja ke jakarta. Karena abi dapat poin apa gitu, jadinya gratis. Nikahan mas aris.

Ingat waktu ke nikahan Mbak Peni. Izin sekolah. Permen hijau, rasa jeruk nipis. Biar nggak sakit gitu telinganya.

----
Aku lagi cari ide, batas kirimnya besok. Cerita tentang apa ya. Tadi kepikiran soal apa cerita tentang anak yang excited naik pesawat pertama kali. Tapi masih bingung jawab 6 poin pertanyaannya. Butuh dua cerita. Ternyata emang nggak mudah ya, lama nggak nulis.

Bismillah, semoga Allah izinkan.

dalam pesawat, 19.29

Pertemuan di Toko Buku

Hari ini kita bertemu. Ah, kuralat. Aku melihatmu. Karena sepanjang yang aku tahu kita belum pernah saling mengenal. Aku hanya menghafal kamu yang datang setiap senin pertama tiap bulan dan menyambangi rak buku yang sama.
Dan binar matamu yang selalu menyenangkan telah kutangkap setiap kamu terpaku di rak buku favoritmu. Dan itu telak membuatku ingin selalu memperhatikanmu dan memperhatikan buku mana yang menarik perhatianmu.

***
Hari ini kamu datang dan ada gurat sedih yang kutangkap waktu kamu berdiri di depan rak buku yang sama. Entah mengapa, aku tidak berani menebak-nebak. Aku mulai rindu melihat binar mata yang biasanya. Namun kamu tetap mengambil dan membaca beberapa buku. Menimbang-nimbang. Membuka ponsel mengecek sesuatu. Memutuskan. Lalu bergerak ke arahku.

Sekian sering kamu datang dan hari ini aku yang bertugas di kasir. Kamu membayar dengan kartu atm yang mengukir sebuah nama. Aku tersenyum, senang meski hanya mengetahui sebatas nama.

***

Hari ini aku menata buku-buku sebelum toko buka. Kemarin ada berkardus-kardus buku baru dari penerbit. Lalu aku terkesiap melihat sebuah nama yang amat kukenal. Hari ini bukan senin pertama tiap bulan. Tapi aku menjumpaimu, dalam sampul buku yang bisa kumiliki dan kubawa pulang.

***

Dalam suatu kesempatan aku kembali bertemu denganmu. Kamu membeli buku-buku dengan namamu di sampul depan. Aku mencari-cari celah. Lalu pura-pura mengamati kartu atmmu dan pura-pura terperanjat. Bahwa aku kaget mengetahui nama yang sama pada kartu atm dan buku yang kamu beli. Kamu tersenyum. Manis sekali. Berbicara satu patah dua kata tentang masa juang dan tunggu yang cukup lama. Jika bagimu itu basa-basi, bagiku itu cerita luar biasa yang kutunggu sekian purnama, untuk mengetahui lebih dari sekadar nama. Ternyata memang aku perlu berjuang menciptakan obrolan, menciptakan momen, bukan menunggu. Ah, dan baru saja aku menyadari itu juga yang terjadi pada cerita bukumu.

Satu orang mengantri di belakangmu. Kamu berterima kasih menerima struk belanja. Lalu menambahkan, maaf tadi jadi curhat, katamu. Aku mengangguk, juga tersenyum.

Dalam hati aku berdoa satu hal.
Semoga binar mata dan senyum manismu tidak akan pernah pudar.

Kamu tahu, tujuan yang sama akan mempertemukan orang-orang dalam perjalanan. Jika kamu belum berjumpa, semoga Allah menjadikannya segera.
-
Jumat sore menjelang maghrib. Mari berdoa.

Hadits: Yang Mencintai Alquran

عَنْ عَبْدِ اللهِ بن مسعود رضى الله عنه ، أنه قَالَ: ” مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَعْلَمَ أَنَّهُ يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ فَلْيَنْظُرْ، فَإِنْ كَانَ يُحِبُّ الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ “

“Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Siapa yang ingin mengetahui bahwa dia mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka perhatikanlah jika dia mencintai Al Quran maka sesungguhnya dia mencintai Allah dan rasul-Nya.” (Atsar shahih diriwayatkan di dalam kitab Syu’ab Al Iman, karya Al Baihaqi).


Baca selengkapnya https://muslim.or.id/8669-keutamaan-membaca-al-quran.html

tadi sore menemukan kutipan ini di antara sumber-sumber dan referensi, ingat pingin nyeritain obrolan tahun lalu dengan dua temanku di waktu yang berbeda tentang seseorang dengan Alquran. tapi belum. semoga segera kulengkapi ketika tiada malas :)

Kamis, 28 Maret 2019

Nggak Mungkin

"Nggak mungkin kalian akan bahagia kalau kalian mencintai sesuatu melebihi cinta kalian kepada Allah dan Rasul.

Nggak mungkin kalian akan dapat apa yang kalian inginkan kalau kalian mencintai seseorang, atau sesuatu melebihi cinta kalian kepada Allah dan Rasul. Itu nggak mungkin.

Bukan hanya nggak mungkin. Bahkan Allah mengancam, dengan sebuah ancaman. Fatarabbasu. Hati-hati kalian, kata Allah. Artinya nggak boleh, seorang hamba itu menduakan cintanya kepada Allah dengan cintanya kepada makhluk. Itu nggak boleh.

Kalau dia mencintai makhluk. Harus karena Allah. Kalau dia mencintai makhluk bukan karena Allah, Allah bilang fatarabbasu, hati-hati.

Kenapa kita nggak berani bertaruh untuk Allah. Ini masa depan nih saya pertaruhkan nih. Kalau saya nggak pacaran apakah saya tetap akan bisa menikah? 

Taruh aja pertaruhannya pada Allah. Allah bilang, siapa yang istiqomah, Kami tolong dia.
Duh, kalau saya putusin, ntar dia sama yang lain, gimana ya?

Nggak usah khawatir, udah aja pertaruhkan masa depan kita sama Allah. Nanti kita akan bilang, untung dulu saya putusin."

-Ust. Hanan Attaki
Tau saya dapat kata-kata ini dari mana?
push notif Yawme ke oase, artikelnya sebenarnya tentang empat perkara yang akan ditanya
lalu di bawah ada sumber ig yang bikin desainnya, saya buka, eh lalu lihat postingannya salahs satunya ada ini.

Sebenernya jarang-jarang klik push notif aplikasi. Tapi ya kayak it's all by designed gitu. Semoga jadi pengingat diri :)


Rabu, 27 Maret 2019

Yang Tidak Memutuskan dengan Apa Yang Diturunkan Allah


44-وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكٰفِرُوْنَ...

45-وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ...

47-وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ...

menarik sekali potongan terakhir QS Al Maidah ayat 44, 45, 47
semuanya sama, namun di akhir menyebutkan golongan yang berbeda

Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang:

kafir

zalim

fasiq

Padahal ayat-ayat awalnya beda-beda.

naudzubillahimindzalik.
-
Segala keputusan, kalau dilandasi taat, sedih atau gembira dalam kacamata manusia, semestinya akan membawa kebaikan Karena sandarannya sudah jelas: Rabb seluruh alam. Karena kata Mbak Dini waktu KIP gabungan di asrama dulu; Kemenangan adalah tentang kesabaran-kesabaran kita di dalam ketaatan.

*lalu saya takjub sendiri menemui postingan lama saya tentang quotes terakhir itu dan mengenang hal-hal masa itu yang menumbuhkan diri saya jadi sampai saat ini.

Rabu, selepas zuhur
kenapa ga langsung dipos aja ya abis ngetik kemarin

Semakin Kuat Iman Seseorang

Makin kuat iman seseorang, makin tough
Makin kuat iman seseorang, makin easy going sama masalahnya
Makin kuat iman seseorang, makin tenang ia
Gitu kondisi iman

Bosan itu indikasi iman kita bermasalah

-ust Hannan Attaki, sembari aku mencuci motor tadi pagi--yang udah jadi kemarin pagi ya ternyata. lama euy ndak dengar kajian ust Hannan Attaki via youtube.

Bacaan Beberapa Hari Terakhir

Jadi karena blogspot bisa follow tumblr aku fllow tumblr Kak Uti dan Kak Fira udah sejak lama, banget. Terus ada tulsain yang menurutku cukup bagus untuk dibaca dan dibagikan.

1. Yang Harus Selesai
Tidak banyak komentar tentang post-an Kak Uti di sini. Benar, kalau orang berpikir menikah adalah untuk menyelesaikan masalah, sebenarnya menikah itu membawa masalah baru, wkwk. Kalau kapan gitu waktu chat sama Kak Marissa, Kak Mar bilang, Aufar pernah bilang bahwa menikah itu agak gila, bikin susah hidup, barenga lagi dua orang. Lalu aku balas, tapi mau ya dengan sukarela. Terus Kak Marissa bilang, ya, makanya kalo ga karena Allah, ya susah mau pegangan ke mana. Cinta cuma bertahan 2 tahun katanya. Hati cuma satu, yang kosong harusnya diisi Allah aja, tapi kalau jatuh cinta suka lupa sama yang ngasih cinta.
Gitu kata Kak Mars. Kalimat terakhir membuatku ingat, aku pernah cerita sama Ummi Terus Ummi bilang, kalau manusia bisa segitunya kalau lagi jatuh cinta, kepikiran, pengen cerita, pengen dekat. Harusnya itu membuat ingat bahwa manusia perlu begitu juga sama Allah. Iya ya, Allah kan mencintai hambanya tanpa tapi.Tulisan ini juga bilang, tentang 'jangan berharap deh bahwa kamu bisa mengubah seseorang. kalau sayang ya pasti dia menjadi dirinya yang terbaik.' dulu temenku pernah bilang, ngubah kebiasaan orang itu susah, jadi ya jangan bikin pr kalau mau nikah tuh. dia hidup dengan kebiasaan itu selama dua puluh sekian tahun, misalnya. ya ngarep apa mau tiba-tiba berubah (ya Allah penasaran banget aku baca di mana ya kalimat-kalimat ini). namun, instead of wondering to others, kalau dipikir-pikir, diri sendiri pun punya banyak hal-hal buruk yang bahkan bisa jadi mungkin cuma Allah aja yang tau. terus frase kalimat keduanya, kalau sayang pasti menjadi yang terbaik, beberapa hari lalu liat sih tulisan orang (lupa tapi di mana) yang istilahnya kalau gabisa masak aja bisa deh nanti masak karena pengen bahagiain pasanganya. Tapi fokusku bukan itu sih itu mah contoh aja karena keliatan baru-baru ini (lupa tapi di mana). cuma hebat banget ya kalau bisa gitu dalam setiap hal. dan yang paling penting, coba bisa gitu terus ke Allah, gimana Allah tega ngasih azab ke hambanya atau gak ngampunin dosanya, huhu. yang ada kan Allah bakal sayang banget sama hambanya yang kalau sayang pasti jadi diri terbaik di hadapan Allah

Terus aku juga inget skrinsutan dari November 2018 lalu. Wkwk, kebiasaan pengen dipos langsung tapi gajadi-jadi. Singkat cerita mah ada yang sharing gitu. Lalu ditanya dan ini cukup mengena.
Waktu itu, aku langsung berpikir. Iya ya, kenapa kadang mikirnya tuh mau bahagiain pasangan dengan a, b, c, d (wk gaya bet kek udah nikah aja). Pengen melakukan apa bareng-bareng atau mau bersikap apa nanti di rumah tangga, jadi istri atau suami yang gimana, jadi ibu atau ayah yang gimana).
Kenapa ndak dibalik ya. Koitmen ke diri sendiri apa. Mau jadi pribadi yang seperti apa, jadi pribadi yang terbuka, jadi pribadi yang memberi, jadi pribadi yang mendengar, jadi pribadi yang peduli. Duh aku lupa dulu kayaknya pertama baca ngena banget. Tapi mungkin kalau versi sekarang aku mengira-ngira kalimat ini mmungkin maksudnya adalah, ketika diri sendiri fokus unttuk menjadi diri yang seperti apa, ia akan melakukan itu dalam semua ini kehidupan, nggak berfokus sama pasangannya aja. Dan itu memberi energi lebih untuk menjadi 100% dalam seluruh kehidupannya.
Bahasan setelah chat ini menarik sih, yaitu tentang menjadi sempurna. Kadang orang berpikir untuk menjadi 100% sempurna, lalu ketika belum mencapai itu, dia jadi tertutup. Ga cerita sama orang lain karena mau sharingnya saat udah sempurna aja gitu. Padahal, ketika ayah, ibu, atau siapapun tidak sempurna, apakah membuat kita berhenti menyayangi orang itu? Mana yang lebih efektif, menjadi terbuka dengan ketidaksempurnaan atau tidak menerima ketidaksempurnaan dan menutup-nutupinya? Mana yang lebih membuat lega?

