Sabtu, 05 Oktober 2019

:")

.
meskipun malam ini rasanya sediiih sekali .
.
.
mohon doanya ya teman-teman semua. Semoga Allah berkahi dan ridhai pernikahan ini. Semoga darinya, lahir kebaikan yang bertambah-tambah untuk semesta.

Jumat, 04 Oktober 2019

Jumat sore lepas ashar, menjelang maghrib.
Serta waktu yang sama pada pekan-pekan yang telah lalu.
.
:")

Banyak sekali yang telah terjadi setelah sekian jumat yang berlalu ini. Persamaannya hanya satu: Allah janjikan waktu ini salah satu waktu mustajabnya doa :")


Kamis, 03 Oktober 2019

Ya Allah, bantu luaskan hati untuk bersabar...
Terasa lagi, sulitnya menyayangi orang yang dibutuhkan banyak orang ketimbang menyayangi orang baik.
Entahlah, mungkin memang menyayangi orang itu susah ya.


Di tengah perasaan campur  aduk, kecewa, dan merasa tidak penting, Aku teringat Nabi, lalu para sahabat Nabi. Gimana ya rasanya dulu para keluarga sahabat, istrinya, anak-anaknya. Kalau ada panggilan jihad, kalau ada panggilan amanah dakwah. Yang mesti segera, yang sulit jika ditunda, yang tak bisa dikalahkan hawa nafsu inginnya manusia. Karena kontribusi untuk ladang dakwah adalah amalan yang tiada batasnya, mahkota kewajiban.

Benarlah kata Kak Big semalam. Kalau beliau bilang, akar dari perasaan bersyukur adalah perasaan tidak pernah memiliki. Mungkin menyayangi orang pun demikian, sekalipun itu keluarga, terdekat sekalipun.



Rabu, 02 Oktober 2019

Hari ini mau belajar menyebut 3 syukur. Tapi aku capek sekali, jadi coba kusebut dulu saja sebelum tidur belum kutulis di sini. Semoga mengurangi dan menekan segala emosi negatif belakangan ini. Aamiin.

Selasa, 01 Oktober 2019

Pagi ini, semestinya janjian dengan teteh jam setengah 7, lalu dilanjut one on one jam setengah 8. Rencana berubah, ternyata teteh tidak jadi, janjian one on one jadi jam 7. Aku telat, one on one tetap berlanjut. Saat one on one aku menangis. Malu tapi...terlanjur sesak rasanya. Di akhir, kak berpesan, katanya hari-hari awal butuh kondisi mental dan iman yang kuat. 
Aku rasanya sudah pasrah, menyerah.
Sejak merasa rendah dan tidak berharga terhadap seseorang untuk kedua kalinya dan telah sampai puncaknya, fluktuasi emosi pada seluruh dinamika, berharap yang tidak perlu pada orang termasuk orang rumah, dan kerjaan menangis saban hari tanpa absen hingga hari ini cuma membuat aku bertanya, apakah aku kuat? Apakah akan baik-baik saja?

Dengan Allah, akan kuat, insyaAllah dear myself...minta yang banyak walau cuma bersitan-bersitan sekilas


Pun siangnya. Retrospective tim sederhana. Tapi aku ga bisa nahan air mata. Betapa kecelakaan kerja ini punya peran yang begitu besar dan signifikan pada kehidupanku. Pengorbanan yang bukan hanya soal tenaga, tapi juga soal waktu dan keluarga. Tapi juga emosi, konflik yang terjadi antara aku dan lainnya yang terpantik oleh pekerjaan, hati yang berusaha kuat dan pada akhirnya mencapai limitnya. Yang kembali membuatku bertanya-tanya. Apakah aku akan kuat? Apakah aku akan selamanya mengalah? Apakah akan baik-baik saja? Apakah hanya aku yang merasa ini tidak imbang? Apakah hanya aku yang merasa berjuang sendirian? Apakah aku hanya kesal dan sedih sendiri tanpa disadari yang lainnya? Apakah aku hanya tokoh figuran yang memang tidak penting sama sekali....?


Aku mencapai rasa takut yang belum pernah kubayangkan sebelumnya. Mencapai rasa insecure yang padahal selama ini aku yakini akan baik-baik saja.... Mencapai perasaan rendah diri dan tidak berharga, karena tanggapan orang yang justru begitu berharga pada kehidupanku. Aku sesak... 



Ya Allah, mampukan untuk.bisa mengemban sebaik-baik peran. Kuatkan, kuatkan...


Hasbunallah wa ni'mal wakil. Ni'mal mawla wa ni'man nashiir.


Sebagai pengingat.


8.40 pagi kemarin-3.56 hari ini

Selasa, 24 September 2019

Tidak bermaksud beri negative vibes loh yaaaa. Aku. Nanti belajar nulis syukur yaaa biar seimbang keliatanya *kekadaygbacaaja
Aku pulang. Tidak ada yang membukakan. Rumah sepi. Aku cek hp, rupanya seisi rumah yang tersisa pergi ke abang nasi goreng ujung perbatasan komplek perumahan.


Rasanya sama seperti ketika terakhir sebelum meninggalkan kantor tadi. Sepi. Sendiri.

Rupanya itu kak, yang sepertinya menjadi jawaban pertanyaan kakak soal apa yang dirasa sekarang. Dirasa, bukan dipikir. Harusnya sudah tahu soal itu, karena pernah searena dengan gertakan orang-orang gang akan mengingatkan, kalau menjawab pertanyaan apa yang dirasakan dengan berpikir terlebih dahulu.e

Terlalu banyak sepi usai senja tadi. Entah mengapa. Orang-orang yang berharga mengubah waktu jadi diskusi. Aku mengubah waktu dengan memikirkan hal yang tiba-tiba dan entah apa ujungnya. Sulit sekali fokus akhir-akhir ini. Temanku terjebak oleh pertanyaan. Aku, semakin ikut memikirkan, kesadaran dan rasa syukur atas jawabanlah yang datang, dan menyadarkan. Terima kasih Allah, telah memberi jawaban atas banyak pertanyaan. Semoga Engkau ridhai perjalanannya. Dan tunjuki kami jalanMu yang lurus. Sambil merasakan perasaan sempit yang menghimpit, harap yang tak perlu, dan pengenyahan soal hal-hal yang menggugu-bernama rindu.

Aku, menciptakan obrolan-obrolan monolog dan imaji dalam perjalanan pulang. Yang satu dua buatku sedih dan berkaca-kaca.

Rasanya, masih, sepi.

Senin, 23 September 2019

Kak Urfa pernah bilang soal mencintai orang baik.
Nyatanya-atau rupanya-mencintai orang yang dibutuhkan banyak orang lebih sulit lagi.

Setelah aku terjebak oleh tangis yang aku buat sendiri, ada pengumuman meninggal, dari masjid. Aku tersentak walau masih menangis. Bukankah lebih banyak yang bisa kusyukuri dengan kehidupan mereka? Seperti yang pernah dibicarakan dalam berbagi bersama Nadia, bukankah kita selalu punya pilihan untuk memaksimalkan perasaan sayang pada orang lain? Dengan cara apapun.
Sebagai subjek bukan objek.

Kenapa aku tidak bisa melatih hatiku sendiri?

Kamis, 19 September 2019

Perfectly okay, insyaAllah. Alhamdulillah.
*Membangun sugesti positif pada diri sendiri
Karena lebih banyak hal yang mestinya disyukuri ketimbang dikeluhkan :")

Kemarin pulang malam, setelah 24 jam tidak berbincang dengan anak ini. Karena Selasa malam aku pulang dia sudah tidur, setelah batuk tak berhenti indikasi sesak dan diuap. Esok paginya aku terbangun jam setengah tiga, terjaga sampai subuh, dan justru tepar setelahnya. Terbangun dan anak ini sudah berangkat.

Jadilah kemarin pulang, berjumpa dengan anak ini dalam kondisi segar bugar, masih melek. Asik nonton video game minecraft. Tapi masih sempat menoleh padaku yang berdiri di sebelahnya. Menyempatkan berdiri, lalu memeluk tanpa aku duga dan sangka. Meski setelah itu masih langsung duduk lagi dan asik dengan youtube minecraftnya.

Fatih, selalu mudah menyampaikan sayang. Yang kadang jadi dibilang manja sama orang-orang.

Maafin Mbak Fitri ya Dek.

Pergi

Abidah pamit. Aku kehilangan kata.
Setelah beberapa hal yang terjadi hari ini, berpacu dengan waktu.

Aku cuma diam, mendengarkan. Sesekali mengangguk. Berkaca-kaca di pelupuk mata. Diam seribu bahasa. Bahkan aku gak nyangka aku akan seberkaca-kaca itu, gak nyangka akan betulan gak bisa bilang apa-apa, kehabisan kata. Terkatup, tertutup, berhenti. Sama sekali. Bahkan dia nawarin foto aku gak hisa merespon apa-apa....

"Masih ada teknologi, Fitri." katanya. Dia bilang jangan sedih, nanti dia ikut sedih. Dia bilang jangan sedih, soalnya dia gak sedih.

