Minggu, 11 Maret 2018

Tentang Sabar

"Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan." - QS. Hud:115
Ayat ini dilengkapi oleh ayat yang lain.
"Katakanlah (Muhammad) "Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu." Bagi roang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas." - QS Az Zumar:10

Allah perintahkan berkali-kali soal sabar di Quran, termausk pada ayat-ayat lainnya yang tidak dicantumkan di sini. Sabar itu berat dan sulit sekali. Ujiannya juga setiap hari :")) Tapi Allah sudah janjikan kebaikan yang banyak dibaliknya. Sabar tidak hanya tentang diri sendiri (sabar menghadapi ujian yang ditujukan pada pribadi, sabar menghadapi sikap orang lain yang kurang menyenangkan, sabar berproses meraih ambisi-ambisi pribadi, sabar berproses untuk menarik perhatian dari Allah dan mengupayakan ridhaNya, sabar untuk tidak bermaksiat, sabar beramar makruf-apalagi bernahi munkar, dan lain sebagainya) tapi juga sabar dalam hal-hal yang bersifat komunal; barangkali semacam kepanitiaan acara yang bersabar menghubungi pembicara atau mengumpulkan donasi, sabar dalam menciptakan momentum pareto untuk produk yang sedang dikembangkan, sabar menjalani rapat-rapat koordinasi yang panjang, sabar ketika peluang-peluang usaha dalam tim bekerja belum menjumpai hasilnya.

Aih, sepertinya tidak perlu berpanjang lebar curhat di sini tentang ini. Biar diresapi dalam-dalam saja ke dalam sanubari ayatnya.

Semoga Allah menjadikan saya (dan teman-teman semua) sebagai pribadi yang kuat yang mampu bersabar atas berbagai hal yang terjadi. Aamiin.

p.s; Beberapa hari yang lalu teman saya mengepos di media sosialnya suatu ayat tentang sabar. Surat Az Zumar ayat 10. Saya jadi ingat salah satu note #googlekeeping waktu tilawah Badr *as usual hehehe. Surat yang saya catat di #googlekeep adalah Surat Hud ayat 115. Kala itu catatan tilawah Badr 10 Januari 2018. Sebenarnya pingin dipos pekan lalu tapi pada akirnya saya dahulukan postingan yang ini. Mungkin, emang Allah hendak mempertemukan ayat pendukungnya, makanya dipending sampai pekan ini hehehe.

mulanya dari catatan tilawah Badr, 10 Desember 2017
Baru benar-benar dituliskan sekarang
bagian dari #googlekeeping



Sabtu, 10 Maret 2018

[Repost]Tips Asma Nadia untuk (Calon) Penulis

inti dari kenapa saya (re)pos video ini (dari postingan Kak Nisa) adalah pesan di penghujung video

kangen sekali dengan aktivitas bersama FLP Jogja :")
*ditambah ada rasa-rasa menyesal duu tidak memaksimalkan perjuangan :""

terima kasih Kak Nisa, share videonya :")

Kamis, 08 Maret 2018

08/03/2018

8 Maret mengingatkan saya pada teman yang ulang tahun tanggal segini. Tapi baiklah itu tidak terlalu penting. Tanggal ini sejujurnya juga mengingatkan saya pada usia saya sendiri. Dan nampaknya kerap kali begitu di 8 Maret. Bulan ini pun saya perpanjang SIM, which means ternyata 5 tahun sejak saya bikin SIM itu sudah berlangsung dan terlewati, dengan banyak hal yang terjadi sepanjang saya asudah legal berkendara di jalanan rupanya. Dan lagi-lagi, karena batas expired SIM itu sama kayak kartu identitas cem KTP, maka perpanjang SIM itu juga menadarkan soal usia sih. Orang-orang di ruang tunggu perpanjang SIM aja ngeh soal hubungan usia ini. Ada yang nyeletuk, "Ini paasti semuanya pada lahir bulan April." Saya nyengir, walau saya yakin gak semuanya lahir Maret juga sih. Tapi mungkinn memang sebagian besar.