2. Yang Menyenangkan
Satu hal yang terlintas saat baca ini adalah hal yang penah kupelajari di este. Bahwa meminta tolong tidak berarti lemah, bahkan itu bisa membuat yang diminta tolong merasa dihargai dan dianggap keberadaannya. Serta, menerima bantuan orang lain adalah bentuk penghargaan. Bentuk berterima kasih. Tidak melulu merepotkan. Seperti cerita Masgun di buku Menentukan Arah yang awalnya beliau merasa nggak perlu lah dibuatkan teh sama istrinya karena masi hidup dengan perasaan lama sebagai anak kos yang biasa mandiri, biasa ga dibantuin orang. Sampai beliau sadar, istrinya senang jika beliau menerima teh buatannya. Dan toh (ini ga ada di buku sih) ibarat ga maunya karena ga suka minum tehnya atau ga suka minum manisnya atau ga biasa atau menghindari atau ga biasa minum teh di jam sekian (banyak banget ataunya) bisa dikomunikasikan, kan? tapi atas itu semua, menerima adalah menghargai. menerima bantuan pun membuat senang yang membantu :")

3. #tentangpernikahan: Mempersiapkan Diri
ini bagus untuk memperkaya wawasan. dan menggambarkan oh bosan tuh ya beneran kayak gitu ta. oh realita tuh kayak gitu wkwk. perasaan sepi dan sendirian itu nyata. jadi inget ifdhal waktu asdul (agenda kealumnian asrama sharing2 kabar gitu di grup) bilang, suka kasihan sama istrinya kalau pulang malam. dan tulisan ini meski sudut pandangnya perempuan, peru juga sih dibaca laki-laki. soalnya kan rumah tangga kehidupan bersama.
oiya saya dulu pernah pos tulisan Kak Fira yang judulnya Tentang Pernikahan

Eh beberapa waktu lalu kan sempet pengen bikin tulisan tentang Menikahi Perempuan (dengan Kekhawatiran-Kekhawatiran), terus ternyata aku pernah repost tulisan Masgun juga di sini

Wkwk dasar tukang nyimpen link dan repost Fit Fit, ckck. Eh tapi beneran bagus sih menurutku 3 link itu yang dinomerin, yang kubaca beberapa hari terakhir ini.. Ingat Kak Uti jadi ingat mau baca teman imaji lagi tapi belum jadi jadii

Selasa, 26 Maret 2019

The Perks of Being Too Detail Person

Jadi, ada yang sulit dengan menjadi penulis konten yang tidak punya batasan karakter namun di awal dibilang bahwa bayangannya tulisan dan isi bukunya akan banyak. Dan juga idka punya editor, adanya ustad yang mereview nanti di akhir, insya Allah.

Lalu aku menulis saja di ukuran default gdoc alias A4 dengan berusaha mendetailkan apa yang terbayang di benak, atau sepanjang pengetahuanku, atau menjadi referensi, dengan pengembangan-pengembangan dan contoh. Dan ketika dilayout jadi cuilik temen alias kecil banget (bukan yang foto di bawah). Akhirnya aku diminta men-cut-cut tulisan gitu kan. Tapi selain waktunya yang semakin menyempit, aku pun kesulitan untuk men-cut kalimatku sendiri. Karena mungkin aku mikirnya ini kalo nggak gini nanti nyampe ga ya yang ingin disampaikan, atau nanti takutnya salah persepsi, atau nanti gak utuh poinnya, padahal titik pentingnya di bagian ini.

Lalu datanglah temannya Zaki yang bantu melayout dan tega men-cut tulisanku yang tadinya di bawah jadi sependek itu, wkwk. Aku ndak sedih, karena ya namanya juga space terbatas, ukuran kertas buku pun beda dengan aku biasa nulis di gdoc ukuran a4, sekarang jadi dari awal udah dijadiin B5 dengan font yang diinginkan. Lalu, aku juga butuh ada ang men-cut karena selain aku masih fokus nyelesein kontennya, aku juga ngga tega men-cut tulisan sendiri, wkwkwk.


baik, mohon doanya agar hal-hal ini bsa segera selesai. bismillaah. semoga Allah kuatkan.

Selasa, 26 Maret 2019

Hari ini niatnya lembur, sudah  izin pulang malam ke grup rumah. Namun apa daya, undangan rapat dadakan yang rupanya berlangsung lama ditambah amanah testing menjelang rilis yang tetiba semuanya menumpuk hari ini membuatku tidak bisa berpikir jernih setelah rapat usai.

Akhirnya aku memutuskan pulang sehabis maghrib Karena dipaksain juga kayaknya sudah ndak fokus. Pulanglah diriku ke rumah. Di jalan juga rasanya capeek gitu. Sampe males juga buat nyalip mobil di depan. Sampai rumah pusing, rasanya mau tidur-tiduran aja. tapi alhamdulillah terus bangkit dna melakukan hal-hal. Bahkan juga sampe ngobrol-ngambek-damai sama Fatih yang berlangsung dua kali. Iya, ngobrol sama Fatih pun kadang sama-sama sumbu pendek gitu. Trus jadi sama-sama sebel. Alhamdulillah nggak lama.

Tadi waktu sampai rumah, aku cukup kaget karena Abi ternyata belum sampai. Hari ini Abi rapat di Jakarta. Aku jadi mikir, aku aja pusing dan capek banget rasanya habis rapat tadi. Gimana Abi ya rapat dari pagi, jam 7 udah mesti sampe kantor dan rapat di Jakarta. Mestinya lebih pusing lagi dong heuheu. Lalu waktu aku pulang aku juga inget, Ummi hari ini kerja. Biasanya Ummi kalau Selasa kerja sorenya lelah banget gitu. Mana hari ini pulangnya mampir nuker baju yang ukurannya kekecilan buat khatmil Fahri sekaligus beli baju buat khatmil Fatih. Keduanya lulus imtas qiraati :") Dan Selasa ini Ummi pulang sendiri karena Abi ke Jakarta dan aku juga ndak bisa pulang cepat, mesti capek sekali. Belum lagi jalan kaki dari depan ke rumah. Mampir nunggu beli lauk karena pagi Ummi udah niat beli aja, mungkin karena pulangnya terlalu lelah dan sore.

Semua orang tentu punya fase capeknya masing-masing, ya. Aih, da rasanya aku belum apa-apa.

Namun Ummi datang dengan senyum dan nggak keliatan capeknya, sampe nawarin mijetin aku heuheu. Tapi karena tadi Ummi ngaji jadi aku bilang jangan disambi ngaji lah mi-terus belum kejadian mijetinya ampe sekarang tapi gakpapa. Abi juga tadi pas pulang ndak keliatan capek :")

Kadang memang semua ada fasenya, ya.
Da aku juga masih saja belum bisa fokus melembur di rumah.

Pengen bahas keberkahan wakttu tapi sepertinya postingan lain saja, ya.
--
Biar lumayan berfaedah, mau ngeist syukur hari ini aja deh.
1. Alhamduliah laporan progress development tebi udah banyak yang siap dites. Meskipun ini jadi buntalan besar buat aku, dan ada hal lama yang aku lupa cara ngetesnya sehingga akan ada waktu lebih, tapi setidaknya ini kabar mendekati kesiapan rilis.
2. Alhamdulilah 1 konten kelar, padahal targetnya dua. Takpapa syukuri saja, meski besok perlu banyak digenjot lagi :")
3. Alhamdulillah kesampaian ngobrol hhal-hal kecil di luar kerjaan sama Abidah. Lama sekali tidak mengobrol hal di luar kerjaan dengan ceo yang akhir-akhir ini rasanya banyak sekali amanah yang mesti dituntaskan. Semangat selalu ya bu CEO :")
4. Alhamdulillah tadi niat bawa hp lama buat mindah data, meski nggak kejadian, namun teryata surprisingly dibutuhkan buat lihat (gatau si liat apa, tampilan keknya) oleh developer
5. Alhamdulillah bisa mengobrol sama Fatih walau ada ambek-ambekan dan marah-marahnya gitu

Kok semua alhamdulillah ada meskinya yhaaaa....
Gapapa setidaknya ada yang disyukuri. Semoga besok bisa lebih progress dan fokus ya Fit :")

Minggu, 24 Maret 2019

"Mimpimu Itu Seru."

"Kak," seseorang, usianya lebih tua dari pada aku. Tapi kadang manggil aku pake sebutan Kakak.
"Aku seneng kamu ikutan agenda ini," katanya. "Seneng waktu kamu revisi naskahmu, semoga ini bisa jadi jalan mewujudkan mimpimu, ya." Dia diam...."Mimpimu itu seru banget."

Aku sebenernya kaget dapet kata-kata kayak gini. Tapi aku tersenyum. Berterima kasih sudah dikirimi gambar-gambar foto buku anak terbitan oxford. Buat saran aku revisi naskahku. Dan i have no idea kenapa si kakak ini bilang gitu ke aku. Entah tulisan mana yang dia baca. Entah kalimat apa yang ia dengar dariku selama acara.

Mungkin nggak banyak ya orang di sekitarku yang tertarik sama hal-hal seputar buku-buku dan anak-anak. Ya gimana ya akunya juga masih gini-gini aja. kalo udah profesionl mungkin lingkarannya banyak. Tapi itu bukan alasan sih. cuma cerita aja aku juga.

Pernah suatu ketika aku gemes banget pengen cerita tentang pameran buku atau nemu buku anak baru Tapi zaki udah ga di Badr terus aku bingung cerita ke siapa wkwk. Akhirnya aku belajar. Belajar meredam.

Itu kata-kata lama. November, 2018

Pengen ditulis dari dulu tapi akhirnya sekarang karena ketrigger tulisan ini

Menikahlah dengan seseorang yang juga mau menikahi mimpi-mimpimu. Yang matanya berbinar ketika citamu berbinar. Yang senyumnya ikut terkembang ketika asamu terkembang.
- melangkah searah by : Aji Nur Afifah
beberapa waktu lalu juga nemu kalimat ini di skrinsut-skrinsutan hp lama, tapi belum kepikiran re share hehe

sungguh, bukan kode ini mah ya. tolong jangan mikir aneh-aneh. zzzz

Ai, Aku, dan Kenangan Masa Kecil

Senin saat meetup, Ai pm aku di line. Ngajak ketemu.
Ai adalah teman SDku. Terakir ketemu mugkinn waktu buka puasa SD yangg saat itu kami semua lulus SMA. 2012 kalau begitu. Nikahan Tria kemarin di Andalusia dia sakit. Ai ngajar les bahasa Jepang di Depok juga, nggak jauh dari kantorku. Aku baru tahu beberapa waktu lalu waktu kami berencana datang ke nikahan namun Ai tidak jadi bisa datang.

Waktu aku datang, Ai baru dapat telepon. Rupanya pihak perusahaan tempat Ai melamar yang menelepon. Meminta Ai mengirim CV lengkapnya untuk diteruskan ke perusahaan Jepang.

Dulu Ai adalah murid pindahan. Ia masuk di kelas empat saat kami hendak ujian kenaikan kelas ke kelas lima. Ai pindahan dari Jepang dan seharusnya sudah naik kelas lima. Tapi kalau dia ke kelas lima, akan sulit ssekali ikut ujian kenaikan kelas ke kelas enam. Ai di Jepang dari TK besar. Waktu Ai baru masuk, Ai masih kesulitan berbahasa Indonesia. Bekalnya pun masih gaya Jepang. Makannya masih pakai sumpit. Aku juga ingat waktu menemukan komik conan yang tebalnya kayak Nakayoshi kalau di Indonesia. Lalu aku baca dan berpura-pura menebak apa dialog gambar yang menunjuk pulpen di saku. Lau benar. Dan kami tertawa kala itu.

Kami juga sempat pada fase-fase seneng banget ngobrolin conan the movie yang tayang panjang hari minggu sekitar waktu maghrib. Bahkan bisa ngobrolinnya via telepon waktu iklan. Ckckck, segitu nggak bisa tahannya ya ngorolin filmnya. Padahal besok di sekolah juga ketemu.

Dia juga sempat cerita setiap malam ibunya semacam ngebimbelin dia dan kakak adiknya buat belajar bahasa Indonesia. Bahkan Ai sempat muntah-muntah karena stres dengan pelajaran di sini. Luar biasa ya perjuangan Ai. Bahkan ayah ibuku-ayahku kenal ayahnya Ai ternyata-sampe nyebut Ai itu Aisyah Jepang, padahal nama aslinya juga bukan Aisyah, tapi Aisyiyah

Ai bercerita dengan semangat sekali tentang melamar kerja di Jepang. Tentang inginnya Ai bekerja di Jepang. Tentang bayangannya. Kalau aku tanya, kenapa Ai ingin bekerja di Jepang, Ai tidak bisa menjawab. Tapi aku jadi sadar, Ai mirip aku.

Kesenanganku soal masa kecil yang menyukai buku anak cukup merasuki alam bawah sadarku. Sehingga aku ingin menjadi penulis buku anak sampai sekarang. Mimpi yang entah kapan aku akan mengusahakannya demikian keras *huft. Mimipi yang masih aku inginkan dengan malu-malu. Semoga saja terwujud, aamiin.

Kupikir, Ai juga begitu. Ia punya keterikatan masa kecil dengan Jepang, sehingga sepenasaran itu ia ingin kembali ke Jepang. Sejak pulang ke Indonesia waktu SD, Ai sudah pernah dua kali ke Jepang. Waktu menang lomba pidato Bahasa Jepang dan liburan dengan nabung. Tapi mungkin begitu ya, namanya ingatan masa kecil... Entah apa yang terjadi pada kami. Sehingga punya ingatan masa kecil yang masuk dalam alam bawah sadar, mengetuk-ngetuk dan meletup-letup minta diwujudkan.

Tadinya pengen nyari foto aku SD sama Ai. Ada beberapa. Tapi aku malas beranjak dan membuka file-file lama yang tidak di laptop ini....

Semoga lancar ya Ai :)
Semoga kelak aku juga bisa ke Jepang dan mengunjungi Ai di sana :")

It's All By Designed 2: Tugas Suami

2017 atau 2018 gitu, sudah lama sekali.
Abi ngobrol sama aku. Kayaknya waktu itu aku habis shalat sama Ummi, Abi pulang dari masjid. Tapi Ummi ngga ikutan ngobrol.
"Banyak orang mengira, tugas suami itu memberi nafkah."
Aku bertanya-anya. Memang kenapa? Bukankah memang itu salah satunya?
Lalu Abi menambahkan, "Quu anfusakum wa ahliikum naaro. At Tahrim ayat 6. Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. Itu tugas suami. Maka kalau itu tugas suami, mencari nafkah akan dilakukan dengan cara yang halal, yang menjauhkan dirinya dan keluarga dari api neraka. Banyak lho Mbak yang mencari nafkah, tapi caranya tidak menjauhkan dari api neraka."
Aku mengangguk-angguk.

Dalam sekali ya maknanya. Menjaga tidak ada hal-hal haram dalam keluarga; harta, makanan, uang, dan sebagainya. Menjaga agar selalu taat syariat. Menjaga agar selalu pada jalan lurus yang Allah perintahkan. Dan menjaganya bukan hanya menjaga diri sendiri, tapi keluarga. Maasya Allah.
Pantas pada suatu momen aku pernah dengar seorang suami bilang, nanti Abi yang tanggung jawab di akhirat. Heu aku merinding sebenarnya.
---
Waktu itu aku pingin langsung ngepos, tapi kayaknya ada satu dua hal yang membuatku urunguntuk segera ngepos. Lalu menjalani 2018, berganti 2019. Mau aku pos lagi, eh tapi gak lama kemudian temenku ngepos ayat ini di whatsapp statusnya. Kan kujadi takut doi ngeh lalu berpikir apa gitu. Lalu beberapa hari terakhir kepikiran ngepos lagi, tapi gatau kenapa urung nggak jadi-jadi.

Eh ternyata, emang it's all by designed.
Jadinya dipos sekarang.

It's All By Designed 1: Tidak Menyangka Allah Sebagai Penolong

Jadi aku lagi merasa Ima sering ngomong it's all by designed. Tidak ada yang salah, justru bagus karena meang mengingatkan diri ini bahwa segala hal sudah ditakdirkan oleh Allah. Sudah begitu jalan ceritanya. Tapi tentu manusia punya pilihan atas apa-apa yang terjadi dihidupnya pada ranah yang memang bsia ia pilih.

Kalimat ini kembali muncul waktu Ima nunjukin aku surat al hajj ayat 15 di mushala.

Barangsiapa menyangka bahwa Allah tidak akan menolongnya (Muhammad) di dunia dan di akhirat, maka hendaklah dia merentangkan tali ke langit-langit, ) lalu menggantung (diri), kemudian pikirkanlah apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya.

Waktu itu aku merasa kok kayak pernah ngeh sama ayat ini ya....

Nah lalu waktu aku buka laptop di rumah, masi ada tab chrome yang ternyata aku buka tab LQTafsir isinya surat Al Hajj ayat 15 ini. Aku buka mungkin sudah sejak beberapa pekan lalu, tapi masih ada di tab chromeku. Aku PM Ima, bilang aku terkejut dsb dsb intinya dengan kesadaran kesamaan dua ayat tersebut, masih di hari yang sama.

Ima bilang it's all bu designed Fit.

Dibalas Tuhan

aku merindukan kabar
tapi sejak semalam
tidak ada yang kutahu
tidak ada yang kudengar
tidak ada yang kubaca

lalu Tuhan memberiku terbangun pada sepertiga malam untuk bertemu,
dalam doa .

#sajakacak

Kamis, 21 Maret 2019

Tentang Percaya

Catatan 12 Maret 2019

You would be a great mother.
-
Seseorang mengulum kalimat itu. Ia tulis sembari dibisikkan. Ia menulis kalimat itu pada sebuah kertas yang kemudian dilipat dua kali menjadi ukuran seperempat ukuran semula. Ia simpan di common placenya.
Kalimat itu bisa dituliskan oleh siapa saja untuk perempuan yang dipercayainya. Hubungan keluarga, ayah atau ibu pada anak perempuannya, suami pada istrinya, atau hubungan persahabatan, kepada sahabat perempuannya.

Kalimat itu beserta potongan-potongan kisah selanjutnya terngiang sepanjang perjalanan pulang Selasa pekan lalu saat memotong belok di tole iskandar. Yang membuat saya membenak tentang percaya. Iya, tentang percaya.
-
Ada salah satu hal yang disampaikan di sesi sharing keluargakita yang berbunyi, sama anak itu, percaya aja dulu, nanti dia akan menunjukkan sendiri pada kita bahwa ia bisa melakukannya. Percaya dulu bahwa anak akan bisa berjalan. Walau ia masih tertatih, nanti ia akan tunjukkan bahwa ia bisa berjalan. Percaya anak akan memberikan kemampuan dirinya yang terbaik saat mengikuti lomba, tampil di penampilan, dan lain sebagainya. Nanti anak akan tunjukkan.

Bukan kebalikannya. Bukan baru percaya saat anak melakukannya, sementara sisanya kita meragukan dan bahkan malah menunjukkan ketidak percayaan kita pada anak sebelum anak itu melakukannya. Hemat saya, saya jadi berpikir bahwa rasa percaya memberi energi, jauh dari yang semula dibayangkan.

Dulu waktu skripsi, saya ada pada ambang batas nggak ngerti lagi harus diapain. Kalau pernah baca cerita saya di sini (terus jadi nemu banyak cerita menarik dengan keyword skripsi, bahkan yang ga berhubungan sekalipun), saya udah nggak tahu lagi akan ada takdir apa setelahnya. Saya berdoa kalau saya layak buat lulus, semoga Allah luluskan. Kalau saya nggak layak, semoga Allah kuatkan dan ikhlaskan hati saya jika harus mengulang sidang (beberapa bulan sebelumnya ada yang nggak lulus sidang soalnya dan itu jadi kekhawatiran sendiri untuk saya), dan semoga nggak ada temenyang nonton, saking takutnya waktu itu.

Saya ingat setakut itu sama skripsi, sampai nggak mau kabarin siapapun saya sidang saking takutnya malah diledek padahal mereka nggak tahu bahwa saya ngumpulin draft sekedar untu mendaftar. Draft itu belum ada hasil penelitiannyaaaaa, bahkan datanya pun belum dapat lengkap kalau tidak salah :") can you imagine betapa paniknya? Setakut dan sekhawatir itu. Menelepon Ummi hanya menangis isinya. Berdoa kuat-kuat di mushala teknik yang sepi (sidang saya mendekati libur natal sekaligus minggu tenang ujian) dan berpikir udah sepasrah itu, terserah Allah kasih apa, saya percya itu yang terbaik.

Allah kasih saya lulus sidang dengan revisi. Itu keputusan Allah. Malamnya, saat mengobrol dengan Afifah di parkiran motor, aku cerita segala turun naik fase skripsi itu. Dan kami sampai pada kalimat yang intinya, sepaasrah itu aku sama Allah udah nggak ngerti lagi harus bagaimana.. Tapi di atas itu semua, membuatku berpikir, bagaimana membangun kepercayaan sama Allah dalam menumbuhkan anak. Karena itu tentu dibangun perlahan sedari kecil. Kepercayaan yang seyakin itu apapun Allah kasih, pasti yang terbaik untuk hambaNya dalam kacamataNya. Obrolan kami menggantung di langit-langit. Tanpa kesimpulan dan jawaban Tapi masih teringat sampai saat ini, menumbuhkan kepercayaan itu penting sekali pada setiap manusia. Dan percaya itu, makna iman bukan? Yang punya banyak konsekuensi ketaatan setelahnya. Alhamdulillah kala skripsi saya pada akhirnya memasrahkan segalanya ke Allah, tapi itu belum menjamin apaka saya bisa selalu begitu bahkan pada titik terendah saya. Tidak menjamin saya bisa menanamkan hal yang sama pada anak-anak saya kelak. Namun tentu saya berharap, semoga kelak Allah mampukan. Aamiin.

Lalu aku jadi ingat cerita seorang teman. Ia pernah cerita bahwa ayahnya kerjanya jauh, di ujung Sumatera kala itu kalau tidak salah, sementara keluarganya di Depok. Ayahnya pulangnya jarang-jarang. Lalu ia pernah bertanya pada ibunya,,"Bu, kok bisa sih Ibu percaya kalau Ayah nggak akan macam-macam, nggak akan nyeleweng di sana?" Aku lupa jawaban persisnya, tapi intinya ibunya ini percaya sama ayahnya dan bilang, kalau ibu mikir gitu ibu jadi suuzon dong, malah dosa. Ya Ibu mikir yang baik-baik aja. Itu kepercayaan Ibunya teman saya dan temen saya bilang, iya juga ya kalau suuzon malah dosa nanti. Hm, bener juga.

Saya jadi ingat suatu ketika menjelang suatu acara, salah seorang teman baik saya tidak ada kabar. Padahal acara itu sangat penting. Saya tahu sesuatu yang besar mesti terjadi padanya. Sampai saya berangkat hari Jumat (acaranya Sabtu Ahad), dia sama sekali tidak ada kabar. Rasanya apa? Sedih sekali. Apalagi saya waktu itu semacam punya tanggung jawab lebih atas teman saya ini. Pun semua orang yang tak tahu kabarnya bertanya pada saya. Ya Allah rasanya tuuuuh.

Cuma satu yang saya punya selain mendoakan, entah bagaimana, saya percaya saja ia akan datang. Entah gimana akhirnya. Kalau Allah gak kabulin saya hanya mikir yaudah. Saya bahkan gak berpikir ini akan memberi energi, tapi itu yang terjadi. I don't think of it but it would be. Cuma itu yang akhirnya saya curhatin ke Kak Mars waktu itu, aku cuma percaya, gak tahu gimana.

Pada akhirnya, temen saya ngabarin dan meminta saya mengkeep kabarnya, bahwa ia akan datang hanya untuk Sabtu dan sampai sore saja. Jeder. Dilema lagi saya. Teman saya hanya bisa datang sepersekian acara dan sisanya ia akan kabur gitu? Aku benar-benar bingung. Tapi singkat cerita, dia pamit baik-baik dan ternyata akhirnya bisa dilobi, pulang dengan kendaraan paling malam hari itu. Aku bantu mencarikan. Kami dapat untuk jam 23.15, kalau tidak salah. Aku lega, dan berterima kasih pada segala pihak yang telah membantu.

Lalu aku juga jadi keikir, kalau orang memilih sesuatu itu, titik beratnya kayaknya bukan hanya soal memilihnya, tapi tentang percayanya. Memilih kuliah di suatu tempat, karena percaya bidang itu yang akan ia geluti, atau bidan itu yang ia betah terhadapnya. Orang tua memilih sekolah anaknya, karena percaya sekolah inilah yag terbaik untuk anaknya tumbuh, belajar, mengenal Allah dan Islam, berinteraksi dengan teman-teman yang baik pula pada suatu institusi yang kondusif. Teman saya memilih kerja di Badr bukan di perusahaan lain yang juga menerimanya, karena jawaban istikharahnya. Dan saya entah bagaimana berpikir bahwa ia percaya bahwa dari jawaban istikharahnya itu Badr akan menjadi tempat bekerja yang  mendekatkan dia sama Allah (karena waktu itu ia sempat bilang juga mau belajar Daud). Percaya bahwa ada kebaikan yang dipilihkan Allah. Juga ketika seseorang meninggalkan sesuatu yang tidak baik, karena percaya bahwa i berhak atas sesuatu yang lebih baik. Ketika seseorang memutuskan dan memilih untuk menghubungi teman lamanya, meminta maaf. Karena ia percaya, nanti akan melegakan. Respon temannya bagaimana, ia mungkin sudah tak peduli. Ia lakukan saja dulu apa yang membuatnya percaya. Juga seperti saat supervisor memberikan amanah pekerjaan, atau perusahaan sedang seleksi karyawan. Tentu memilih seseorang pada role tertentu karena percaya ia layak dan cakap pada role tersebut, insya Allah. Sehingga pede lah si perusahaan manggil salah satu atau salah sekian di antara orang-orang yang diinterview.
Pun pada urusan memilih-memilih yang lainnya. Pada akhirnya, akan memilih sesuatu karena percaya akan sesuatu. Semoga jika kelak kita yang diberikan kepercayaan, kita tidak menyianyiakan kepercayaan yang diberikan. Aamiin

Saya waktu terngiang-ngiang kalimat yang pertama itu (yang great mother), saya ingat cerita-cerita yang saya tulis setelahnya ini. Bahwa percaya seperti memberikan kekuatan lebih gitu, ya rupanya. 
Lalu ini kan pikiran Selasa 12 Maret lalu. Tapi terlalu lelah waktu itu untuk menuliskan dan mengeposnya setelah pulang. Lalu jumatnya aku melihat tulisan Icas di instagramnya.
• Trust and Appreciate •
Semakin hari Saya menyadari bahwa menikah dapat memunculkan kebaikan dan potensi diri yg belum pernah ada atau belum terasah sebelumnya. Hal2 yg tdk bsa kta lakukan, tdk kta sadari, atau tdk kta sukai sebelumnya, perlahan bisa berubah. Seperti ketika sebelum menikah, bsa dipastikan Saya hanya ke dapur untuk masak mie dan goreng telor (meskipun sudah cukup sering membuat roti-donut-pizza). Lebih banyak menghabiskan wkt di luar rumah seolah jd pembenaran diri Saya untuk tidak mencoba belajar salah satu skill yg penting bagi perempuan dan calon ibu, yaitu memasak (jgn ditiru yaa :p). 
Saat ta'aruf, Saya sampaikan di CV bahwa salah satu kekurangan diri adalah belum bisa memasak. Sampai H-1 menikah Saya ke dapur dan 'training' sama Ummi cara memasak sayur dan Ummi mengajari dg cara yg mudah Saya pahami. Hingga akhirnya Saya menikah, dan tinggal hanya berdua dg suami di Surabaya selama bbrp pekan. Suami tahu bahwa Saya blm bsa memasak, tp dari wajahnya sama sekali tdk ada ekspresi meragukan istrinya ini. Masih ingat betul kami belanja sayur dan lauk pauk ke warung pagi itu, lalu suami pasang2 kompor dan gasnya sedangkan Saya meracik sayur dan lauknya.
Masakan pertama Saya, dicicipi langsung oleh suami. Katanya enak, meskipun Saya tahu dia hanya memuji, tp melihatnya makan dg lahap dan cara dia menghargai masakan Saya membuat Saya sangat bahagia saat itu. Dan rasa bahagia itu terulang setiap harinya sampai hari ini, setiap Saya memasak utknya. Tdk cukup sampai di situ, suami jg memberi Saya challenge utk memasak masakan yg berbeda setiap harinya (lalu mengabadikan masakan Saya dlm foto yg masih disimpan di hpnya), entah mengapa Saya sangat bersemangat menjalankan challenge itu dan bsa tercapai jg alhamdulillah :) 
Hingga saat ini kami tinggal di Swedia, dg bahan makanan tdk selengkap di Indonesia, makanan halal yg sangat terbatas, tdk ada warung makan pinggir jalan apalagi go-food dsb membuat diri ini harus lebih kreatif mengolah masakan. Namun kembali Saya menyadari, bahwa mungkin saja Saya tdk akan seantusias ini utk belajar memasak dan mencoba menu masakan baru tanpa kepercayaan dan apresiasi darinya, yg tercinta :) #IcasTyar 
sumber: https://www.instagram.com/p/Bu_E1QElkfw/
Waktu baca tulisan Icas, kerasa banget percaya bisa menjadikan apa yang sebelumnya tidak bisa jadi terwujud. Dengan izin Allah tentunya. Dukungan pasangannya yang kuat sangat membantu. Tekad untuk berubah yang lebih baik dari Icasnya juga tentu menjadi syarat wajib untuk bisa menciptakan berubah itu. Anyway, aku pos ini karena ngepas aja. Kalau Selasa pekan lalu udah ketulis tulisan ini pun aku insya Allah akan pos tanpa perlu lihat ig Icas dulu.

Tapi kerasa, rasanya kekuatan percaya :")

*btw, boleh aja sih ga setuju, hehe. Ini lintasan-lintasan pikiran sepanjang perjalanan pulang aja waktu itu.

terngiang sejak Selasa, 12 Maret
pulang bakda magrib dan abis KIP
masih ada terngiang-ngiangku soal Alquran 
obrolan sama teman tahun lalu
yang kembali tertrigger KIP kemarin
ckck, obrolan tahun lalu loh

Selasa, 19 Maret 2019

Belajar Sabar dari Ummu Sulaim

Aku nggak akan bererita panjang lebar soal Ummu Sulaim. Tapi tadi entah kenapa rasanya menarik aja waktu Kak Ridho cerita soal nama sprint yang baru saja dilalui, namanya Ummu Sulaim. Sprint 40 TemanBisnis.

Ummu Sulaim adalah ibu dari Anas Bin Malik. Tentang Anas ini sendiri pun Ima sudah pernah ceritakan sebagai nama sprint-sprint sebelumnya. Anas dipelihara bahkan sempat menempel pada Nabi. Kalau tidak salah tangkap pada akhirnya Ummu Sulaim (nama aslinya Rumaisha) berpisah dengan suaminya karena suainya tidak beriman. Ia pun membesarkan anaknya sendirian.

Waktu berselang, beberapa orang datang melamar Ummu Sulaim tapi ia tidak mau. Sampai suatu ketika Abu Thalhah dengan percaya diri datang melamar, karena ia orang terpandang yang kaya dan punya kedudukan. Tapi Ummu Sulaim juga tidak mau. Abu Thalhah kala itu belum beriman. Hingga akhirnya Abu Thalhah masuk Islam dan kemudian mereka pun menikah, dengan maharnya keislaman Abu Thalhah. Ummu Sulaim waku itu bilang, "Sungguh tidak ada alasanku menolakmu selain keislamanmu."

Ummu Sulaim dan Abu Thalhah benar-benar membela dan menjaga Islam. Aku mungkin kurang nangkap bagian ini, tapi kalau tidak salah tangkap, keduanya ikut berperang dan termasuk ada di garda terdepan.

Suatu ketika Abu Thalhah ikut berperang dan Ummu Sulaim menjaga anaknya yang sakit. Ketika Abu Thalhah pulang, Ummu Sulaim benar-benar memberikan pelayanan yang baik sebagai istri. Menyiapkan hidangan yang enak, dan lain sebagainya. Sehingga hilang lelah Abu Thalhah dan ia sangat senang hari itu. Ummu Sulaim tidak membahas kondisi anaknya yang pada saat itu sebenarnya sudah meninggal. Baru paginya ia tanya pada suaminya, "Apa pendapatmu jika ada orang yang meminjamkan uang, lalu ketika diminta ia tidak mau mengembalikannya?" Suaminya bilang, "Itu tidak benar." Lalu Ummu Sulaim berkata, "Sesungguhnya putra kita adalah pinjaman dari Allah dan Pemiliknya telah memintanya kembali." Kagetlah Abu Thalhah, namun ia sudah kehilangan kata-kata. Kecerdasan Ummu Sulaim barangkali telah membuatnya sadar akan siapa yang berhak atas putra mereka.

Ada poin yang dihighlight oleh Kak Ridho
Bahwa Ummu Sulaim sabar membesarkan anaknya sendirian, dan anaknya tetap menjadi anak yang taat, bahkan menjadi salah seorang yang dekat dengan nabi.
Bahwa Ummu Sulaim sabar ketika ada yang datang, dan melihat imanlah satu-satunya yang dapat menjamin dirinya
Bahwa Ummu Sulaim sabar ketika anaknya meninggal, tidak panik dan berlebihan dalam bersedih, di mana seringnya perempuan lebih histeris atau panik. Ini malah Abu Thalhah yang lebih kaget sebenarnya, tapi bisa teredam dengan ketenangan istrinya.

Terus tadi sebelum zuhur aku ihat ada buku berjudul Melangkah Searah: Asam Manis Rumah Tangga Muda. Aku jadi berpikir aja. Belum baca padahal.

Kesbaran itu luar biasa ya.
Rasanya kalau lagi melaluinya tuh panjaaaaaaaaaaaaaaaaaang banget, ndak tahu ujungnya di mana. Ndak tahu tuntasnya kapan.

Tapi lalu aku mikir. Mungkin itu caranya Allah menyiapkan diri kita menjadi pribadi yang lebih baik.
Contoh ya, gegara aku lihat buku tadi..
Orang yang berproses menuju menikah katanya sih ada aja ujiannya. Dan tentu ujian sabar sudah pasti menjadi bagian dari proses itu. Mungkin bagian besar malah. Sabar kan banyak, ya. Dari yang awal sampai yang misal udah jelas iya aja mungkin masih ada ujian-ujian kayak keluarga besar atau urusan macem-macem. Pantes Abidah dulu pernah bilang, orang yang jdi menikah itu udah hebat banget  lo Fit, karena udah banyak yang mereka lewatin pastinya. Nah, balik lagi ke tadi, ujian sabar itu mungkin akan mendewasakan dia, mempersiapkan sebelum mereka menjalani kehidupan sesungguhnya di pernikahan dan kehidupan rumah tangga. Makanya, jalani dengan ikhlas dan penuh kesabaran Minta pertolongan agar dikuatin Allah biar nanti di medan selanjutnya juga lebih kuat.

Juga sama dengan ibu hamil. Mungkin perjuangan Ibu hamil beda-beda. Tapi umumya hamil kan berat banget ya. Perubahan hormon, mood, keinginan, sakit badan, pantang makan a b c d, disarankan makan e f g h, belum lagi apa kata orang. Nah mungkin itu untuk mempersiapkan sang Ibu agar kelak siap ketika anak udah lahir. Karena akan lebih banyak lagi ujian sabar ketika anak lahir. Sabar dalam merawat, menyusui, mendidik. Sabar dalam menghadapi hal-hal yang menjadi keaktifan si anak (untuk tidak bilang bandel). Sabar menjawab segala pertanyaan anak. Sabar dalam (lagi-lagi) mendengar apa kata orang. Belum nanti kalau di sekolahnya kalau di lingkungannya, atau perubahan zaman, dan lain halnya. Hebat banget ya sebenarnya kalau bisa lulus ujian sebelumnya, ke depannya akan lebih tough gitu ibunya. Dan kalau Ibunya sabar, anaknya juga mungkin akan lebih behave. Dan nggak mencontoh ketidaksabaran ibunya di kemudian hari. Masya Allah.

Jadi dear diri, yang lagi belajar sabar. Nikmatin aja ya. Kita nikmatin bareng-bareng, ya. Banyak banget sekarang yang mesti disinergiskan sabarnya. Kalian mungkin juga, ya. Yang di atas contoh aja sih dan kebetulan contohnya kek gitu karena lihat buku tadi. Kalau kata Kak Shanin, kita perlu fight, bukan flight. Berjuang, bukan kabur menghindar.

Dulu kamu pernah lho Fit nulis ayat tentang sabar di sini.

kali kedua nulis intinya dulu baru akhirnya diedit setelah postingan ali imran jumat kemarin

Senin, 18 Maret 2019

Tentang Waktu

Kamis lalu saat tanggal merah, saya ke kantor. Datangnya siang karena pagi ada urusan dan mengajak Fatih, yang tadinya diajak pergi ke agenda Fahri di Kebun Raya tapi ia lama berkemas. Jadilah saya tawari ikut ke Badr dengan diwanti-wanti untuk jadi anak yang baik agar tidak mengganggu hehehe.
Waktu di jalan, kerasaaaaa banget asa lama gitu gak main dan ngobrol bareng Fatih. Jadi Senin sampai Rabu pekan lalu tuh pulangnya malem terus, antara kalau sampai Fath udah bobok, atau lagi makan (entah makan ke berapa untuk memenuhi black hole itu) lalu bersiap tidur dan saya kebagian nemenin tidur aja, ya kira-kira gitu. Pagi udah tergopoh-gopoh dengan segala kesibukan pagi. Ya kadang sempet ngobrol-ngobrol juga.
Di jalan, saya merasa bisa punya waktu bersama Fatih. Ngobrolin banyak hal, mampir ke pom bensin, main tebak ayat, bahkan sampai Fatih minta maaf gitu karena dia ikut dan aku mesti pulang dari agenda sebelumnya. Padahal mah kalau aku ngajakin ya berarti aku ga keberatan pulang duluan. Perasa ya si Fatih ini, atau ga enakeun gitu ya orangnya. Kayak aku. Hehe.
Di Badr juga dia  nurut. Tadinya nempel aku mulu. Lalu main bean bag di mushala. Baca buku di ruangan. Muter-muter kursi. Ikut shalat di masjid. Makan dengan tertib dan gak minta nambah, sisa nasi dikit bahkan. Main treadmil. Lihat kelinci. Naik ke jemuran karena kelincinya juga naik-naik ke tepian dinding. Ngobrol kenalan sama Ikhsan. Shalat ashar. Sampai tidur-tiduran di bean bag bawah yang kedengeran suaranya ke atas, lalu tiba-tiba sunyi waktu udah mau pulang akunya. Ternyata dia tidur, dengan posisi semi vertikal kayak kejepit bean bag gitu. Sampe ada yang nanya, Fatih kok bisa sih tidur begitu. Lalu kubangunin dan karena aku takut dia ngantuk di jalan, ditambah dia lapar, lalu makan mi gelas dulu. Sekalian ngabisin sisa nasi tadi siang.
Di jalan pulang, aku ingat materi sesi sharing keluarga kita. Beri apresiasi yang spesifik. Aku bilang terima kasih ke Fatih atas waktunya, atas nurutnya, atas sudah berkolaborasi dengan baik selama ke Badr. Aku juga bilang aku senang bisa main sama Fatih. Aku lupa kemarin aku minta maaf nggak ya karena pulang malem terus.

Jumat paginya aku mengantar Abi ke Damri. Awalnya aku heran kenapa Abi ngga naik ojol aja, tapi ternyata aku juga senang saat itu. Perjalanannya singkat mungkin. Tapi ada hal-hal yang bisa diobrolin. Mana aku juga ternyata ngerasa lama nggak ngobrol sama Abi. Abi tahu kondisi motor terkini karena ngerasain naik langsung. Pulangnya aku sempat janjian jemput Ummi di depan biar bisa jamaah maghrib bareng, walau akhirnya kita nggak ketemu karena satu dan lain hal. Tapi aku ngerasain ngusahain pergi jam sekian agar bisa jemput jam sekian buat orang lain yang penting buat diri ini itu sesuatu sekali :")

Senin kemarin aku tahu Abi mau ke Jakarta sore-sore. Aku agendakan pulang maksimal banget setengah lima biar bisa antar Abi ke stasiun jam lima. Walau aku akhirnya pulang setengah lima lebih, Alhamdulillah kekejar dan gak telat. Pas banget Abi udah di pintu mau keluar. Sebenarnya jarak rumah dan stasiun dekat, tapi aku pengen antar Abi. Di jalan Abi nanya, kok bisa pulang cepat. Aku jawab (malu-malu), biar bisa antar Abi. Aku lupa Abi bilang apa pas itu, aku ngerasanya kayak beneran Mbak hanya karena itu?-dengan bahasa Abi tentunya. Tapi bisa jadi aku kepedean aja sih.

Aku senang bisa menemani perjalanan orang-orang. Obrolan perjalanan kadang menjadi hal mahal yang bisa diperoleh. Aku jadi ingat, waktu pada bahas istri tuh seneng kalau diajak belanja, obrolan bapak-bapak di ruangan. Salah seorang nanya aku, emang iya ya Fit, perempuan tuh seneng ya diajak belanja?
Pas itu gatau kenapa aku nanya, ya sama siapa dulu belanjanya? Terus yang nanya bilang, eh iya juga ya.
Tapi overall aku akhirnya melanjutkan. Yang bikin aku seneng kalau nemenin Ummi belanja, walaupun belanjanya di Mang Jangkung deket rumah yang mungkin dua-tiga menit jalan juga nyampe, bukan di pasar, adalah aku punya waktu ngobrol sama Ummi. Di jalan berangkat, di abang sayurnya, sambil nyebrang, di jalan pulang. Waktu yang gak terdistrak hal-hal lain kayak ngerjain tuga smasing-masing, hp, panggilan adik-adik yang minta a b c d, atau apapun. Lalu bapak-bapak itu ber oh panjang mengiyakan. Hihi jadi lucu, emang cowok ngga ngerasain gitu ya? Tapi aku juga jadi mikir gitu sih, sepenting itu ya waku berbincang tanpa gangguan sama orang lain-yang penting dalam hidup kita.

-tulisan pekan lalu ini mestinya
waktu aku dapat telepon tidak sengaja yang membuat sesuatu jadi tidak utuh dan tidak bisa kudengarkan sampai akhir

Minggu, 17 Maret 2019

Dear Nak: Bicara Cinta

Jumat, 15 Maret 2019
Assalamualaikum Nak,
Banyak sekali yang ingin ibu ceritakan akhir-akhir ini. Sampai-sampai rasanya tidak mampu mengetikkan semua hal. Ingin langsung diceritakan saja. Tentang pameran buku di London Book Fair, misalnya. Tapi bingung bagaimana dan ke siapa membaginya jika bercerita langsung.

Barusan saja, Ibu ingin bercerita tentang jatuh cinta. Lalu tiba-tiba Ibu membayangkan, kalau kamu kelak jatuh cinta, apakah kelak kamu cerita pada Ibu. Ibu harap begitu. Ibu harap kita bisa saling terbuka untuk saling percaya dan bercerita.

Tapi Ibu mendadak urung bercerita tentang jatuh cinta. Rasa-rasanya Ibu malu. Karena kalau dibandingkan dengan persoalan saudara kita di New Zealand, masalah Ibu tidak ada apa-apanya. Jauh sekali.