Mungkin Abidah nggak tahu kalau sedih nggak ikut-ikutan. Sedih datang gak saling. Sedih kadang sendirian. Dan sedih bukan karena satu dua hal, tapi tumpukan. Sedih bisa hadir karena akumulasi. Residu yang sekarang aku nggak tau gimana menghilangkannya satu-satu. Setelah hal-hal mendadak menjelang zuhur yang membuat aku berpikir soal kecewa, soal gesekan, soal potensi selek dan menyakiti yang justru semakin besar kemungkinannya ketika semakin dekat dengan seseorang setelah urusan lingkup profesional kerjaan. Setelah sadar untuk belajar lagi soal melatih sudut pandang dan pikiran responsible. Setelah respon dan tanggapan lain yang bikin khawatir, ekspresi dan gestur kecil yang menunjukkan ketidaknyamanan.

Dilepas Fitri, dilepas...
gitu suara-suara yang aku dengar.
Entah bagaimana.

Abidah benar-benar pamit. Suratku belum selesai-bahkan belum kutulis-sedikit pun.
Aku membaca surat kecilnya. Lalu betulan menangis.

Maafin Fitri ya Allah...

Selasa, 10 September 2019

Surga Itu Mahal

Ibu cuma bilang satu kalimat: Surga itu mahal.

Aku nangis mendengarnya, sambil mendengar kalimat-kalimat di kepala.

Surga itu mahal, nggak bisa dibeli sama sekadar terima kasihnya manusia.
Belajar ikhlas, belajar selalu berharapnya sama Allah. Usaha terbaik, Allah yang balas. Balasan terbaik selalu dari Allah, bukan dari manusia. Belajar terus memberi, belajar sabar dan ikhlas ketika (perasaan) yang (rasanya) tidak terbatas justru tidak terbalas.
Surga itu mahal, nggak bisa dibeli sama sekadar penerimaan manusia.
Belajar merendahkan ekspektasi. Belajar cukup. Belajar nggak papa tidak diterima. 
Surga itu mahal, dibeli pakai ilmu, diaplikasikan lewat taat, dijalani dengan istiqomah.
Surga itu mahal, kadang perasaan dunianya sakit, tapi Allah mau diri ini belajar.

Surga itu mahal. Semoga Allah mampukan sampai sana.

Tadi, 22.14an
10 Sept 2019

Rabu, 04 September 2019

Halo langit, terima kasih sudah ada.
Halo Fitri, kapan mau berbenah diri?

Sabtu, 24 Agustus 2019

Fitri sedang capek. Sedang pusing. Beberapa hari terakhir kayak kambuhan gejala-gejala sakit tiap malam.
Sedang malu dan mulai kecewa sama diri sendiri.
Sedang ingin bisa baca buku lebih banyak dari baca media sosial.
.
.
.
Tapi Abi, yang mestinya lebih capek dari pada aku, masih bisa menjalani dan merespon dengan mood yang baik. Masih bisa bantu umi angkat jemuran tanpa diminta.
Ya Allah aku harus apa...?

Umi dan Abi, dua yang sering menerima kekesalan Fitri yang childish ini. Tapi, biar kesal bagaimanapun, mereka tetap idola.


Maafin Fitri mi, bi. Belum bisa Masih belajar dewasa dan sabar.

Senin, 08 Juli 2019

“Kita itu tidak bisa membandingkan waktu, timeline kita dengan orang lainnya.” Tiba-tiba Abidah bicara.
“Aku bisa bilang waktu ini adalah waktu ideal dan terbaik buat aku S2.” Abidah menyebutkan banyak alasan. Tentang teman keberangkatan, kakaknya yang mau pindah ke UK, tema yang diambil oleh rata-rata awardee tentang bisnis, aplikasi pendaftarannya yang ketiga, ibunya yang mau berangkat ke UK waktu Kak Lili lahiran tapi sendirian. Dan banyak lagi katanya.
Lalu Abidah menambahkan. “Tapi kalau maunya Allah nggak ngasih izin aku S2 Chevening tahun ini, aku nggak bisa bayangin apa yang lebih baik dari Allah untuk aku ini. Padahal secara waktu sudah baik sekali. Alasan penndukungnya juga banyak.” Ia berkata sambil tersenyum. Ringan sekali. Segala usaha dia merawat mimpinya, terutama akhir-akhir ini sudah jauh lebih mendewasakannya.
Begitu katanya.
Lalu ia jeda sebentar.
“Juga, kalau Allah sudah menetapkan sesuatu untukmu, itu berarti yang kata Allah baik buat kamu. Yang nggak bisa kamu bandingin lagi apa yang lebih baik dari itu bagi Allah untukmu.”

Abidah menangkapku sedih malam ini.

Kemudian Abidah menambahkan lagi.
“Bersyukur itu ahsanu amala.
Dia ayatnya muncul setelah 'Sesungguhnya Allah menciptakan mati dan hidup.' Mati duluan lho yang disebut, bukan hidup duluan. Artinya yang dibandingkan kehidupan setelah mati, dan di sana dikatakan akan dibandingkan supaya menguji siapa yang baik amalnya, bukan bandingin ke orang lain, tapi dengan diri sendiri di masa lalu.
Bukan ahsanu amala di antara kalian. Tapi diri sendiri dengan sebelumnya . Itu ahsanu amala-nya.”

Abidah tidak menyebutkan ayat. Aku tahu itu Al Mulk ayat 2. Tadi pagi baru saja aku membacanya bersama adik-adik.

"Terima kasih ya Bid."
"Tidak lebih banyak dari apa yang kamu katakan padaku di mushala waktu itu," katanya.

Ah Bid, ini terlalu relate apa yang kamu sampaikan. Padahal kamu tidak tahu apa yang sedang kupikirkan sepanjang tadi bertemu sampai tiba dan menghabiskan malam di sini.Juga apa yang tidak aku dengar setelahnya meski tidak seperti yang tadi,

“Nikmat sekecil apapun disyukuri. Allah kan sudah janji, kalau bersyukur, sekecil apapun, nanti akan ditambah nikmatnya.”

“Pada akhirnya kita akan ketemu suatu kesimpulan, kalau yang bikin hati nggak tenang itu sumbernya cuma dua: manusia atau jin. Makanya kita disuruh baca surat An Nas, karena kita akan selalu berpikir apa yang orang liat ke kita. Di surat An Nas, kita minta perlindungan Allah tuh sampai tiga kali. Beda dengan di Al Falaq yang hanya sekali. Kalau jin, ya sebagaimana jin yang bertugas menggoda manusia.”
“Dan...jangan salah, kita ini manusia juga.”
“Berarti kita juga diuji diri sendiri, ya?”
“Iya.”



kak marissa :) 
teman sesama mau submit litara. aku bagian naskah. Kak mars bagian ilustrasi. dan samasama belum rezeki. kaka sibuk siaware ini. dulu mengenalinya sesama peserta dan tidak terlalu dekat. qadarullah Allah pertemukan lagi di lain kesempatan. Kakak paling peduli dengan kondisi jiwanya kurasa. Penerima segala jenis perasaan yang tidak menafikan kondisi breakdown bagaimanapun. Penyayang yang sering kutuliskan namanya di laman ini.

#sisakemarin
#sisakemarin

Kamis, 04 Juli 2019

Yang Kehilangan Sabar


Begitu banyak orang yang kehilangan sabar, kemudian kehilangan lebih banyak lagi.
-Menentukan Arah, difoto 16 Februari 2019 dalam perjalanan ke Bandung

Sejak aku menyadari bahwa ujian sabar merupakan ujian yang aku perlu banyak belajar menghadapinya sewaktu kuliah akhir dulu, kalau Allah izinkan aku punya anak, ingin sekali di namanya ada arti yang bermakna sabar-sabarnya. Shabira, atau shabrina mungkin? Atau apa lagi ya nama yang maknanya sabar?

#sisakemarin #kemarinhanyajadidraft #bacadehparagrafyangawalnyakalimatitu

3 Juli 2019

Ah, tanggal ini mengingatkanku banyak hal!
Termasuk HPku yang hilang 2 Juli 2012 dan resensi novel Angpau Merah

Juga, obrolan kecil pagi yang cukup melegakan, walau akhirnya sempat membuat bertanya-tanya kembali.

Hari Ini

Mengawali hari dengan tidak sesuai rencana (ketiduran habis subuh itu nyebelin sekali), lalu rencana design challange yang kemarin diberitahukan pukul 10, mengubah plan pagi ini. Sesungguhnya, banyak hal di pekan ini yang menuntut waktu lebih lama, dan sulit untuk mengurus hal-hal pagi-pagi seperti yang aku lakukan pekan kemarin. Dengan besok, maka genap sepekan tidak ada urus mengurus kelanjutan pekan lalu. Baiklah, tidak apa.
Rencana hari ini pulang siang, bair bisa mampir ke tempat yang kalau pagi asumsiku akan kena macet di perjalanan. Tapi buyar, amanah pekerjaan ternyata menuntut banyak. Tidak apa.

Tadi pagi aku kena razia. Alhamdulillah berkasku lengkap. Aku jadi inget, pengen deh bisa nyetir mobil. Walau mesti ujian sim dan pake simulator di polres kalo sekarang.

Design challange hari ini berat dan banyak. Menjadi design challangeku terakhir di tim ini.
Kemudian amanah memimpin rapat-yang baru pertama kali kudapat, sudah begitu telat tau, baru tau sore. Membuatku makin berpikir, pr diri ini banyak sekali. Mendapat pertanyaan dari supervisor terkait amanah transfer knowledge yang ukuran porsinya berbeda antara beliau dan saya. Membuatku berpikir, susah sekali ya ternyata menyerahkan yang disayang ke orang atau pihak lain.
Tapi tugasku percaya, kan?
Seperti dulu aku yang berat sekali pisah ruang sama Nusa waktu pindah kamar asrama, begitu juga aku. Rasanya pengen transfer knowledge se-clean dan se-clear mungkin. Semuanya jelas, tidak tertinggal satupun termasuk kata tapi.
Namun masih sulit, banyak yang belum kubuat. Dan ukuran yang berbeda akan membuat porsi waktuku lama dan susah menyelesaikan amanah yang seharusnya kini. Pekan ini, memang semua hal seperti menuntut pagi. Menerima anggota tim baru, rapat yang dadakan diberi tahu untuk jam delapan, panitia acara pagi, diskusi design challange hari ini, dan review meeting esok yang barangkali aku tidak wajib lagi datang, tapi rasanya aku selalu ingin memastikan semua baik-baik saja, setidaknya satu kali review planning ini. Semoga ini bukan bagian tak percaya, ya. Aku, jelas sedari awal sangat percaya sama anak ini. Talenta dan passion yang hebat dan kuat, jiwa developer, manajer, dan detailing yang terangkum jadi satu. Ah, terima kasih Allah :") Aku hanya ingin meninggalkan pembelajaran yang baik, agar kelak bisa lebih baik lagi.

Jadi ingat seoarang adik magang yang dulu, yang PM aku kasih banyak sudut padnang dia gegara-entah apa, cemas kali yak-membaca postingan blogku belakangan ini. Juga temenku yang jadi ikut kepikiran kalo baca blogku terus mikir aku lagi sedih. Ternyata kadang aku menyusahkan banyak orang, ya. Maaf, ya-apalagi kalau kamu juga ikut kepikiran. Maaf, ya, sungguhan.

Sudah Kamis. Pekan lalu aku jatuh dari motor dekat rumah. Ada kucing loncat, padahal sudah tinggal 4-5 rumah lagi sampai. Sudah di jalan rumahku. Membuat tanganku ngilu. Sekarang juga belum sempurna rasanya. Buka gagang pintu kantor yang agak berat kerasa ngilu, putar kunci rumah dan angkat gayung penuh juga begitu.

Juga jadi ingat, sudah hampir sepekan. Duduk menunggu orang datang untuk membuka percakapan. Sampai akhirnya menyerah, bertanya kenapa menyepesialkan waktu menunggu. Lalu pulang duluan saat satu dua orang sudah datang lepas maghrib itu.

Tadi pasca maghrib, aku terpikir. Ternyata bukan keadaan yang harus diubah. Apapun, kalau ingin keadaan diubah, mulai dari diri sendiri. Meskipun responnya kadang atau mulanya pahit. Membuat sebal dan kepikiran, tapi yang bisa dalam kendali kan diri sendiri ya. Ngapain ya cuma dipikir atau dicurhatin atau segala ekspresi perasaan dalam diri yang seperti gak ada ujungnya. Harusnya ndak bergantung sama waktu, meski kadang-kadang waktu menyelesaikan. Tapi, diri sendiri kan ada dalam kendali, kalau kata Krisna, bukan apanya yang ada buat diri, tapi diri ini bisa berbuat apa untuk itu.

Tadi sekitar ashar, baca terjemah Ali Imran ayat delapan
(Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.”
Semoga Allah terus jaga, dalam kebaikan. Itu isi pikiranku dari kemarin. Yang kembali mencuat ketika aku membaca terjemah ini.

Semalam temanku minta doa. Tapi dia gabilang mau didoain apa. Kira-kira dia mau didoain apa, ya....

Hari ini K satu tahun. Aku ingat setahun lalu, menjelang kelahiran, seseorang berpesan kepada kawanku yang aku dengar pesannya tentang kelahiran. Lalu orang yang sama juga memberi pesan padaku. Tentang kelahiran juga.

Terus jadi ingin tulis kutipan fiksi
Aku jadi ingat hari itu, senin setelah kumpul keluarga besar. Seseorang, berbaju coklat duduk di sebelahku. Aku tahu hari itu bertambah usianya, namun aku diam saja. Pingin bicara tapi urung. Akhirnya aku tulis sesuatu, bukan tentang ia tentu saja. Topik yang sama di awal tahun. Lalu dia baca dan bertanya, dikira momen yang sama terjadi di hari yang sama. Aku hanya jawab tidak, tanpa dia tahu aku tahu hari itu hari apa.
.
Waktu berlalu.

Lalu aku ingat 11 Januari. 2017, aku jatuh dari motor, usai hujan dan aku mau jilid skripsi. Kupaksakan mampir print sebelum jilid di tempat lain, lalu menyerah saat darah rembes di bawahan. Setahun kemudian, aku jatuh di depan kantor. Padahal sudah mau parkir. Setahun kemudian, air mataku jatuh di perjalanan membaca tulisan.

Semalam hasil talent mapping keluar. Ada porsi warna merah di costing, estimating, dan bookeeping. awalnya aku kira bookeeping itu jagain buku. Ternyata ketiganya berhubungan sama uang. Aku ketawa sendiri, ini efek aku dua tahun lebih di aplikasi pencatatan keuangan apa gimana ya. Eh dulu aku juga pernah si jadi bendahara jaman aliyah, tiga tahun berturut-turut. Walau sebenarnya juga belum pernah beneran rapi dan keproyeksi gitu rencana keuangan yang gimana. Porsi-porsiin uang aja aku masih bingung. Jadi ingat kemarin baca blog kajay tentang ngatur porsi uang keluarga. Kayaknya kalau udah beneran jadi orang dewasa gitu, hal tersebut beneran menantang untuk dilakukan tapi mau gamau harus diterapkan ya. Kan, yang gabisa dilawan adalah waktu. Jadi ingat, habsi ngobrol sama ka citra dan niat hemat semakin kuat, yang bikin aku susah menahan diri itu bukan nahan beli makan (abis ngobrol ama kacita waktu itu bahkan niat banget gamau order-order buat makan siang kalo di kantor lagi ga ada makan siang, bekel terus aja), baju (kupunya baju yang dari aliyah masih kupakai bahkan), atau hal yang berkaitan sama style (bahkan kadang bukan nahan diri sih, emang dasarnya ga tertarik haha-ya kadang tertarik juga meski jarang), tapi yang susah nahan diri beli buku anak, wkwkwk. Duh semoga ga tambah parah, apalagi kalau udah jadi ibu (aamiin). Bikin sendiri aja semoga ya.

Duh bicara buku anak. Jadi ingat amanah yang belum selesai. Ingin ikut lomba ini itu yang belum kerealisasi. Aku kadang bingung, gimana sih atur prioritas yang gak kalah sama kerjaan gitu lho. Kok jadi kayaknya apa-apa dikerjain duluan. Kalau ini bentuk tanggung jawab ke orang lain, tanggung jawab ke diri sendirinya gimana? Ke Allah gimana? Banyak sekali ya rupanya pertanyaan dalam hidup....

Aku kadang suka iri kalau lihat teman yang ngobrol sama orang lain tu nyambung banget, kayak ada aja topik yang bikin mereka sama-sama serius dan bahas seru gitu. Walau ya sebenarnya mungkin ga dibilang iri gimana sih, mungkin pas aja momenya pengen cerita tapi sedang tidak bisa menuangkannya atau gatau sama siapa. Atau ada momen kadang aku jadi merasa tersisih gangerti sendiri apa yang dibahas. Padahal kalau menelusuri hal-hal lalu, aku juga ada kok cerita yang deep gitu sama orang lain.

Hmm, apa lagi ya.

Aku sekarang jadi suka pakai sepatu, entah kenapa. Tapi tadi pagi mau pakai sandal saja dicari malah nggak ketemu. Jadi pakai sepatu lagi. Padahal dulu beli sepatu ini biar ada sepatu kalau ke undangan gara-gara ga punya sepatu proper. Dulu kalo kuliah sih favoritnya sepatu karet 35ribuan warna krem yang minta dijait dulu ke abang sol sepatu biar awet. Kalau rusak minta dijait lagi. Sampe rusak bener, aku akan cari produk yang sama. Hahaha.

Semalam di rumah bertiga saja. Rasanya sepi, tapi ada yang bisa aku syukuri. Aku kayak punya waktu lebih buat cerita sama umi. Biasanya, habis shalat maghrib kalau di rumah, ada aja Umi mesti nyiapin makan abi atau adikadik. Terus kemarin bisa lebih banyak space waktunya. Memang senang ya kalau ada yang mau memberi ruang untuk mendengar. Ada juga sih siangnya cerita-cerita tentang orangtua, kubahas kapan-kapan saja ya.

Omong-omong, jadi orang tua itu hebat sekali, ya.

Akhir-akhir ini lifecycle harian tidak teratur, kenapa ya. Padahal harusnya makin besar, makin dewasa, makin rapi, makin tertata.

Sudahlah, sudah cukup ceritanya.

(Masih di) Kantor, 20.24
updated 20.31







Senin, 01 Juli 2019

Menghampiri meet up. Salaman sama Laura. Senyum.
"Senyummu kenapa?"
"Hah, emang kenapa?"
"Kayak...hmm apa ya. Kayak lelah."
"Haaa" reflek meluk.
"Bener banget yaa?"

Hahaa kenapasiii. Kan sudah baik-baik aja kalau menyangkut hal-hal ke orang lain kayaknyaa.


Emang perang ama diri sendiri kayaknya lebih susah dan menantang. Ayo accept yourself fit. Janjangan itu di alam bawah sadar ada hal-hal yang tidak mau diakui.
Halo, apa kabar....diri?
Pagi ini memulai hari dengan perasaan tak nyaman dan tak tenang entah kenapa. Padahal semestinya pikirianku bilang aku bisa lebih tenang memulai hari pekan, dan bulan ini dengan segala hal yang terjadi di bellakang dan sudah lebih ringan menerimanya. Seperti banyak hal yang dikerjakan namun bingung mesti gimana. Entah, rasanya janggal sekali. Jadi kenapa aku menulis di sini ingin meruntuhkan segala beban dan ganjalan. Kadang aku takut tulisanku saat moodku buruk mempengaruhi orang lain. Aku sampai berpikir mau buka tutup blog saja, kayak jalur ke puncak. Mungkin aku protect lalu aku buka di akhir hari atau di akhir pekan, agar tak merusak mood orang yang membacanya. Kalau di awal atau di tengah hari, kan, gawat, masih banyak sisa hari itu yang perlu dijalani dengan perasaan yang baik. Pun aku juga pernah merasakannya. Jumat lalu, siang-siang, malah baca sesuatu, lalu jadi nggak enak perasaannya Sampai Kak Fahry bilang, Fit kayaknya ada beban yang besar-setela Kak Dimen, Laura, dan Abidah Senin lalu menanyakan hal yang mirip. Haha, orang-orang aja jadi nanya gitu ya.

Kuartal dua berakhir, semester satu berakhir. 2019 tersisa separuh.
Mengingatnya, membuat banyak ingatan lain. Seperti pertanyaan kuartal satu dan dua di kuartal tiga tahun lalu. Atau juga pertanyaan-pertanyaan di akhir tahun.
Sudah terlewat sekian purnama, rupanya.

Aku kangen melakukan sesuatu dengan semangat dan antusias. Rasanya sekarang kayak bingung. Bingung mulai dari mana. Bingung harus apa atau ngapain. Bingung bingung gakjelas yang bikin sebel. Padahal ya mau ini itu tinggal lakuin aja kan mestinya, biar kelar. Kenapa dibawa riweuh sendiri, terus nanti kesel sendiri. Ya Allah, bocah amat sih Fit. Kerjaan juga, aku jadi ngerasa polanya akhir-akhir ini penumpukan. Di akhir hari, di akhir pekan. Entah kenapa.

Pikiran juga jadi suka nggak tertata. Mungkin bener, muroqobatullahnya perlu, eh udah harus lagi inimah. Kadang aku jadi inget este dan environtmentnya, inget waktu sedemikian ngejar targetnya. Bareng-bareng, saling ingetin, saling support, saling tegang juga karena takut nggak kecapai atau didorong yang gak kira-kira targetnya. Tapi di sisi lain aku nggak mau tergantung sama orang juga. Kenapa hidup ini dijalani harus nunggu orang lain. Kenapa semangat untuk hidup sendiri tergantung orang? Kadang aku suka mikir, katakkata yang aku lupa dari siapa. Katanya kurang lebih, kalau nunggu orang lain untuk melakukan ini itu, pada akhirnya tidak akan tercapai. Ngubah sesuatu itu mulai dari diri sendiri. Itu yang bisa kamu kendalikan. Lalu aku jadi ingat materi niat 100% waktu siaware. Apa aku tu gak niat ya ini. Kenapa rasanya berantakan banget ntara apa yang emang aku butuh lakukan sama yang harusnya enggak. Entahlah....

Akhir-akhir ini pun banyak sekali yang mau kutulis. Dan bukan yang random-random sebenernya. Mayan berfaedahlah untuk ukuranku buat diri sendiri, haha. Pelajaran dari lingkungan, ayah ibu, ketenangan dari teman, dan lain sebagainya yang membentuk diriku hari ini. Tapi terhenti sampai draft baik di blog maupun di kepala. Ada juga yang baru judul doang. Ah momennya nanti udah gak asik banget kayak pas baru muncul di kepala. Tapi entahlah..

Kadang aku nanya sama diri sendiri, apa sih prioritas hari ini Fitri? Kok kamu kayak gak semangat, bingung, nunggu momen dan waktu mulu bukannya menciptakan, padahal baru buat diri sendiri loh. Katanya mau berubah jadi lebih baik.

Juga fase transisi tim. Menantang tapi khawatir. Hahaha. Hidup kadang lucu untuk menertawakan diri sendiri. Perbanyak sabar dan syukur selalu jadi kunci, ingat itu Fit. Inget kamu tuh makhluk Allah. Dikasih waktu hidup di dunia nanti ada pertanggungjawabannya, ada penghitungannya, ada skema dosa pahalanya, ada kasih sayang Allah yang dikasih ke hamba yang dipilih, ada juga istidraj yang melenakan. Kamu sadar nggak Fit? Emang hidup kamu udah diisi yang baik-baik aja?

Baterainya sudah lowbat. Terima kasih kolam belakang yang menyenangkan namun tak ada colokan. Pamit sejenak. Mungkin nanti aku terapin fase buka tutup blognya. Entahlah, atau harusnya setiap diri yang memblock dirinya sendiri dari konten tak perlu dan tak nyaman ddibaca seperti postingan kali ini. Aku sungguh tak ingin merusak perasaan dan mood siapapun.

Dear Allah, kuminta kekuatan ya....

Jumat, 28 Juni 2019

Sudah terlalu lama menunggu-setidaknya lingkup hari ini, saja,
Bukankah kesempatan bisa kamu ciptakan?
-fitri kepada fitri
*bicara pada diri sendiri. isi kepala di awal perjalanan sepanjang satu jam (karena mampir dulu ke arah berlawanan dengan rumah) yang melelahkan, ditambah kondisi tangan yang ngilu tiap rem gas apalagi kalau kena polisi tidur tidak kelihatan

Mencoba, namun tidak efektif caranya fitri. Coba kamu fokus pada tujuan.
Lalu jadi bertanya, apa ini skenario yang Kuasa?


Untuk bahan obrolan yang terpikirkan entah sejak kapan
Untuk hari yang suatu saat akan kamu tertawakan pada diri sendiri.
Depok-rumah, 280619-sudah satu pekan merasa tidak baik-baik saja

Kamis, 27 Juni 2019

Menjelang sore ini, belajar banyak sekali sama perempuan yang merawat mimpi.
Semoga Allah kuatkan langkah kakimu, ringankan hatimu, wujudkan inginmu, dan ridhai setiap tapak yang kau titi pelan-pelan.

Banyak sekali yang menyayangimu.

(versi lengkap menyusul, ya)

Kebaikan dari Hal-hal yang Mulanya Mengganjal

Jumat lalu, menyadari beberapa hal yang (mulanya) terasa mengganjal. Sangat mengganjal.
Lalu butuh tiga hari sampai Senin sepulang bekerja menyadari, bahwa hal-hal yang mulanya terasa tidak menyenangkan sejak Jumat malam adalah justru kebaikan hati Allah mewujudkan doa-doa untuk keselamatan dan kebaikan hati sendiri.

Allahu yarham.

Kadang sebegitu halusnya kasih sayang Allah sampai diri ini merasa beberapa hal yang mengganjal hanya memperunyam keadaan dan membuat beragam asumsi. Terlepas dari hal-hal yang terjadi setelahnya. Padahal, hanya hati yang perlu lebih peka untuk mensyukuri tiap senti kejadian yang Allah berikan, untuk dicari kebaikan apa yang tersembunyi di baliknya. Serta upaya setiap orang untuk tidak memperkeruh keadaaan, menjaga perasaan diri dan orang lain. Agar jika sedang keruh tidak memperkeruh yang lainnya. Karena sebagaimana bahagia yang menular, kondisi hati yang tidak baik pun juga.

Jadi, mari kita saling menularkan kebahagiaan saja :)
Dan juga, menjaga diri tentunya. Semoga Allah jaga. Semoga itu upaya tiap-tiap orang.

Rabu, 26 Juni 2019

Balasan untuk Ima




Halo Ima, terima kasih suratnya.

Surat yang hadir tanpa aku tahu apa sebabnya. Surat yang hadir tanpa kamu tahu apa yang terjadi kemarin sore yang membuatku tidak stabil bahkan kecewa sampai Allah berbaik hati menundukkan hatiku--juga waktu--untuk lebih tenang sepulang kantor tadi.

Surat yang membantuku menjadi cermin, atas hari-hari yang pernah berlalu. Atas cerita yang kusampaikan. Atas sedikit yang kau tahu dari keseluruhan isi hati dan hari. Atas sekian kecil diriku dalam seluruh semesta lingkaran pertemananmu.

Surat yang menjadi cermin bahwa aku patut menghargai diriku sendiri atas hal-hal yang terjadi. Baik atau buruk, kesal atau sedih, merasa dewasa sesekali dan merasa chilldish lebih sering lagi, aku tetplah aku. Tidak berkurang sesenti pun. Bukan orang lain, bukan orang yang paling kuidamkan untuk menjadi, pun juga mungkin bukan sosok yang suamiku kelak harapkan sepenuhnya. Tapi kita akan terus berjuang, kan, untuk menjadi hamba yang Allah sayang, yang Allah ridhai, yang Allah mau peluk dan beri senyuman. Iya kan?

Terima kasih sudah menjadi cermin. Aku mengingat hari-hari yang pernah berlalu. Kamu yang kena imbas ketika ada yang kecewa padaku, aku yang kamu sinari hari dan hatinya, aku yang menyiramimu keluh dan kesal suatu hari, aku yang kamu beri ruang untuk mengetahui, aku yang banyak terbantu, dan terakhir, aku yang sedikit mengeluh lalu kamu beri aku sederet kata, membentuk kalimat jitu yang telak memukul ulu hatiku; untuk fokus mensyukuri apa yang telah Allah anugerahi.

Terima kasih sudah menjadi cermin. Lewat ingatan itu, aku jadi belajar. Bahwa sesungguhnya diri ini telah melewati banyak sekali hal. Yang harus direnungkan, disyukuri, diambil pelajaran. Yang barangkali aku tidak pernah menyadarinya sendiri baahwa sudah banyak sekali hal yang telah berlalu, telah dihadapi, dengan segala suka dukanya, dengan segala hal baik dan barangkali, lebih banyak hal buruknya. Aih, maafkan aku ya Allah.

Ma, sedari September lalu-bahkan aku masih ingat, ingin sekali aku tulis panjang sesuatu tentangmu.

Ima terima kasih telah menjadi satu dari sekian banyak kasih sayang Allah untukku.

Aku,
yang tentu saja menangis kau sampaikan itu.
dan juga menangis menulis balasan ini

p.s kamu, siapapun yang membaca. tentu juga telah melewati banyak hal-yang kamu perjuangkan.
terima kasih ya. terima kasih untuk dirimu sendiri. Jangan menyerah, ya!

Puasa-puasa Fatih

Waktu menulis ini, Fatih baru saja berbuka puasa. Haru melihatnya. Serumah, Fatih saja yang puasa hari ini.

Apakah Fatih puasa 6 hari syawal? Bukan. Fatih shaum qadha. Puasanya Ramadhan kemarin bolong lima. Sesak, batuk, dan asma membuatnya terpaksa tidak puasa-atau membatalkannya.
Fatih tahu ia masih kecil. Tahu bahwa pahalanya akan ke umi abi, bukan ke dirinya. Tapi suka rela dia menjalankannya. Menjalankan puasa qadha.

Fatih sudah kuat puasa penuh sejak TK. Meanwhile, aku kelas tiga esde saja masih puasa setengah hari, mana niat pula berencana makan siang apa waktu buka habis zuhur.

Kadang aku mikir, apa ya yang bisa membuat Fatih kuat dan mau ikut puasa segitu lama. Apa karena ia anak terakhir lalu melihat lebih banyak contoh puasa (ada orang tua dan kakak-kakaknya, ketika dulu aku hanya melihat orang tua). Atau karena lingkungan sekolahnya yang leih kondusif. Tapi waktu tahu dari cerita Ummi, Ummi bilang waktu Fatih sekolah TK (TKnya dulu sekaligus penitipan anak yang bisa dijemputt sore), tema-teman TKnya makan siang, dia main sendirian. Aku gak kebayang betapa kuatnya dia kala itu :")

Setelah ini Fatih mau shaum syawal. Semoga niatmu makin kuat ya Nak.
Tumbuh dengan shalih dan sehat ya Nak :)


Rabu, 19 Juni 2019

Apa Kabar?

"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
...
"Kak Fitri, apa kabar?"
.
.
.
Dari seluruh pertanyaan yang aku perkirakan, tentang progress-progress dan hal terkait kerjaan, pertanyaan zaki yang pertama justru adalah tentang kabar. Terus aku nangis terharu ditanya ini. Cengeng banget ya, hahaha.


Merenungi Kata Cukup

Tadi pagi, 6.35, menjelang dhuha sebelum berangkat. Tetiba saja aku merenungi kata cukup. Merenugi semua fase perjalanan hidup. Merenungi masa sekolah, masa kuliah, masa bekerja. Merenungi lingkungan yang aku syukuri, dua terutama selain keluarga, lingkungan di Insan Cendekia dan lingkungan bekerja. Merenungi pertanyaan tentang ponselku, merenungi apa yang aku cermati saat bersua dengan teman seatap asrama yang bekerja di ibukota Sabtu lalu. Merenungi persepupuan, merenungi teman-teman dan wawasan mereka, merenungi perkembangan dunia hari ini. Mengingat apa yang temanku tulis di buku tahunan tentang diriku.

Tiba-tiba saja, aku perlu berusaha menahan agar tangisku tidak keluar. Betapa Allah baik sekali sama aku. Keluarga, lingkungan, hal-hal yang entah karena apa Allah beri. Hal-hal baik yang juga barangkali sebenarnya ujian. Hal-hal yang membuat aku utuh. Hal-hal yang memberi definisi dan makna cukup bagiku hingga hari ini.

Lalu aku dhuha. Di tengah shalat, aku tak mampu menahan air mata. Mensyukuri segala hal yang dengan baik hati Allah beri. Mensyukuri segala hal yang Allah buat aku tumbuh di dalamnya dengan pengertian yang baik soal kata cukup. Menyadari bahwa karunia untuk selalu diarahkan ada pada kebaikan, ditumbuhkan dalam lingkungan yang baik, adalah kehendak Allah yang tak pernah aku bayangakan bisa ditukar dengan apa. Berharap semoga banyak hal baik itu Allah jaga, hingga nanti-nanti. Hingga cukup bekal selama di dunia mengantar ke surgaNya.

Terima kasih, Allah.
7.47-17 menit lalu sampai Badr
dan menulis ulang ini ternyata masih membawa perasaan haru yang sama
Semangat Fitri :)

Senin, 17 Juni 2019

Ayat Hari Ini: Tentang Takut dan Sabar

Dan dari manapun engkau (Muhammad) keluar, maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arah itu, agar tidak ada alasan bagi manusia (untuk menentangmu), kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, agar Aku sempurnakan nikmat-Ku kepadamu, dan agar kamu mendapat petunjuk.-QS Al Baqarah:150
Ada satu hal yang sangat kuingat waktu baca terjemah ini. Kata-kata Abidah. Dulu dia bilang.
"Jangan sampai ketakutan kita kepada sesuatu megalahkan ketakutan kita pada Allah."

Waktu itu-sudah lama sekali-aku bercerita yang intinya aku banyak takutnya. Lalu Abidah bilang kata-kata itu.

Terus waktu baca terjemahnya, aku jadi kayak, wah, kalau ketakutan sama Allah melebihi ketakutan pada apapun, Alah akan sempurnkan nikmatNya pada kita, lho. Memang apa yang lebih baik dari kasih sayang Allah lewat penyempurnaan nikmatNya itu? Bukankah penyempurnaan nikmat akan menjadi jawaban atas segala kegelisahan? Menjadi penawar atas segala perasaan tak nyaman?


Lalu ayat ini
Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.-QS Al Baqarah:152-153

Waktu acara syawal kemarin, pematerinya sempat bilang. Allah meminta kita minta pertolongan dengan sabar dan shalat, tapi kenapa di akhir hanya disebutkan bahwa Allah beserta orang-orang yang sabar? Kenapa nggak sama orang yang shalat?

Beliau bilang, karena shalat butuh sabar. Belajar ilmu tentang shalat pun butuh sabar.

Di hidup ini, banyak sekali kan yang butuh aplikasi sabar dalam keseharian? Ah, kalau bacaa tulisan-tulisanku sebelumnya yang mencaatut kata ini. Hebat banget kata sabar tuh.
Semoga Allah karuniai aku sifat sabar. Sabar yang mendekatkan. Sabar yang baik. Sabar yang ikhlas. Aamiin.


Semalam, Kay ngasih link instagram personel sarang cerita. Mereka dulu partner mendongeng. Sekarang masing-masing udah menikah dan berkarya dongeng juga sama pasangannya. Salah seorang dulu aku kenalan waktu Festival Dongeng Internasional Indonesia, 2017. Sesama peserta kelas menulis cerita anaknya Litara. Sebelummnya, aku tau dari medoa sosial tentang keduanya.
.
Tapi aku baru buka hari ini akun IGnya. And just been crying (terharu) now Kak Echa baru saja 3 bulan menjadi Ibu. Di mana bulan pertama katanya sensitif parah dan baby blues, lalu membiasakan ritme di bulan kedua, dan di bulan ketiga sudah bisa menikmati peran barunya, takjub sama cara kerja Allah menumbuhkan bayi mungilnya.
.
Terharu, entah kenapa. Kadang emosi nggak bisa ditebak, kayak cuaca. Pergantian fase hidup (bersyukur dengan lifetime partner kayak yang aku baca di postingan Kak Kanya (apalagi ternyata bisa berkarya bersama) dan mulai mendalami peran ibu yang aku baca di postingan Kak Echa(even anaknya baru 3 bulan, but it is start to long journey, right?)) dan tumbuhnya bayi kecil itu masya Allah ya :"

Minggu, 16 Juni 2019

Celoteh Fatih

*Ngomongin kloter haji*
"Temen abi pengumuman kloter tanggal 30 Juni."
"Wah lama, ya."
"Kemarin bi, waktu aku sama Ummi ke tempat Bu Ai, ada orang yang datang juga, cerita juga kalau belum keluar jadwal kloternya. Terus beliau ....(berlanjut cerita)"
"Emang tau Mbak, nunggu kloter haji itu paling lama. Fatih rasa nunggunya itu sampe setahun gitu saking lamanya." Fatih yang bilang.
"Ha? Emang Fatih paham kloter haji?"
"Fatih itu kalau nunggu kloter manasik haji itu lama lho Mbak. Bisa sampai setahun."
Hoalah...kloter manasik haji taaa maksudmu le le ckck.
Lalu dilanjutkan dengan dia cerita sistem manasik haji di sekolah dia, antri dari anak TK. Antrian waktu dia kelas tiga. Antrian waktu kelas empat.
"Dek, emang satu kloter berapa kelas?"
"Hmm setengah kelas."
Pantesan aja itu sih dek lama antriannya.
"Pas kelas tiga itu, sampe ekor antriannya nggak keiatan mata gitu, sepuluh detik kemudian baru jalan lagi. Tapi waktu kelas empat enggak lho Mbak, lebih cepet jalannya. Habis kloter sebelumnya jalan, terus langsung jalan lagi."


*Bahas biometrik."
Jadi demi membebaskan adikadik dari membajak hp umi uat main game, aku sarankan umi pasang kunci yang pake sidik jari. Diapply kan ya.
Eh, mbuh piye carane, Fatih bisa tau password angkanya lalu dia masuk dan...dafarin sidik jari dia dong.
"Ummi aja nggak ngerti, dibantuin Mbak Fitri. Kamu kok ngerti sih Dek?"
"Anak akhir zaman ini."
"Dek, kalau kamu kayak gini, anakmu nanti kekmanaa?"
Kan kalau anak, tiruannya bsia makin canggih yak. Kayak peribahasa yang guru dan murid ituloh.
Abi udah ingetin jangan sampe keliatan, tapi ya kan ya, namanya anak jaman sekarang. Kayaknya dia emang udah terlalu canggih sih. Selama kita bahas, bahasa dia udah nyebut biometrik, mengambil sidik jari pakai plastik bukan kresek, dsb.

*Ummi kedinginan.*
Udah lama banget Ummi gak kedinginan. Lalu tadi tiba-tiba kedinginan lagi, gigil banget gitu.
"Ummi, rasakan pelukan anak." (ngomongnya ala-ala superhero).
"Ayo, zammiluni zammiluni" (itu isi ceramah Hanan Attaki yang  Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam pulang dari gua hira abis dapat wahyu dari Malaikat Jibril, terus ngomong zammiluni zammiluni biar diselimutin oleh Khadijah. Si Fatih mengajak Fahri menyelimuti Ummi. Ini tu selimutannya sampe yang kayak bikin bukit gitu lho, karena segala hal yang ada di kasur akan ditumplekin. Ya selimut, ya bantal, ya guling, semua disusun biar anget.
"Mi, sini fatih pegang pipi Ummi. Walau tangan Fatih juga dingin, tapi tangan Fatih itu menyerap dingin karena sering cuci tangan." sungguh aku taktau hubungannya ._.
"Mi, Fatih kasih koyo mau nggak mi? Biar panas." yha dek, masa pake koyo di pipi karena kedinginan._.
"Mi mau pake hot n cream gak biar anget?" *itu merk semacam konterpen
"Abi, eh Mas Fahri. Eh Mas Fahri atau Abi siapapun yang bersedia (bahasanya ckck), tolong casin bantal panas buat umi." Ini kerasa banget dia peniru ulung. Ini biasanya Umi yang minta tolong kalau Fatih mulai batuk-batuk, sesak, dan asmanya kambuh
Ummi, udah kayak gimana gitu, menahan dingin sambil ketawa gegara Fatih.

*Kemarin-kemarin*
Jadi Fatih lagi main patahan antena radio.
Entah nemu dari mana. Sampai dia nempelin patahan antenanya di rubik terus bikin gerakan memutar kayak Abang arum manis.
"Fatih pengen deh jualan arum manis." sambil tangannya gaya muter-muter bikin arum manis.
"Kenapa dek?"
"Nanti Fatih bisa kasih pesen ke anak-anak yang beli."
"Emang Fatih mau kasih pepsen apa?"
"Eh, kamu baca buku Tere Liye, ya." Katanya nagsih contoh sambil bersuara pelan malu-malu.
Ketawa dong aku. Jualan arum manis biar bisa mempengaruhi anak-anak untuk baca buku Tere Liyye Betapa sederhana ingin dia.
"Iya lah Mbak, Fatih tuh udah baca sekian buku Tere Liye." Fahri yang bilang. Nyebut angka, tapi karena gak yakin akhirnya diitung ulang.
Setelah itung ulang, Fatih udah baca 21 buku Tere Liye. Sekarang lagi baca Sunset bersama Rosie. Sebenernya Umi agak berat gitu dia baca yang judul itu.
"Apa yang Fatih tangkap dari buku itu?"
"Ada bom tau Mbak."
"Ih, itu bener lho dek bomnya. Beneran waktu itu ada bom bali."
"Iya, kan kasihan ya. Banyak orang yang ikut meninggal padahal nggak bersalah. Kayak Natan." Malah nyebut nama tokoh novel.
Lalu jadi bahas kejadian itu sejenak.


Fatih, seminggu terakhir bikin gemes banget. Kata-katanya banyak. Cerewet abis. Semua dikomentarin. Obrolan apa aja pengen ikut serta.Vocabnya banyak. Penasarannya sampe bikin dia belajar persilangan golongan darah di perjalanan pulang mudik dan sistem periodik unsur kimia. Terus dia kaget kalau ternyata sistem persilangan golongan darah itu baru dipelajarin SMP. Kek masih lama banget gitu. Lalu nanya, yang materi kelas lima aja ada nggak? Mumpung jarang-jarang ini Fatih bosen mau belajar. Celetukan soal kambingmen tadi waktu Fafa telpon. Pernah aku nanya sinonim suatu kata ke orang rumah, dia duluan yang jawab. Bener lagi. MBTI anak ini apa yak wkwk.

Dek, kamu aku jadiin sovenir mau ga? Biar banyak orang merasa bahagia dengan adamuuu di sekitar mereka <3 p="">

Bertanya-tanya Suatu Ketika

Aku pernah diliputi banyak pertanyaan dalam sehari
Sejak mata membuka, aku sudah kehilangan semangat, seperti tidak tahu apa yang perlu kukejar dalam menjalani hari. Terlebih badanku rasanya sakit semua sejak kemarin. Maka aku bertanya-tanya, kenapa ya hidupku ini? Aku nggak mau menjalani rutinitas nggak menghidupi apapun. Sampai aku merasa perlu mempelajari Ikigai. Bahkan membaca buku tentang ikigai, yang katanya menjadi semangat orang-orang Jepang sehingga setiap bangun pagi semangat menjalani hari. Tahu kenapa dirinya ada di dunia ini, perlu berbuat apa di hidup ini.
Lalu di tengah aku cari pinjaman buku ikigai, aku tertegun. Bukannya menjadi muslim seharusnya cukup untuk memiliki alasan untuk selalu semangat beramal setiap harinya?
Apa aku kurang syukur? Apa aku telah kalah oleh rutinitas?
Bertanyatanya, apakah pengaruh hormonal memang betulan seberefek itu?
Bertanya kenapa bisa jadi kesal sama diri sendiri atau sekitar untuk urusan yang sama-sama saja.
Bertanya tentang
apa itu cinta?
apa itu pengorbanan?
apa itu impian?
apa itu mimpi?
dalam perjalanan menjalani rutinitas yang dulu sangat kuimpikan (dan masih terus kuimpikan) tapi kadang aku malas menjalankannya. Apakah itu perkara jarak?

Hari yang aku bicarakan, hari ini.


ditengah kelucuan Fatih melihat aku menulis postingan ini lalu laporan ke Fafa yang tengah menelepon, "Mbak, Mbak Fitri nulis blog...blognya...kambingmen."
Aku tahu benchmark dia, tapi dia ndak tau itu trademark siapa. Hahaha.

Jumat, 14 Juni 2019

Ayat Hari Ini: Tips Menghilangkan Takut dan Sedih (2)

Tidak! Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.-QS Al Baqarah: 112

Bahwa, oh kalau nggak mau takut dan sedih itu, ya menyerahkan diri sepenuhnya sama Allah. Terus berbuat baik.

Menyerahkan diri sepenuhnya itu, bayanganku (dan mengingat sore tadi), mungkin seperti berpasrah, yang darinya lahir bentuk ridha atas takdir apa-apa yang Ia tetapkan pada diri ini.

Dan berbuat baik, ini mah jelas ya. Ndak perlu ditanya baik itu seperti apa.

Tulisan sebelumnya yang membahas cara untuk tidak takut dan sedih versi Alquran ada di postingan ini.

Dalam segala kecamuk perasaan, melawan diri sendiri adalah hal yang sulit sekali dilakukan.

Apapun ya Allah, selama darinya bisa menjadi peluang pahala. Selama mendekatkan diri ini padaMu...

-Mushala, dan tangis yang tiba-tiba pecah setelah orang terakhir sebelum diri ini keluar ruangan
-Bakda Ashar menuju Maghrib, all time favorite

Kamis, 13 Juni 2019

Bantal bagi Anak-anak

Jatuh cintanya anak-anak itu sederhana. Kepemilikan bagi mereka sebegitu bermakna.*

"Dek, kalau tiga bantal ini dibeli dua ratus ribu, mau nggak?"
"Enggak. Orang satunya harganya seratus ribu."
"Kalau tiga ratus ribu?"
"Enggak juga."
Abi nyaut. "Itu satunya dua puluh ribu, Dek."
"Iya apa? Bukannya dua puluh atau lima puluh ribu gitu?"
"Kalau lima ratus ribu?"
"Enggak, kalau sejuta, baru mau. Nanti abis itu Fatih beli lima bantalnya."

Lucu saja obrolan tiba-tiba ini. Aku jadi ingat waktu pelatihan menulis dulu. Bu Sofi nunjukin satu cerita yang sederhana Tapi waktu aku baca, hangat rasanya. Sangat anak-anak. Sangat personal. Sangat kehidupan mereka.

Dulu Fahri waktu tidur amunisinya banyak. Bantal, guling, yang dipakai dan yang dibikin benteng karena dia takut kecoa (padahal kan kecoa bisa nanjak bantal/guling ya). Lalu kalau dititip ke tetangga repot pindahannya, hahaha.

Anak-anak Umi di rumah, waktu kecil, kayaknya semuanya, suka ribut kalau bantalgulingnya dipake orang lain pas mau dipake. Soalnya jadi anget, jadi ga dingin. Kan enak ya meluk bantal guling dingin tu.

Sampai suatu ketika, Fatih cerita ke aku, kalau di Majalah Bobo ada yang cerita kalau adiknya masukin bantal ke kulkas biar dingin. It's a real story! Dan itu juga pop up in mind ketika Bu Sofi cerita tentang cerita anak berjudul Bonta itu.

Penasaran sama ceritanya, bisa baca di sini ya: https://reader.letsreadasia.org/read/feefe99b-1698-4f7e-9eed-faf0c98a346c klik ikon oranye yang gambarnya buku itu.


aku menutup tulisan ini dengan mendengar
"umi pijetin"
lalu aku berusaha ambil bagian karena tau umi lagi ngerjain pr
"sini-sini"
lalu fatih bilang, "apa artinya tidur tanpa dikelonin?"
lalu tetap saja aku kalah duluan sama ummi
\

*esok lusa kita akan belajar tentang tidak menggenggam terlalu erat ya naak :)


updated:
jadi habis aku pos, aku nyamper fatih. fatih di kamar umi, meanwhile dia biasanya tidur di ruang tengah. 
ndak ada bantal yang tadi dia keep banget itu dong. ntah kenapa.
dia udah merem, aku tetep aja nanya
"bantalnya ke mana dek? kok ngga ada bantal fatih sama sekali?" lha orang tadi dia bangga-banggain
katanya sambil merem, "mulai dari nol"
aku nanya lagi, dan dia jawab dengan jawaban yang sama

sungguh, aku tidak mengerti jalan pikiranmu, nak.

Ketenangan hati kita bisa jadi berasal dari doa-doa orang lain. Bersyukurlah.

Bersyukurlah dalam perbuatan dan tingkah laku.

Rabu, 12 Juni 2019

Berdamai dengan Perubahan

Barangkali, hal yang tidak berubah adalah adanya perubahan itu sendiri.

Suasana hati bisa berubah, mulanya senang, tetiba sedih. Mulanya bahagia, tiba-tiba diuji dengan hal yang tak menyenangkan.

Perasaan juga. Senang jadi kesal. Maklum jadi keluh. Harap jadi ragu. Benci tapi rindu. Perasaan-perasaan tak menentu.

Siang dan malam berubah dalam hitungan waktu. Dalam hitungan detik, yang dirasa di hati mudah sekali terbolak-balik.

Manusia juga bisa berubah. Tadinya keras jadi lembut. Tadinya apa-apa dicounter, belajar jadi sabar. Tadinya diam, lalu bicara banyak. Tadinya menyepelekan, lalu menganggap penting. Tadinya melanggar lalu taat.

Isi kepala pun demikian. Untuk hal-hal yang sama, kadang bisa jadi pikiran banget, kadang biasa aja-bahkan bisa jadi masa bodoh.

Penerimaan juga bisa berubah. Awalnya heran jadi wajar. Awalnya menerima, jadi tak suka.
Di dunia ini, hal-hal bergerak. Berpindah. Berubah. Hal-hal yang terjadi menimpa adalah ketentuan, responnya-penerimaannya-kita yang tentukan.

Jadi, kalau ada hal yang membuat hati runyam, tenang saja. Terima. Kelak itu akan Allah ganti, insya Allah. Tidak akan lama. Nikmati saja sebagai fase kehidupan. Apa yang terbit akan tenggelam. Apa yang tenggelam, kelak akan terbit.

Dalam segala musim, Tuhan selalu penyayang.*
Dalam segala badai kehidupan, Tuhan selalu mendengar.
Dalam segala kecamuk perasaan, Tuhan selalu menawarkan peluk.

*dari buku Ayat-Ayat Cinta

Fitri, yang merasakan perubahan
ikut bahagia di pagi hari
lalu jadi sedih sekaligus kesal sorenya
dunia berputar, perasaan juga
semoga hal-hal baik tidak akan terganti dengan yang buruk

dunia sementara.
fokus saja sama yang selamanya.
:)
jangan berubah, kecuali jadi lebih baik.

Ayat Hari Ini: Tips Menghilangkan Takut dan Sedih dan Memahami Khusyuk versi Alquran

....Kemudian jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. -Al Baqarah: 38

Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yang yakin, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.- Al Baqarah: 45-46

Tadi waktu tilawah, dua ayat ini cukup menghadirkan kesan :)

Bahwa, oh kalau nggak mau takut dan sedih itu, ya tinggal mengikuti petunjuknya Allah. Ini mengingatkanku sama chat dengan Annisa kemarin (aku tulis di postingan lain, insya Allah).

Bahwa, oh khusyuk itu, yakin bahwa diri ini akan menemui Allah, dan akan kembali kepada-Nya. Sehingga diri ini meraasa terus diawasi dan nggak berani melanggar apa yang Allah larang. Menghidupkan khusyuk itu yang masya Allah ya :"), berat sekali. Tapi ya hadiahnya emang sepadan, pertolongan dari Allah.

Semoga Allah jadikan kita semua golongan yang mengikuti petunjukNya, senantiasa sabar dan shalat, serta khusyuk padaNya.

hari pertama ke Badr setelah libur lebaran
13.01

Unprivate

Dua tanya, dalam satu hari

Orang 1
[14:33, 11/6/2019] Orang 1: Assalamu'alaykum kk Fitrii.. sedih ni ndak bisa buka blog Fitri hehe
[14:33, 11/6/2019] Orang 1: Kenapa diprotect kk?
[14:33, 11/6/2019] Orang 1: Anw apakah fitri _________
[14:34, 11/6/2019] Orang 1: _____________________
[15:02, 11/6/2019] fitri: waalaikumsalam warahmatullaaaah
[15:02, 11/6/2019] fitri: Orang 1 kenapa mikirnya gituuuu
[15:06, 11/6/2019] Orang 1: Ini kk
[15:06, 11/6/2019] Orang 1: mungkin karena _____________________
[15:07, 11/6/2019] Orang 1: Kayak _______ hadu maafkan ni hanya menduga aja, tapi gapapa semoga termasuk husnudzan ya kk 🥺
[15:07, 11/6/2019] Orang 1: __________
[15:09, 11/6/2019] fitri: hahaha kwkwkwk
[15:09, 11/6/2019] fitri: Orang 1 teh buka blog aku kapan biasanyaaa
[15:29, 11/6/2019] Orang 1: Malam biasanya kk. Cuma beberapa hari terakhir aja bukanya pas lebaran inii
[15:29, 11/6/2019] Orang 1: Pas Ramadhan kemarin engga hehe
[15:29, 11/6/2019] Orang 1: Lagi suka baca² blog pas lebaran kemarin
[15:30, 11/6/2019] Orang 1: Suka sm tulisan kk Fitrii as always🌻✨

Orang 2
[23:16, 11/6/2019] Orang 2: Blogmu diprivate kah fit?
[23:16, 11/6/2019] Orang 2: Eh ya Allah sampai terlupa
[23:17, 11/6/2019] Orang 2: Minal Aidin wal Faizin ya
[23:17, 11/6/2019] Orang 2: Saya mohon maaf atas segala hal yang saya sadari maupun tidak 😭🙏🏻
[23:18, 11/6/2019] fitri: iyaa, ya Allah hari ini ada 2 orang chat aku ttg ini, kayaknya menimbulkan kecemasan gitu ya wkwk
[23:19, 11/6/2019] Orang 2: samisami Orang 2, aku juga minta maaf lahir batin nggih
[23:19, 11/6/2019] Orang 2: Soale biasanya di reading list postinganmu yang paling banyak muncul
[23:19, 11/6/2019] Orang 2: Terus tetiba lenyap

Mari kita buka proteksi pada blog ini, daripada menimbulkan prasangka yang tidatida.
terima kasih kalian ya yang sudah baca! Mohon dukungannya selalu, uwu~
Maaafkan juga kalau aku banyakan curhat-curhat dak jelas kitu :"( *ya Allah curhat gajelas aja ditanyain yak ckck


memasuki waktu bagian aku lelah testing siang seperti dikejar-kejar, mari testing malam saja setelah istirahat, yuk nak yuk, kita rilis yuk
dan, memasuki waktu bagian sepertinya perlu buka protected blog karena ternyata jadi menimbulkan prasangka~

Minggu, 09 Juni 2019

Waktu

Kita tidak bisa mengalahkan waktu. Tidak juga mengendalikannya.

Namun kadang salah, justru bilang berpasrah pada waktu. Atau menunggu waktu yang menjawab.

Berpasrah itu tentu pada Allah. Menunggu jawaban juga. Namun kadang term menunggu waktu yang menjawab memang jadi satu-satunya obat. Sementara sesungguhnya, ada yang bisa kita coba.