Bertepatan dengan tanggal ini juga adik bungsu saa sakit. Asmanya kambuh. Saya masuk setengah hari. Gantian dengan Ummi yang mulanya ada agenda pagi dan kemudian digeser agendanya jadi siang (karena agenda pagi saya yang ngga bisa diundur). Pulang saya ke rumah jadi mikirin beberapa hal sih. Tentang posisi keluarga, tentang sakitnya keluarga, tentang menjaga.

Saya sampai rumah dan Ummi sudah berangkat. Adik saya tadinya hendak dititip tetangga. Tapi ternyata dia nggak mau dan nunggu sendirian di rumah. Mulanya sampai rumah dia masih terlihat bisa disehat-sehatin sama badannya Walaupun nafasnya masih terlihat tersengal dan masih batuk. Menjelang satu jam kemudian, saat saya minta dia istirahat mulai keliatan deh kalau dia makin sesak dan nggak enak mau ngapa-ngapain. Khawatir juga sih soalnya nafasnya sudah lebih pendek daripada pas pagi. Sampai akhirnya dia baru bisa tidur dengan posisi duduk dipangku dan kepalanya nyender menghadap ke arah belakang pundak. Setelah dia struggling dengan berbagai posisi di kursi dan posisi sekadar menyender. Pikir saya, bisa ya ngerasa nyaman dengan posisi dipangku. Padahal dia udah segede itu dan kalo saya mikirnya kayaknya jg enakan tidur atau nyender (karena kalau sesak posisi tiduran gitu akan bikin lebih ga enak sih jadi enaknya tidur yg bantalnya ditinggiin atau posisi duduk) gitu. Tapi ternyata ini masih terjadi, ya, di usia dia yang segini. Biasanya kan yang nemplok ibu-ibu yang maunya digendong yang bayi-bayi gitu. Ternyata sampe usia 3 SD gini masih ada hawa-hawa begitu. Heu, jadi terharu.

Posisi begini membuat saya ndak bisa ngelanjutin hal-hal yang mestinya dikerjain. Ngga bisa pegang laptop juga. Maka kemudian dipasrahkan saja akhirnya. Ikutan lah tidur. Alhamdulillah kerjaan bisa ditunda malamnya. Tapi hal demikin bikin mikir juga sih. Strong banget ya ibu-ibu yang bisa bagi waktu dan perhatian antara aktivitasnya (saya ngga bilang aktivitas kerja doang, karena banyak aktivitas ibu-ibu lainnya). Dan nggak cuma waktu dan perhatian, tapi juga melibatkan emosi, perasaan, kesabaran, pikiran, tenaga, dan lainnya. Apalagi yang anak-anaknya banyak dan kecilnya barengan (jarak usianya ngga terlalu jauh). Masya Allah :"))

Siang menjelang sore ini juga (saat Fatih kemudian beringsut dari pangkuan dan duduk tidur dengan posisi yang tidak lumrah itu), Maryam, sahabat baik saya yang baru saja menikah menelepon. Menyenangkan sekali bertukar cerita dengan Maryam kemarin itu. Kayak udah lama ga ketemu. Ssebenarnya terakhir ketemu Februari kalau nggak salah, tapi yang bikin kerasa lama adalah karena dia baru saja menjalani hidup barunya yang serba baru:")

Atas segala hal yang terjadi pada hari ini, maka ya ini postingan hanya random menyaut apa-apa aja yang terlintas di 8 Maret. Mohon maaf jika nirfaedah. Tapi memang ingin menuntaskan apa yang mengendap di kepala. Sekian.

Rindu

Rindu itu ada dua jenis; rindu atas hal-hal yang kita punya dan rindu atas hal-hal yang tidak-atau barangkali belum-kita punya.

Rindu itu ada dua jenis; rindu yang bisa membawa kita pada ridhanya Allah, dan rindu yang bisa membawa pada murkanya Allah.

Rindu itu ada dua jenis; rindu yang dijalani dengan eksekusi segera, atau rindu yang dijalani dengan sabar.

Rindu itu ada dua jenis, rindu yang ngabisin waktu, dan rindu yang justru bikin produktif.


sedang rindu
sedang banyak rindu
sedang berpikir rindunya ini masuk kategori yang mana
sedang berpikir bagaimana harus menyikapinya dengan baik
/teruskumahainimalahnulisblog

Minggu, 04 Maret 2018

Jadilah Pemaaf dan Senantiasa Ingat pada Allah

Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh (199). 
Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah*. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui (200).
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya) (201).
*dengan membaca taawudz
QS. Al-A'raf 199-201
Refleksi;
Apakah sudah jadi pemaaf? Pemaaf yang benar-benar pemaaf. Yang mudah memaafkan bahkan tanpa perlu membahas masalahnya dulu. Sementara pemaaf bukan sekadar perilaku yang oleh masyarakat dianggap baik, lebih dari itu; adalah perintah dalam Alquran.
Apakah sudah reflek mengingat Allah kalau mau maksiat atau melakukan perbuatan yang sia-sia? Sementara saya tahu bahwa Allah senantiasa melihat, tapi diri ini ternyata mudah sekali mengabaikannya :"(

catatan tilawah Badr, 7 Desember 2017
Baru benar-benar dituliskan sekarang
bagian dari #googlekeeping

Kamis, 01 Maret 2018

Kalau Baca Buku Agama

Kalau baca buku lain, nyesel kalo ga bagus. Kalo buku agama bagus-bagus. Sejarah Islam, sejarah sahabat, lebih seru. 
-seorang teman

le me cukup tertohok karena masih lebih suka baca buku fiksi. kata temen saya ini, banyak benernya juga. mestinya kalo baca buku agama kita ga akan pernah kecewa sama isinya, beda sama baca buku fiksi. 

Belajar dari Orang-orang Baik

Suatu masa saat aliyah, pada suatu kepanitiaan bakti sosial, kami berdiskusi tentang peminjaman mobil sekolah untuk urusan operasional panitia. Kala itu menjelang dua acara besar di sekolah, bakti sosial yang tadi saya sebut, dan satu lagi kompetisi antar sekolah yang telah melegendaris dari masa ke masa. Dua-duanya tentu butuh mobil sekolah untuk urusan operasional kepanitiiaan.

Saat itu saya bilang, Kita pinjam aja duluan mobilnya daripada keduluan sama panitia acara lomba (saya nyebut nama acaranya).
Tapi salah satu teman saya yang ikut rapat bilang, Jangan. Kita obrolin aja sama mereka biar sama-sama enak. kapan mereka mau pakai, kapan kita mau pakai.
Honestly, saat itu saya maluuu banget. Kayak saya kok egois banget ya mentingin acara yang saya termasuk panitia intinya. Padahal di acara kompetisi antar sekolah itu saya juga jadi panitia.

Waktu berjalan, obrolan itu ternyata berkesan dan masih saya ingat sampai hari ini.
***
Suatu hari di tingkat akhir kuliah. Skripsi saya mentok, saya perlu bimbingan. Ibu dosen pembimbing sedang masa-masa sulit dihubungi, dan anaknya beberapa kali jatuh sakit sehingga sulit sekali janjian untuk bimbingan. Drama-drama skripsi yang pake nangis sudah berlangsung.

Kala itu pikiran saya berbunyi, kalau memang nggak bisa bimbingan, setidaknya ada kabar kalau memang tidak bisa. Atau kalau memang tidak bisa ketemu, email progress saya mengapa tidak ditanggapi. Email pertanyaan dan chat minta bimbingan kenapa tidak dijawab. Itu kalo gak salah ceritanya ibu dosen abis sulit dihubungi yang sulitnya tuh semacam lapor progress tak ada balasan, tanya konsul tak ada balasan, dsb dll. Padahal biasanya meski nggak ketemu Ibu dosen tetap membalas email-email itu.

Lalu waktu saya nelpon Ummi ceritalah saya hal-hal tersebut.

Saya ingat sekali, salah satu hal yang Ummi saya bilang adalah, Doain dosennya. Doain semoga anaknya lekas sehat. Doain semoga urusan-urusan dosennya lancar.

Saat itu saya tertegun. Iya, ya. Kenapa dari dulu doanya hanya sekadar semoga dosennya mau balas email saya. Semoga janjian bimbingannya mudah. Semoga saya dikuatkan dan dimudahkkan dalam mengerjakan skripsi saya.

Egois sekali doa-doa saya. Padahal doa kita ke orang lain akan malaikat aminkan untuk diri kita juga. Padahal doa tuh gratis, murah, mudah. Tapi kenapa isi doa itu saya ngak kepikiran, ya. Doa untuk kebaikan-kebaikan Ibunya. Bukan melulu terpusat pada saya.

Hiks, malu sekali saat itu.
***
Suatu hari di Badr, saat teman saya menyadari ada sedikit bug pada salah satu aplikasi yang kami jadikan benchmark.
Saya bilang, lapor aja ke mereka bug yang kamu temuin. Kali aja dapet sesuatu. Kalimat terakhir rada-rada oportunis sih hehe soalnya dulu ketemu temennya Nilam yang ngelaporin bug ke Gojek terus dapet saldo gopay sekian ratus ribu. Tolong abaikan saja kalimat itu karena itu bukan ini utama tulisan ini ehehe dan jangan ditiru pls.

Temen saya bilang, Gak mau ah, nanti mereka jadi lebih bagus daripada punya kita.

Lalu saya dengan reflek bilang, Tenang aja, kebaikan itu pasti berbalik ke kita juga, kok. Abis ngomong gitu saya bengong juga sih sama kata-kata saya sendiri.

Pulang dari Badr, di perjalanan saya mikir juga, kok bisa ya tadi seenteng dan serefleks itu ngomong begitu. Mikir, mikir, mikir, lalu terngiang lah saya akan obrolan semasa aliyah dan obrolan sama Ummi yang tadi saya tulis. Mungkin nggak nyambung-nyambung banget ya Tapi otak saya merelate ke situ aja secara otomatis. Dua hal itu.

Dua hal itu yang membuat saya berpikir bahwa, kebaikan orang itu magis, meskipun orang-orang tadi tidak menyadari.

Teman aliyah saya barangkali (dan saya yakin wkwk) sudah lupa isi obrolan itu. Dia tidak tahu bahwa obrolan itu saya ingat sampai hari ini dan bahkan bisa mendukung lahirnya ucapan lain setelahnya. Teman saya mengajakan saya untuk mencari titik temu, dibandingkan merasa menang terhadap yang lain. Ummi juga barangkali tidak berpikir bahwa kalimatnya akan membekas bagi saya. Bahkan juga tidak tahu bahwa saya sempat mengatakan hal tersebut pada teman saya yang sempat sulit mencari tanda tangan dosennya kala pengurusan skripsi. Ummi mengajarkan untuk peduli, mengajarkan untuk coba perhatikan juga urusan orang lain, dan doakan. Berpikir untuk tidak mementingan diri sendiri bahkan dari sudut pandang doa, sudut terkecil yang kalau dipikir-pikir, isi doa itu nggak banyak kan orang yang tau. Paling ya kita saja sebagai orang yang berdoa.

Saya berpikir, dua obrolan kecil itu saja bisa mengubah pola pikir saya beberapa waktu setelahnya tanpa saya sadari.

Saya bersyukur akan keberadaan orang-orang baik di sekitar saya. Kebaikan yang bahkan bisa mengubah pola pikir. Kebaikan yang bisa membuka mata untuk melihat dari kaca mata yang lebih luas. Di sisi lain, mereka tentu tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan berkesan dan menimbulkan bekas bagi saya yang dalam case ini mengorol dengan mereka. Pelajarannya apa? Kita tidak pernah tau apa yang bisa dipelajari orang lain dari diri kita, dan, ya tidak perlu tahu juga sih. Tapi, berbuat baiklah di manapun, tanpa perlu berharap apa-apa. Kebaikan akan menimbulkan kebaikan lainnya, insya Allah.

Semoga Allah memberi kebaikan pada teman saya, Ummi, dan juga orang-orang baik di sekitar saya.


Rumah, 1 Maret 2018
tulisan ini sudah lama menjadi draft di kepala