Nak, siang tadi saudara kita di New Zealand ditembaki. Di Masjid. Saat jumatan. Sedih sekali mendengar kabarnya. Kamu tahu Nak, di negara tempat Ibu tinggal saat ini, ibadah mudah sekali dilakukan. Meskipun ibadah individu belum yang bersifat komunal dan menyeluruh pada setiap aspek kehidupan. Di New Zealand, negara dengan tingkat keamanan yang baik, penembakan itu terjadi. Entah apa yang menjadi pikiran penembaknya. Entah apa yang jadi pikiran orang-orang yang membenci Islam.

Nak, kadang-kadang cinta terlihat rumit. Tapi kalau Ibu sedang merasa demikian-seperti tadi saat di jalan pulang, Ibu ingat Tere Liye--salah satu penulis favorit Ibu yang mengajarkan Ibu banyak hal tentang cinta lewat buku-bukunya--cinta sejati selalu sederhana. Cinta kita pada Islam mungkin juga demikian. Terlihat rumit dan banyak mengandung kewajiban. Tapi itu cara sederhana untuk memperoleh cinta Allah yang kekal di surgaNya. Sekedar itu, patuh pada perintahNya dan menjauhi laranganNya. Pada penerapannya, sulit. Sama seperti jatuh cinta bukan Nak? Tahu-tahu semua rasanya rumit. Padahal kalau dilihat dari jauh dan kita tidak menjadi tokohnya, seharusnya rasanya bisa mudah saja dilalui bukan? Apalagi kalau jauhnya adalah kita di masa lalu dan masa depan. Mungkin kita akan merasa malu mengingat kita di masa lalu. Tapi, begitulah kehidupan. Yang berjalan, yang menumbuhkan. Mungkin kalau dalam pekerjaan, sama seperti hasil design challange yang sudah disepakati tapi saat dikerjakan developer, yang mana rasa-rasanya udah tinggal implementasi seperti itu aja, plek, persis. Nyatanya tidak mudah bagi developer membuatnya sama persis. Feedback minor seperti margin atau garis masih saja ada.

Begitu juga mencintai Islam Nak. Agama yang lengkap ini sudah dihadirkan lengkap dengan segala hal yang akan mencukupi hidup manusia Tapi bagi sebagian orang, rumit sekali memahaminya bahwa hanya dengan Islamlah kehidupan akan sejahtera. Bahwa hanya dengan Islamlah Allah menjamin keberkahan bagi seluruh alam. Bahwa manusia tidak perlu membuat-buat hukum dan aturan yang baru. Padahal, bisa jadi sesederhana memelajari dahulu, mencari tahu, meresapi, menghadirkan hati, melihat fakta bagaimana dahulu nabi dan sahabat. Kalau kelak yakin dan paham, tentu menyetujui bahwa dengan Islamlah solusi banyak hal yang menjadi permasalahan saat ini.

Atau barangkali yang lebih susah adalah menundukkan ego. Bahwa bukan manusia atau bahkan bukan kita yang secerdas itu sampai-sampai bisa membuat aturan yang lebih pantas digunakan ketimbang Allah. Cinta pada Islam-atau pada Allah lebih spesifiknya-pada akihrnya terkalahkan oleh cinta pada diri sendiri. Sehingga menyederhanakan konsep percaya pada apa yang telah Allah jamin menjadi tidak lebih sederhana daripada membuat sendiri hukumnya lalu menerapkannya. Kan mudah saja, lakukan usulan, kaji kaji kaji, terapkan. Mungkin begitu ya mikirnya..

Kalau manusia jatuh cinta, mungkin juga begitu. Ada hal yang ia inginkan untuk dilakukan. Ada penasaran yang ingin ditunaikan. Ada pertanyaan-pertanyaan yang entah jawabannya akan ada kapan. Ada kesabaran panjang yang dipasrahkan. Tapi manusia yang cerdas, yang bertanggung jawab atas pilihannya, yang sadar bahwa pilihannya saat ini akan Allah perhitungkan di yaumil hisab, akan menjadikan Islam sebagai standar yang menjadikan tindakan selanjutnya. Sehingga ia akan memilih tindakan yang akan menyelamatkan. Kalau manusia terlalu besar cintanya pada kekuasaan, pada dirinya sendiri, lalu sadar dan menjadikan standar cintanya pada Islam, ia akan sadar aturan siapa yang pantas ditegakkan. Tapi kalau poin penting standarnya lupa-atau sengaja ditinggalkan-ia akan masa bodoh terabas saja. Standar cintanya jadi kebermanfaatan, buat dirinya, buat kelompoknya. Sama kan, orang jatuh cinta juga begitu. Standar kebermanfaatannya jadi apakah menyenangkan hatinya-padahal sesungguhnya tidak menenangkan.

Nak, jatuh cinta selalu rumit. Yang sejati akan sederhana. Tapi tidak ada yang bilang ia hadir tanpa ujian.
Mencintai Islam, sesederhana menaati dan menjalankan, terlihatnya. Tapi ujiannya banyak. Saudara kita di New Zealand bukti terbarunya. Bagaimana menyikapi musibah bagi mereka, bagaimana dunia melihat Islam, bagaimana setidaknya penguasa negeri muslim menunjukkan kecaman. Itu menjadi ujian. Penangkapan OTT KPK yang baru-baru ini terjadi, membuktikan bahwa megamalkan apa yang dikatakan menjadi begitu sulit, apalagi kalau orang di sekeliling juga bukan orang-orang yang hidup tumbuh, dan memperjuangkan sistem yang baik. Orang-orang yang memilih untuk menyalurkan perasaan cintanya pada tindakan yang salah juga biasanya lingkungannya berbuat serupa. Semoga itu bukan lingkunganmu kelak tumbuh besar, ya Nak.

Yang sejati akan sederhana Nak. Kalau pikiranmu rumit, belajarlah menaklukkan pikiran itu sendiri. Kelak kita akan takjub bahwa kita bisa memenangi diri sendiri. Semoga.
Ibu juga sedang belajar.


Awalnya ditulis Jumat, saat semua hal rasanya banyak menyesakkan
Dari Jumat ke Jumat, dan perjalanan pulang yang meneteskan air mata
Aku pun heran menjadi mudah menangis akhir-akhir ini.
*tadinya postingan ini mau kubuat panjang cerita sepekan terakhir.
ternyata aku pernah buat dearnak juga di sini 

Jumat, 15 Maret 2019

Ali Imran 147

وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ اِلَّآ اَنْ قَالُوْا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَاِسْرَافَنَا فِيْٓ اَمْرِنَا وَثَبِّتْ اَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ

Dan tidak lain ucapan mereka hanyalah doa, “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan (dalam) urusan kami(149) dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.”-QS Ali Imran 147

(149)Melampaui batas-batas hukum yang telah ditetapkan Allah swt.

itu yang (149) kayak keterangan tambahan di footnote Alquran syamil.
-
Jumat ini cukup lelah bahkan sejak berangkat. Samai Badr aku bwa bekal sarapan tapi bahkan untuk makannya pun capek. Lalu aku mengantuk sekali. Alhasil, saat orang-orang sudah berangkat Jumatan, aku ingin sekali tidur sejenak. Tapi tak lama, ada teman yang masuk, maka kami bersiap shalat. dengan posisi aku takut kalau waktu shalat aku masih ngantuk. atau nanti waktu udahan shalat pas doa ketiduran.

Sebelum shalat dan sembari menunggu yang masih shalat sunnah, aku mengaiji lalu membaca ayat itu. Karena kelihatan doa, aku jadi lari ke artinya, baca artinya. Terus kayak tercenung. Ingat hal-hal yang kayaknya mah udah bukan boleh jadi lagi, tapi sudah pasti, berlebihan....

Habis shalat, aku tiba-tiba diem, aku awalnya ngira aku masih ngantuk. Tapi nggak kusangka. Mataku terus berkaca-kaca. Aku jadi ingat segala hal yang terasa rumit di kepala. Ingat gimana beratnya melewati segala hal ini dengan tetap normal dan biasa. Sulit....

Setelah sunnah dan menunggu al kahfi, aku membaca arti sehalaman itu. Lalu ternyata arti ayat-ayat sekelilingnya....
145
Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala (akhirat) itu, dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.

146
Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak (menjadi) lemah karena bencana yang menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.

148
Maka Allah memberi mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.
-
itu rasanya kayak,
fit, kamu dikasih Allah ujian. tapi akan ada balasannya. akan ada janji baiknya kalau kamu bisa melewati ini dengan baik. syukurin aja ujian ini. masih banyak orang dengan ujian yang lebih berat. jalani dengan baik.
kalau Allah kasih kamu ujian, bukan berarti kamu jadi pasrah, nyerah, terus jadi gak produktif, jadi susah fokus, jadi gak kelar-kelar kerjaan (Ini aku akhirnya switching konteks dari ngerjain kerjaan malam ini karena rasanya gelisah banget heu, lalu aku pengen menuliskan biar terurai rasanya, biar mikirnya satu-satu, semoga benar begitu, ya. rasanya kepalanya penuh pisan :(( ) Kalau kamu sabar, Allah sayang.
Dan pasti ada balasan kebaikan, atas segala jenis usaha kebaikan yang diusahakan. Kamu selalu percaya itu, kan Fit?
-
Malamnya ternyata aku masih  unstable dan belum bsia mengerjakan hal-hal yang direncanakan. Aku nguyel-uyel ummi lagi. Aku kalo ngerasa gini tuh ngerasa childish banget, kekanakan banget. Beberapa hari sebelumnya aku akhirnya cerita ke ummi. Lalu hari ini aku cerita lagi. Honestly, lelah rasanya. Tapi semoga bisa kuubah jadi pahala. Doain ya. Mungkin kalian juga, sedang berjuang keras untuk apapun itu. Semoga Allah juga kuatkan kalian, ya :)
--
dear langit, 
aku mau bilang aku capek. banget
maaf ya aku mengeluh
tapi aku pengen minta satu hal
temenin aku ya Allah, dan aku titip ujian ini. bantu aku melewatinya
Allah suka hambaNya yang meminta, kan?

diselesaikan Selasa, 19 Maret 2019

Rabu, 13 Maret 2019

Emosi Keluarga

Salah satu keindahan hubungan keluarga adalah selalu ada kesempatan berikutnya untuk menjadi lebih baik dalam mengelola emosi.
-Keluarga Kita: Mencintai dengan Lebih Baik, hlm118

Bacanya langsung ke bagian Disiplin Positif, lalu ke subbab pengelolaan emosi, couldn't agree more. Lalu berpikir, orang tua yang menjadi pembelajar itu hebat banget, ya. Karena pengasuhan adalah persoalan yang emosional, bukan dalam artian negatif, tapi menghadirkan begitu banyak emosi. Emosi masa kecil orang tua, emosi anak, emosi kondisi saat ini. Mesti sadar, ini pemenuhan emosinya buat kepentingan diri sendiri apa buat kepentingan anak?

Rasanya pengen ngasi liat buku ini ke orang-orang yang suka sharing-sharing bareng dan ke semesta. Gimana kalau baca bukunya lengkap, ya.

