Kamis, 12 Juli 2018

Nothing To Lose

Waktu itu di 104 Z, mungkin sekitar delapan tahun yag lalu. Ada percakapan yang saya ingat sampai hari ini....

"Aku bingung deh, katanya berdoa kan mesti spesifik, tapi katanya juga, minta yang terbaik sama Allah. Keduanya kayak berkebalikan. Antara minta sesuatu yang detail dengan minta yang umum dengan kata yang terbaik."

Lalu  di antara orang-orang yang ada di ruangan, jawaban Himmah yang paling saya ingat.
"Kata Heidi," sepertinya Heidi adalah tokoh di buku yang ia baca, "Kita boleh minta apa aja sama Allah, tapi kita harus yakin bahwa Allah selalu ngasih yang terbaik."

Yakin. Berarti selanjutnya menerima.
Minta apa saja. Karena Allah tempat bergantung. Dan Allah suka pada hambaNya yang meminta.
***

Sampai hari ini, saya masih mengingat jelas kata-kata Himmah.

Saya pernah suatu hari punya keinginan yang besar. Katakanlah saya ingin beli rumah yang spesifik. Sejak saya sekadar ingin, saya berdoa pada Allah untuk punya rumah yang spesifik itu. Saya berdoa kepada Allah dari yang mulanya umum sampai secara spesifik, sambil menyebut kalaupun ternyata rumah itu buruk untuk saya atau sebaliknya, semoga saya ikhlas dengan apapun keputusan Allah.

Waktu berjalan, rumah itu mulai ada kabar pembelinya. Baru desas desus, tapi asa udah hampir pasti. Terus saya liat diri saya kayak ga ada hawa-hawa bisa mencicil rumah itu dalam waktu dekat. Saya memikirkan berbagai kemungkinan tentang rumah itu. Tapi saya tetap melangitkan doa-doa. Desas desus hilang. Saya masih melangitkan doa yang sama. Hingga akhirnya ada kabar rumah itu sudah terjual. Tinggal tunggu peresmiannya. Saya masih berdoa, setidaknya saya berdoa untuk kebaikan rumah itu siapapun kelak penghuninya. Sampai ketika peresmian rumah itu pada pemiliknya, alhamdulillah, detik itu saya merasa lega. Allah telah menjawab tuntas doa-doa saya. Tuntas. Selesai untuk kalimat-kalimat pinta yang melangit untuk sekian lama.

Karena kalau meletakkan harapan pada Allah, manusia nggak akan pernah kecewa.

Cerita kedua, waktu Abidah mau final GVS.

Ini cerita Abidah pasca hari-hari perjuangan itu. Singkat cerita, runaway produk kami sudah nyaris surut. Kami perlu mencari sumber penghidupan yang dapat memperpanjang usia. Sampai saat Abidah Allah percayakan untuk mewakili tim dalam final kompetisi GVS.

Sehari sebelum final, di masjid UI, Abidah berdoa. Kurang lebih begini.
"Semoga uang yang menjadi hadiah adalah berkah untuk orang-orang yang baik. Orang-orang baik itu termasuk tim-tim lain yang memang niatnya membangun Indonesia, membangun Islam; bukan untuk memperkaya diri sendiri-dan bahkan Abidah juga menyebutkan nama startup-startup lainnya dalam doanya. Tapi kalau bukan berkah untuk orang-orang baik, memang Allah akan menunjukkan bahwa hadiahnya itu untuk orang yang memperkaya diri sendiri. Jadikan itu sebagai contoh bahwa energi dalam bentuk uang itu bukan untuk orang-orang baik. Sebagai gantinya, semoga orang-orang yang punya niat baik bisa mengumpulkan energi atau kekuatan lebih besar lagi di masa depan. Tapi dengan  kondisi tersebut, Tebi juga membutuhkan. Bukan karena apa-apa, tapi memang karena Tebi butuh itu. Dan kondisinya, adakah yang lebih baik selain energi itu diberikan untuk orang-orang baik?"

Dan Allah menjawabnya tuntas dengan kemenangan waktu itu :")

Lihat apa doa Abidah. Menyerahkan semua keputusan sama Allah. Siapapun yang berhak, selama untuk kebaikan, maka terserah Allah. Tapi kalau memang ternyata hadiah itu untuk pebisnis dengan niatan memperkaya diri sendiri, maka itu mungkin emang bukan uang yang berkah untuk orang-orang baik. Sesederhana itu doanya, memasrahkan seluruh keputusan tanpa memupuskan harapan. Dan Abidah pun tidak bisa bohong, tetap melangitkan secara spesifik kebaikan yang diharapkan untuk Tebi. Tapi atas apapun, Abidah meletakkan rasa percaya, jikalau bukan Tebi yang akhinya dapat, Allah sudah menyerahkan hadiahnya pada siapa yang memang berhak. Skup keyakinan Abidah siapa yang berhak ada pada doa-daonya. Sudah jelas tercantum di sana.
Doa yang ketika aku dengar, aku kembali ingat percakapan di 104 Z itu.

Berdoa sama Allah nggak akan pernah berujung kecewa kalau manusianya sudah benar-benar menaruh harapan pada AllahNya. Bukan pada manusianya, bukan pada kesempatannya, bukan pada tujuan dunianya, bukan pada barang incarannya, bukan pada posisi atau jabatannya, bukan pada besaran materinya. Dan hawa nafsu kadang masih mendahului akal sehat untuk kembali mengingat prinsip-prinsip ini. Ah, mungkin sulit dijelaskan. Perlu dialami. Walau mengalami berapa kali pun, Allah tetap akan menguji masalah penerimaan terhadap qadhaNya. Selesai diuji satu, ada lagi ujian lainnya. Sudah menunggu.  Karena berdoa pada Allah itu nothing to lose. Nggak akan pernah ada yang sia-sia. Toh kalaupun yang Allah kabulkan belum sesuai keinginan, mendekat pada Allah untuk berdoa dan merayuNya pun sudah bisa melahirkan pahala kebaikan sendiri. Insya Allah.

gambar dari sini
"I ask something to God. If God grants it to me, then I am happy. However, if God did not give it to me, then I am 10x happier. Because, the first is my choice. While the second is the choice of Allah SWT. " 
- Ali bin Abi Thalib

Hasbunallah wa ni'mal wakil, ni'mal mawla wa ni'man nashir.

Sebagai pengingat,
Kamis, 12 Juli 2018
Tulisan ini awal ditulis 12 Mei 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar