Sejujurnya mataku lelah sekali hari ini. Tapi kupaksakan menulis.
Hari ini hari ibu. Hari ibu pertamaku.
Tak ada yang terlalu spesial hari ini. Fafa mengirimi makanan dan tulisan selamat hari ibu. Ayah bertanya mau pesan apa, kujawab, dari Ayah aku tidak mau sesuatu yang dinilai dengan nominal rupiah. Entah Ayah menyimak dan akan ingat atau tidak.
Aku merenung dan mengingat-ingat hariku yang rasanya runyam 4 bulan belakangan. Hari-hari yang aku tak bisa bohong kalau aku bilang tidak melelahkan. Menjadi ibu sangat melelahkan. Bahkan tadi pagi aku tanya ke temanku, kenapa aku rasanya capek terus. Kenapa gak ngapa-ngapain pun rasanya capek. Kukira tak akan ada jawabnya, atau ya semacam, itu natural saja. Ternyata temanku menyodorkan link tulisan kakak kelas kami. Bisa baca di sini.
Dan, tentu saja ada bahagianya juga lah 4 bulan ini, haha.
Aku hanya mau jujur ke diri sendiri dan bilang. Halo diriku, selamat hari Ibu. Hari yang mungkin biasanya kamu anggap sebagai formalitas. Aku sudah jauh mengurangi akun yang kufollow di instagram. Tapi aku sejak semalam bertekad kuat untuk tak buka-buka instagram hari ini. Menghindari rasa iri atau ingin diapresiasi yang mungkin sesungguhnya tak perlu. Cih, kadang aku melengos seperti ingin meludahi diri sendiri.
Allah sangat memberkahi kami dengan hadirnya Kaisa. Sekaligus di waktu yang sama Ia ingin mendewasakan kami semua. Kehadiran Kaisa setidaknya empat bulan belakangan ini bukan tentang dirinya. Tapi juga aku yang belajar beradaptasi dengan ketergantungan penuh dirinya. Juga Ayahnya yang merelakan waktu-waktu yang ia inginkan untuk membantuku, dan juga merelakan diri bertambah sakit sendinya. Juga tentang Utinya yang mempelajari peran baru menjadi nenek, Akungnya yang juga bantu menenangkan atau mengambil alih saat kami belum shalat maghrib seperti hari kemarin. Juga dua omnya yang suka heboh sama ponakannya walau kadang-kadang ya bahas game juga dekat-dekat ponakannya ini.
Dan waktu berjalan empat bulan.
Sungguh bukan waktu yang mudah buatku *nada tangisu agak memuncak di bagian ini).
Aku hampir saja ikut challenge akun nktchi dan senyum pepsodent tentang menulis pengalaman favorit dengan ibu. Tapi karena kutunda-tunda rupanya hari ini sudah telat pengumpulannya. Aku ingin menulis:
Tidak ada ibu favorit. Semua ibu favorit.
Sejak aku menjadi ibu lalu membayangkan semua temanku bahkan rekan yang paling mengesalkanku pun, berasal dari rahim seorang Ibu. Menyusu air susu Ibu yang ia dapatkan dengan perjuangan keras ibunya; mengorbankan waktunya, makan dan minum sehat sebisanya, menahan lapar haus keinginan ke kamar mandi apalagi keinginan leyeh-leyeh demi melakukannya. Dan tentu saja, dalam bahasa kasar: merepotkan Ibu.
Tapi kita tak kenal bahasa kasar itu. Kita hanya tahu bahasa Ibu yang mengorbankan segalanya demi anaknya. Dalam bahasa agama, Ibu yang tahu surganya bisa diraih dengan menyayangi, merawat, dan mendidik anaknya. Dalam bingkai ikhlas, ilmu, doa, harap, dan jalan yang Allah ridhai.
Adanya Kaisa membuka banyak sisi yang jadi aku pertanyakan dari dalam diri. Tentang sabarku, bahkan lebih parah lagi tentang konflik antara aku dan ayahnya. Mengenali diri rasanya jadi tak berujung. Aku di saat yang sama ingin belajar banyak hal sekaligus aku enek belajar banyak hal. Aku menyadari bahwa aku suka belajar dan berjuang amat keras dalam prakteknya. Atau aku salah belajar? Atau tidak tepat dalam belajar? Entahlah.
Kadang-kadang aku bertanya, berapa lama waktu adaptasi sampai benar-benar semua terasa nyaman? Salah satu temanku adayang berkata tiga bulan, tapi hm, tadi pagi dia pun masih cerita tentang letihnya dan harapannya. Teman lain bilang sampai 6 bulan masih suka nangis. Teman lainnya lagi bilang sampai 9 bulan ia baru merasa mendingan.
Ayah bilang aku bisa lebih cepat. Dan aku berharap demikian.
Rasanya aneh mengatakan pada diri sendiri tentang: Selamat hari Ibu, diriku. Selamat hari Ibu, Fitri. Aku tidak berharap mengatakannya pada diri sendiri. Sebagaimana sebenarnya aku pun ingin hari ini berjalan biasa saja. Namun badai informasi (udah gak buka IGku loh aku niiiiih. Cuma buka yang maksimal giveaway batasnya hari ini doang) membuatku jadi korban hari ibu. Halah, ngomong apaan sih kamu Fit.
Memang kadang aneh rasanya. Jauh sebelum nikah aku menghilangkan tanggal lahir di sosial media karena tak berharap ada yang mengucapkan karena liat sosmed, i highly appreciate yang INGAT. Tapi ya ga ada yg inget juga ga masalah. Keluarga, atau sebatas ibu mendoakanku dan mengingat proses lahir sekian tahun silam sudah sangat cukup. Namun setelah menikah, entah kenapa keinginan diapresiasi itu ada. Saat aku ulang tahun, saat hari-hari spesial, saat hari ulang tahun pernikahan, saat hari ibu, saat kelak Kaisa ulang tahun. Entah apa yang aneh dari diriku. Aku seperti konslet, kena sesuatu.
Hei, kalian pikir aku gak malu nulis gini? Ya jelas malu lah. Jadi kalau baca simpen sendiri aja, ga usah share ke orang lain apalagi digibahin, wkwk.
Waktu berjalan dan tidak bisa diputar. Kadang aku jadi mudah menyesali sesuatu. Tapi Allah sayang sama aku dan ingin peluk aku dengan bilang, aku akan belajar mendewasa. Aku hanya butuh waktu. Percaya itu. Allah kuatkanmu.
Aku jujur lelah, lelah sekali. Aku bisa menertaai diriku sendiri yang kadang ikut sesi-sesi jeda atau semacam meditasi tapi tak ada yang berhasil sama sekali. Sampai-sampai aku berpikir, kayaknya Allah pengennya aku menjadikanNya satu-satunya cara aja, bukan yang lain.
Apa lagi, ya.
Jadi pengen dengerin bertaut dulu sebentar. Biarin mewek lagi.
Selamat hari ibu, diriku. Belajarlah mencintai dirimu sepenuh hati, sepenuh jiwa raga, sepenuh tubuh.