-fitri,
Mungkin kerasa ngena banget karena merasa bahwa ngelola emosi itu emosional (eh gimana Fit(?)), yha maksudnya perjuangan panjang yang mesti selalu mau belajar menundukkan ego selalu :')

Selasa, 12 Maret 2019

Membaca (Selintas) Kisah Ibu

Le me yang membaca Happy Little Soul untuk keperluan pekerjaan saja sudah mulai meneteskan air mata di halaman vi (belum isinya bahkan, baru pengantar), dan udah nangis di halaman 8 (lalu terulang di halaman 23). Sampai berpikir, ini aku kenapa ya nangis. Terharu, takut, khawatir, atau merasakan perasaan yang sampai ke hati dari penulisnya, inget ummi, menginginkan hal yang sama, ngerasain titik pasrah berserah lillahi ta'ala ibunya Kirana, atau apa?
Kubingung, haha.

Lalu aku kepikiran bikin tulisan tentang (Menikahi) Perempuan dengan Kekhawatiran-Kekhawatiran. Tulis sini gak ya.

*tapi emang terharu ya lihat perjuangan perempuan-perempuan, para ibu, juga tambah terharu kalau suami dan keuarganya support. semalam lihat ig nya ibunya ayyash hana, ibunya ahsan arkan yang kembar.
dari jumat lalu habis baca selintas kulwapnya mbak dewi aku khawatir soal masakan. lihat gambar di buku love is nya puuung di suatu grup dan mereka bahas kangan awal-awal nikah aku jadi kzl sekaligus khawatir gitu, emang orang udah lama nikah nggak bisa sama baiknya orang awal-awal nikah ya? lalu kemarin waktu temenku bilang istri ente pinter masak ya, aku kayak nelen ludah malu, hahaha. semalam aku lihat sendiri, aku juga senang sih lihatnya, kerasa pakai hatinya :") terus random juga semalam buka ig ibunya ahsan arkan juga masya Allah ya ngelahirin anak kembar tuh, keluar satu, belum lega karena masih ada perjuangan ngelahirin satunya. lalu juga perjuangan dan pengertian suaminya, menenangkan selepas periksa kandungan, ketika yang satu nangis yang satu berusaha melucu, ketika memaklumi segala hal yang crowd di rumah, karena tahu perjuangan istrinya. ah padahal suami bekerja juga tentu lelah ya :") lalu entah kenapa tugas pekerjaan ini membuatku membaca cerita Kirana daaaan tau perjuangan hamil yang berat dan tanpa suami karena lagi dinas, drama new mom and new baby. masya Allah :") dulu ummi gimana  ya waktu aku, meski ga selama itu sih. juga perjuangannya ibuk Kirana ketika bener-bener jaga makan, ngisi diri dengan makanan bergizi yang baik selama hail dan menyusui (bahkan perjuangan nyusuin yang sangat tak mudah). jadi inget abi pernah cerita, dulu ummi minum obat aja gak mau karena takut ngaruh ke anak

demikian curhat singkatku yang sebagiannya tertahan sejak jumat (karena baca kulwap masakan dan gambar beserta hal-hal lain kala itu, ditulis sekarang jadi gak baper sedih khawatir banget kan kesannya :P). tengah maret sudah dekat. spv ku sudah tanya kapan sebar PO. isinya belum kelar. ketimbang huft mari sebut bismillah.

jadi ingat, kemarin kepikiran pertanyaan,
"kamu itu tipikal orang bersyukur atau mengeluh?"
*ngomong sama cermin

--

ini biar aga bermanfaat aku kasih quote yang aku dapat dari buku ini di halaman 26-27, insya Allah nanti dimasukin konten
Ibu yang hebat adalah Ibu yang bisa menjadi contoh yang baik untuk anak-anaknya.
Anak-anak lebih cepat meniru apa yang dia lihat daripada apa yang diajarkan




Minggu, 10 Maret 2019

Menonton Nussa Rarra Bersama Fatih

itu yang di sekitar hidungnya
yang putih-putih tu asap uapnya
Fatih batuk-batuk dan mulai sesak. Akhirnya diuap. Besok dia UTS.
"Mbak mau nonton Nussa Rarra." Fatih meminta, bosan sembari membaca buku pelajaran sepertinya.
"Oke, sebentar ya." Aku membuka youtube, sedari Jumat memang belum jadi kami nonton bersama. Biasanya pengen sebelum doi tidur gitu nonton barengnya.
"Mbak Fitri udah nonton?"
"Belum, kan nunggu biar bareng sama Fatih." Dua episode lalu kalau tidak salah, saya nonton duluan, lalu Fatih kecewa gitu pas tahu aku udah nonton. Sejak saat itu aku berniat nontonnya bareng aja. Kayaknya dia punya ekspektasi berbeda nonton sama orang yang udah nonton sama perasaan 'baru nonton bareng-bareng'. Tapi emang iya gitu kan ya beda ambiencenya nonton ketika sama-sama belum tahu jalan ceritanya dengan nonton sama yang udah tahu ceritanya gimana. (Lalu kujadi inget nemu postingan meme di twitter yang cerita kalau ada istri unfollow akun-akun meme yang dia ikutin biar kalau suaminya cerita dia bisa ketawa, karena dia belum tau lebih dulu daripada suaminya. oke skip).
Terus Fatih bilang sambil melingkarkan tanganya ke arahku, "Sayang Mbak Fitri." Dengan nada Upin Ipin bilang Sayang Opa." Heu terharu akutu Dek. Padahal sesederhana itu, ya :")
 Lalu sepanjang nonton ada hal-hal ini.


habis nonton, obat uap juga sudah habis. alat uap dimatikan. Fatih minta makan. Aku hangatkan lauknya. Fatih sudah beringsut dan ikutan ke dapur. Aku lega dia masih cukup segar untuk berjalan dan gak selemes yang kubayangkan. Lalu depan magic jar aku sodorkan centong, dia ambil sendiri nasinya.

"Makasih ya Mbak."
Lalu aku iseng bertanya, relate to video Nussa tadi.
"Dek kalau kasih Ibu seperti matahari, kasih mbak fitri seperti apa?"
"Seperti..." Mikir"...udara."
"Kenapa udara? menyebarkan kasih(mengutip kata kasih ibu seperti matahari itu)?"
"Iya."
Kok cepet banget nih anak mengonfirmasi? Penasaran, kutanya ulang.
"Apa menyebarkan panas?"
"Iya, hehe."
*pasang muka pura-pura sedih
Fatih mendekatiku, memberi puk puk
"Soalnya udara menyebarkan kebahagiaan."
Jeda sejenak.
"Mbak fitri ngelawak mulu sih."
*padahal aku hari ini belum kasih joke apa-apa keknya

Kata-kata di Papan Tulis

tadi menghapus papan tulis di ruangan karena hendak diisi tulisan lain. dua tulisan ini sejak tahun lalu. diabadikan dulu.
yang atas saya lupa kenapa ditulis. yang bawah, dulu kata-kata Abi, waktu itu ditulis di sini pas telponan sama Abidah. dia yang ngomong. Wah kapan ya itu, udah lama banget kayaknya. mungkin ada setahun (gimana kapan Abi bilangnya, udah jauh lebih lama berarti.).ditulisnya pun miring gitu sambil telponan, beneran.

lalu difoto, buat kenang-kenangan.

Sabtu, 09 Maret 2019

Seexcited Anak-anak





Sesungguhnya sepanjang hari ini aku malas sekali. Menunda-nunda. Melakukan hal-hal yang tidak prioritas.

Kerjaan kontenku belum kelar. Rencana ke kantor kutunda dengan kemalasanku yang kusadari dan bodohnya kuturuti*laptopku kutinggal di kantor btw. Aku seharusnya sudah tidak terlarut lagi pada pikiran-pikiran rumit yang kuciptakan sendiri.

Tadi, aku malas sekali buka perpus. Masih kebawa malas sebelum-sebelumnyalah. Dan dari beberapa yang kujapri, tidak bisa gantiin. Ummi juga mau pergi silaturahmi. Lalu aku dadakan dapat peng-iya-an dari kakak yang mau kuwawancara lewat telpon dan kakaknya bisanya sore.
Akhirnya, aku bilang nitip tempel tulisan buka jam setengah lima.

Jam setengah lima. Telpon selesai. Aku berkemas. Hujan turun super deras.
Aku hendak urung saja rasanya. Malas sekali ya ke perpus juga.
Tapi ingat kata-kata Ummi waktu tadi aku bilang tutup aja apa ya....
Kasihan anak-anak.

Akhirnya mantap aku ambil payung dan berjalan. Belum jauh dari rumah, baru sampai beberapa rumah samping rumahku saja, gamisku sudah basah di bagian depan bawah. Kaos kaki jangan ditanya.

Tapi mendekati perpus, anak-anak berhimpit meneduh. Ah, rasanya bersalah, sekaligus menghargai mereka. Mungkin tepat waktu pukul empat mereka sampai. Atau, untuk anak-anak yang sangat excited, biasanya sebelum waktunya sudah mondar-mandir tak sabaran. Mereka tentu baru tahu waktu buka diundur ketika sampai. Excited yang membuat dan menggerakkan mereka untuk datang.

Kita orang dewasa, punya gadget, mudah komunikasi untuk janjian waktu. Tapi sulit menghargai waktu. Telat. Bahkan lupa bilang dari awal izin jika telat. Sudah lupa kenapa penting menghadiri agenda yang butuh diri ini di sana.

Anak-anak. Seexcited itu mereka datang. Tidak sabaran mengembalikan dan mencari buku baru. Datang tepat waktu. Tahu betapa pentingnya buku, sekalipun hanya untuk kesenangan pribadi. Maka, mungkin mereka kecewa ketika tahu perpus bukanya telat. Dan baru tahu ketika sampai. Kita orang dewasa, yang punya gadget untuk bertukar kabar, seringkali lupa menghargai waktu dan orang lain untuk konfirmasi. Lupa betapa pentingnya waktu orang lain yang sudah lebih dulu ada. Lupa pentingnya adab berakad, berjanji, mengiyakan di awal bisa jam sekian.
Lalu pandai membuat alasan. Kalau tidak ada, ya dicari-cari. Untuk telat, bahkan tidak datang.

Excited mereka tertuang dalam laku. Bukan hanya bualan belaka kata-kata. Bukan yang kalau terhalang pun memilih bilangnya nanti saat sudah tiba saja, meskipun terlambat. Menzalimi hak-hak orang lain. Bukan excited yang hanya bilang mau tapi nggak gerak buat dapat kesempatan, nggak gerak buat mewujudkan.

Semoga kita mau merendahkan diri dan belajar dari anak-anak. Setua apapun kita.

Dan tentu saja, ini pelajaran untuk saya sendiri.

---
Jadi inget, suatu waktu temen cerita. Saya sekian tahun menikah, paling bersyukur sama omelan istri.
Lalu aku heran. Baru kali ini aku dengar yang sejenis itu. Waktu aku SMA (karena SMP tidak ada laki-laki) aku pernah menangkap gelagat tidak suka teman lelakiku waktu diingetin perempuan, pas praktikum Kimia apa Fisika gitu. Lalu aku langsung pars pro toto (oh itu nama majas), aku pikir semua laki-laki ndak suka diingetin perempuan. Entah, mungkin merasa harga dirinya jatuh. Terus kadang aku merasa nggak enak ngingetin cowok, kadang sampe kebawa takut nikah kalau nggak sama-sama mau nundukin ego buat perbaikan satu sama lain (bukan aku mau ngomel loh ya-,-), dan takut kalau punya masukan gak diterima.
Lalu aku bilang ke beliau, kalau dulu aku ngalamin itu dan aku bilang juga baru pertama kali denger bersyukur diomelin istri.

Kata dia, kata ustadz Salim A Fillah, kalau laki-laki  diingetin malah marah, itu laki-lakinya yang kurang soleh .

Kenapa cerita bawahnya lebih panjang, padahal kenapa inget cerita ini karena di ending si temen ini bilang, jadi siapapun yang ngingetin kita, bahkan anak sendiri, bahkan (sebutnamaanak) yang masih kecil, harusnya kita bisa nerima.

Ya, intinya belajar dari anak-anak sore ini.

Sekian, tulisan soal kemarin belum jadi. Belum ditulis bahkan. Hmm perlu nggak ya?

Masih hujan. Mari berdoa.

Jumat, 08 Maret 2019

Home is not a place. It is people, and also feeling.
Happiness is not the result, it is a choice.  And it is not destination, it is the journey.

Once you pay attention and getting crowded for so many things, but doesn't feel excited or happy, is it still called home?

Or...where is the problem to be solved for?

#bismillah


Kamis, 07 Maret 2019

Maret 2018

https://fitrihasanahamhar.blogspot.com/2018/03/

Menemukan postingan-postingan Maret 2018, tahun lalu. Dan jadi merasa postingan-postingan ini jauh lebih berfaedah dari yang akhir-akhir ini dituliskan....

Rabu, 06 Maret 2019

Senyum

Kadang-kadang kita kita tuh ngerasa dunia, atau situasi, atau kondisi, lagi ngga bersahabat sama kita. Terus kita jadi mukanya sedih gitu, atau ekspresi galau, nelangsa. Pokoknya rasanya maleeees banget senyum.

Padahal coba deh senyum dulu. Nanti kamu ngeradain sendiri bagaimana merasa lebih baik setelahnya.

fitri kepada fitri
nasihat pada diri sendiri;
bukan based on experience,
tapi lagi perjuangan menerapkan

Selasa, 05 Maret 2019

Kecoa

"Dek, tau nggak, kecoa bisa hidup 9 hari tanpa kepala," kata Abi di tengah-tengah bujuk Fatih agar makannya segera. Aku juga di dekat mereka.

Kukira Fatih akan berekspresi kaget atau semacam, emang iya? Ga percaya gitu.

Tapi tanggapan Fatih....
"Bukannya 7? Eh apa 8 gitu...."
Dia jawab juga dengan angka dong. Meanwhile aku aja baru tahu fakta itu. Abi dak mengcounter.

Lalu kutanya, "Fatih tau dari mana emang?" Aku masih ga percaya. Kirain dia ngelucu aja atau biar seru.

"Dari Bobo." Lalu tinggal aku yang takjub karena anak ini memang berdasar data dan sumber. Semoga tumbuh cerdas ya Deek :')

Lalu aku minta dia cariin majalah Bobonya, padahal katanya sudah tahun lalu, hehehe.

Lalu waktu aku cerita ke Ummi, Ummi ketawa. Sama-sama nggak nyangka kita. Ummi bilang, Fatih nggak sekedar baca ya. Ternyata dia menangkap dan mengingatnya.

Senin, 04 Maret 2019

Senin Ini

Datang pagi-pagi, niatan bekerja agak rusak karena segala hal yang berkecamuk. Malah diladenin denger ruangbaca yang direply berulang-ulang sehingga tambah membuat pikiran kemana-mana. Hanya bisa ditutup dengan seka airmata dan tulisan di commonplace baru alias gdocs karena pada akhirnya aku menyadari aku butuh menuangkan isi kepala yang terlanjur lelah ini secara gamblang, dan belum bisa di sini. Kebuasaan menulis tangan pun perlahan kutinggalkan. Tapi ala kulli haal, gitu ya namanya ujian bergantung ke Allah tuh. Meluruskan niat, menata satu-satu. Berpikir soal kuat-kuatan doa. Menimbang kapan perlu bertanya. Pasrah soal file yang terancam nganggur. Menebak-nebak akan ada hal-hal mengejutkan apa lagi hari-hari ke depan. Karena, jangankan hari ini dan besok, pagi dan siang saja bisa berubah, kan? Intinya belajar husnuzooon terus sama Allah walau gak gampang. Tapi percaya ajaaa. Terus tanemin dalam hati. Tapi emang salah sih kalo perasaan ga enak malah play lagu tuh. Itu kayak kamu malah cari pemicu buat tambah resah(ust felix juga peenah bilang gitu). Mestinya dengerin atau baca quran. Inti ya lari ke quran. Kan katanya, seberapa banyak kamu membaca quran? Sebanyak bahagia yang ingin kamu dapatkan. MasyaaAllah.

Meetup sharing umroh yang super. Takeawaynya banyak. Semoga bisa kuniatin nulis dengan baik dan semoga Allah mampukan diri ini ke sana. Pamitan Kak Sarah. Admin baru bernama Nisa. Abidah pulang duluan. Besok dia wawancara, mohon doanya, ya.

Cerita soal lahiran anak. Dari Ismail anak Kak Fahry yang usianya baruu aja dua hari, cerita Kak Salingga yang diakhiri dengan, lo liat gue kuat, bid? Waktu itu gue nangis kayak bayi. Juga cerita Kak Wahyu yang hanya berdua aja waktu lahiran, ketimyka yang cerita yang lain ada orangtua maupun mertuanya. Luar biasa ya support ayah ketika lahiran tuh. Apalagi perjuangan ibunya. Cerita-cerita juga soal hukuman ke Ayyash, sampai tentang kepercayaan ke orang tua. Menyenangkan hati pasangan, memberi kejutan, buat komitmen bersama. Kak Fahry yang beliin bintang di langit dan dikasih nama istrinya. Meskipun aku jadi pendengar aja banyakan, aku senang bisa ikut nyambung obrolan, yang kusenang kalau diajak ibu belanja adalah aku punya waktu bareng. Meanwhile konteks mereka adalah ngajak istri belanja. Kujuga sempat cerita tentang kepercataan ke orang tua dan love language dan tesnya. Dulu pernah dubahas bidah sama ima, tapi maryam lengkap bahas di sini. Kusenang memberi insight baru ke teman-teman yang sudah berkeluarga. Semoga menambah wawasan dan keharmonisan. Anw, ini cukup menghibur diantara kecamuk-kecamuk pagi meski ya masih aja kerasa.

Obrolan tentang kamu pernah infus gak? Enggak. Aku juga enggak. Lalu yang tidak terlibat pembicaraan bilang, oke untuk merayakannya, gue mau denger lagu manusia kuatnya tulus. Lalu kita ledek, jadi playlist seminggu nih. Lalu malah dibalas. Kita lihat saja apakah jadi playlist top 2019?

Amanah-amanah testing yang belum selesai....

Sore membahas indomi arab. MasyaAllah ini lucu banget sih. Mulai dari nyari arti nikahah yang tertera di kemasan, yang awalnya malah ngeledek, cari di gugel trabslate, padahal ternyata ada terjemahnya di belakang. Bahas funfact berat mi instan goreng dan rebus yang beda gramnya, sharing soal indomi jepang atau indomi impor yang mecinnya dikit sampe kak salingga juga cerita indomi UK, sampai apakah masyarakat indonesia mau memilih presiden yang mengatakan indomi mau dijadiin bumn dan subsidi harga indomi di pagi sebelum pilpres dimulai. Tentu saja poin terakhir ketebak siapa yang bilang. Meski semua nyalahin aku yang dituduh mulai. Tapi saya kan bicara realita sementara sana bicara imajinasi, haha.

Lalu rapat dengan artist favorit Bandung, zakiyah sholihah Semoga Allah mampukan kami mengemban ananah ini. Kak wahyu cerita nyari yang bisa bantu di rumah pulangpergi, mungkin karena melihat kak Kai beserta potensinya, juga di tengah urusan anak dan hal-hal yang tidaktbisa diwakili, sementara untuk yang bisa diwakili bisa diwakili. Katanya, sayang potensi dan waktu perempuan kalau untuk melipat pakaian. Lalu mengantar Zaki ke travel, nelpon umi minta ditungguin shalat. Berkemas. Pulang dan meninggalkan amunisi di kantor. Lagi nyoba berpikir, bisa gak ya bagi waktu biar di rumah aku bisa melakukan hal lain. Baca buku atau quran atau apa gitu. Biar besok kulanjut pagi-pagi saja. Well, belum berhasil, tapi mari dicoba lihat beberapa hari ke depan. Ya, sebenernya ada banyak kerjaan yang belum kelar sih. Tapi mikir aja hak tubuh yang belum dipenuhi dari mengisi diri, sampai kalo inget nasehat umi buat dakwah tuuuh~~

Ohiya, tadi baca sekolah buku 5 guru kecilku yang pertama. Inget buku ini kak salingga juga pernah mensyen sebagai salah satu rekomendasi kurikulum mendidik anak. Baca pas bagian kerjasama dan pemahaman suami ke istrinyabtuh luar biasa :') bagian bab alasan kenapa menikah yang justru dominan ceritanya adalah si istri kalau di rumah lagi riweuh, telpon suaminya yang lagi kerja, hanya untuk minta doa atau diingatkan lagi, keajibanya apa (lalu suaminya bilang, membimbing anak-anak ke surga, gakpapa kalau rumah berantakan, cucian numpuk, masak itu-itu aja). Hebat banget ya kerja sama kekgini tuh :'). Dan katanya telpon sejenak yang minta doa tuh bisa jadi energi banget ditengah huru hara kehebohan di rumah :') halaman 187 apa ya tadi wqwq padahal suda tak pegang bukunya

Tulisan ini terinspirasi dari tulisan seninnya Nida'. Tadinya kumau langsung tidur saja. Sebetulnya hari-hari terakhir lelah sekali rasanya. Tapi mungkin itu dominan di pikiran ya bukan fisik.

Oya terakhir, dari bayi yang baru kubuka sepagi tadi. Tqyu bayi, my partner g13 <3 .="" p="">

*Setelah dipos, eh kok banyak ya curhatnya

Minggu, 03 Maret 2019

Tugas Kita

Tugas kita berusaha. Seperti apapun hasil akhirnya, karena yang ada pada kendali kita adalah usaha. Hasil adalah ranahNya. Sebaik-baik usaha. Sebab terlalu banyak faktor-faktor di luar usaha pribadi yang bisa mencampuri. Pendapat orang lain, kejadian, atau apapun. Karena kalau Allah tak izinkan, apapun yang bukan kehendaknya tidak akan terjadi. Atau jika bukan sekarang, barangkali Ia izinkan di lain waktu. Tidak ada yang perlu dipaksakan dan diburu-buru.

Dan, tentu saja doa tidak boleh lupa. Itu senjata.

*Jadi ingat kisah prempuan tua yang tidak punya anak, minta didoain nabi musa sampai beliau bosan bilang, bu kata Allah takdir ibu memang tidak punya anak (nabi musanya udah nanya ke Allah). Tapi ibu itu gak berputus asa. Dzikir. Memuji Allah. Sampai akhirnya ia punya anak dan waktu Nabi Musa tau, ia bingung dan tanya ke Allah. Kata Allah: rahmatku mendahului ketetapanku.
Ah bagus kajiannya Hanan Attaki. Tapi dak nyimpan linknya

Jadi inget kajian itu
Padahal hanya lintasan pikiran ey.

Fitri,
banyak pikiran akhir-akhir ini
Mesti belajar dialihkan ke hal produktif, Fit.