Hari-hari ini rasanya berat. Tidak nyaman. Menimbulkan perasaan bersalah, atau bahkan berdosa. Tidak nyaman sekali.

Kemarin lepas zuhur, hanya ingin mengumpulkan ayat tentang sabar. Kucari keywordnya di aplikasi Alquran. Maka bersabarlah. Beberapa ayat keluar. Cukup menentramkan. Juga, kubuka tulisan lama tentang sabar.



Sabar itu banyak sekali. Sabar menjalankan kebaikan, sabar menghadapi situasi, sabar tidak berbuat maksiat. Kata Allah, balasan sabar adalah kebaikan. Itu.

Dalam banyak hal, kadang-kadang menjadi dilema. Tidak menginginkan sesuatu. Tapi semua punya konsekuensi. Satu-satunya jalan agar tenang, berharap Allah selalu memberikan waktu terbaik. Yang didalamnya terangkum segala jawaban dan alasan, atas hal-hal yang bukan kapasitas manusia mengetahuinya.

Fashbir shabran jamiilaa.
Maka bersabarlah dengan sabar yang baik.

Semoga Allah mengampuni segala kesalahan.

Dear diri, terima kasih telah berjuang sejauh ini. Maaf ya kalau ada hal-hal menyebalkan. Kita berjuang, ya. Semoga Allah meridhai.

Jumat, 07 Juni 2019

Nasihat Fatih-10th (Kalau Aku Jadi Orang Tua)

Semalam main sama Muhammad, anak keduanya Mbak Kiki. Baru ketemu setelah usianya 2 tahun. Sehari-hari mereka di Bontang.

Kami main mobil-mobilan. Mobilan yang bisa diurai berubah bentuknya jadi robot. Mobilnya parkir di atas kursi kayu. Ada empat jumlahnya. Lalu Muhammad lihat ke kolong kursi. Lalu mengalihkan pandang ke atas. Terus kejedot.

Raut mukanya udah bersiap nangis. Aku buru-buru berusaha menenangkan sebelum suaranya pecah. Kuusap dahinya.

"Nggak papa yaa. Sakit sedikit. Muhammad kuat yaa."
Kuulang-ulang tiga kalimat itu, sampai ekspresi wajahnya lebih tenang dan Alhamdulillah tangisnya tak jadi pecah.

Fatih mengamatiku.
Katanya, "Mbak Fitri itu udah bagus tau Mbak kalau jadi orang tua."
Jeda.
"Cuman kurang satu...aja."
Aku penasaran. Lucu juga anak ini mengamatiku dan memberi nasehat keparentingan. Anak 10 tahun loh.
"Harusnya tadi ditambahin Mbak; lain kali, lebih hati-hati ya. Biar nggak kejedot lagi, Mbak. Masa nanti kejedot lagi kejedot lagi. Kan kasihan."
Aku: antara mau menahan tawa dan tersenyum bangga.

:')
Cerita dari Solo,
kota ini membuatku ingat banyak hal
#sisasemalam yang sengaja tidak kutulis semalam

Ditulis di Salatiga.

Selasa, 04 Juni 2019

Tahun-tahun yang Berlalu

Setahun berjalan cepat. Setahun berubah cepat. Banyak yang terjadi. Banyak yang berganti

Tahun lalu, aku ingat ketika adikku menanyakan nama seseorang. Aku agak kaget tapi menganggapnya lalu. Ah paling penasaran biasa. Rupanya tidak sesederhana itu.

Tahun lalu, aku ingat pencarian lama yang rasanya bingung kapan menuai ujungnya. Gundah, gelisah, tanya. Hingga akhirnya menjadi jawab.

Tahun lalu, aku ingat postingan Instagram seseorang. Rupanya waktu sudah memberi jeda satu tahun dari hari ketika aku menunggu kabarnya.

Setahun berlalu, sudah banyak yang terjadi. Bagaimana jika dua?

Dua tahun lalu. Pesan masuk ke ponselku. Menyebabkan munculnya pertanyaan dan perbincangan di tengah keliling Magelang.

Dua tahun lalu, sesuatu selesai-diselesaikan lebih tepatnya. Meninggalkan pelajaran mendalam yang berkesan. Ada sedih tapi lebih banyak syukurnya. Segala pelajaran baik kadang butuh waktu yang tidak sebentar untuk diselami.

Tiga tahun lalu, puasa di Jepang. Kereta bermasalah. Kami jalan kaki dari stasiun ke apato Kak Lia-yang masih menawarkan apatonya sekalipun kelak aku ke Jepang ketika sudah berkeluarga, aamiin. Lelah sekali. Tarawih bersebrangan ruangan dengan Korean party. Buka puasa bersama mahasiswa Muslim Indonesia dan dunia di Sendai. Menyetel takbiran melalui YouTube demi membangun suasana idul Fitri. Izin telat kelas karena shalat Ied di masjid yang cukup jauh dari kampus. Tidak ada libur lebaran.

Empat tahun lalu. Sengaja menyisakan baju terbaik yang belum dipakai sama sekali selama KKN demi lebaran. Karena di sana, tidak ada orang menyetrika baju. Silaturahmi ke Malaysia. Semua rumah menjamu soda. Foto bersama keluarga angkat yang anaknya berjumlah delapan. Yang anak ketujuhnya dengan manis berkata, ayah sekarang anaknya ada dua belas. Menyertakan kami yang tinggal di sana berempat ditambah dosen pembimbing yang datang di awal dan di akhir.

Waktu berlalu. Semua punya ceritanya.
Semoga jadi pribadi yang lebih baik, ya Fitri

Sabtu, 01 Juni 2019

Hujan Sore Ini

Sore ini hujan, menjelang maghrib lebih deras lagi.
Setelah lama sekali panas menyerang bumi.
Jalan luar sepi, anak-anak dilarang main barangkali.
Hujan tidak hanya menciptakan genangan, terlebih juga kenangan.
Hujan menciptakan pikiran, akan hal-hal yang ingin direnungkan sendirian.
Atau bersama lebih baik, untuk hal-hal yang sebaiknya demikian.

Hujan pertanda, tuhan meminta kita banyak melangitkan doa.


Menjelang berbuka, di tengah kerjaan yang masih saja ada. 
Banyak rindu, banyak malu, banyak perasaan bersalah.
Cibinong, 1 Juni 2019, 17.42

Senin, 27 Mei 2019

Pulang ke Rumah

Foto Jumat 3 Mei 2019

Jumat 3 Mei 2019, aku pulang dengan kecamuk perasaan tertentu. Ada sedikit lega karena beberapa hal tertentu. Meski demikian, kesempatan pelatihan dan karantina ini aku apresiasi karena sangat penting untuk milestone timku.

Setelah postingan rinduku yang ini dan beberapa tulisan setelahnya. Akhirnya aku pulang, meski belum ke rumah, tapi ke kantor yang bentuknya alhamdulillah rumah juga (hehe, kadang aku khawatir kalau pindah kantor terus bentuknya nggak se-homey yang sekarang). Segitu kangennya dan senangnya aku ke kantor, aku bicara banyak pantes ya kalau lagi ga mau bicara keliatan kenapa-napa). Aku share tentang cerita bangunin anak dan ganti lampu dari materi mbti ke orang di ruangan, aku hepi ketemu temen-temen, bahkan Nadung manggil aku Kak Gembul sepulang pelatihan pun aku hepi-hepi aja (yha gimana nad aku nginep di tempat yang provide makanan sangat banyak #alesan).

Sampai waktu antri wudhu maghrib, karena jumat itu ada KIP (aku masih ingat coba karena aku benar-benar pengen kajian tarhib ramadhan walau kurang sesuai ekspektasiku) dan ceciwi jamaahan maghrib di kantor, Mbak Dian tanya. Kayaknya karena aku keliatan sumringah banget.
"Fitri kenapa?"
"Ha, kenapa Mbak?"
"Iya, kayaknya lagi seneeeng banget." Atau apa gitu wordingnya aku lupa. Pekan lalunya waktu aku lagi ngobrol berdua sama Kak Citra juga Mba Dian bilang aku terlihat lebih glowing atau berseri-seri gitu. Padahal kan itu jabatan Abidah, susah juga ngalahin dia di bidang hepi kayaknya.
Aku bingung, gatau juga aku kenapa.
"Lagi jatuh cinta yaaa?"
Wakaka. Ini lebih membingungkan lagi. "Haaa, Mbak Dian pengalaman dan curhat yaa kalau lagi jatuh cinta kayak gitu." Aku menyerang balik. Orang-orang ketawa.
Lalu giliranku wudhu. Saat mau berwudhu, aku kepikir satu hal.
Kayaknya aku seneng banget, karena akhirnya aku pulang ke rumah deh....
Home is a place you can be yourself, right?

Lalu aku tersenyum. Pertanyaanku tentang kenapa aku seneng banget, yang juga tadinya aku gatau jawabannya, tuntas terjawab.

Ibuk

Ibuk, dalam bahasaku Ummi.

"Mbak, pulang jam berapa?"
Sampai rumah.
"Itu tadi buat Mbak Fitri belum digorengin, soalnya Mbak Fitri kan suka yang anget jadi gorengnya pas udah pulang aja."
Kadang-kadang akunya yang malah belum balas jam berapa, sehingga Ummi jadi gatau mesti goreng jam berapa. Padahal, untuk alasan semengharukan itu Ummi nanya jam. Karena tau anaknya suka banget makanan anget baru mateng huhu. Mau gorengin sebelum aku pulang banget biar aku nyampe masih anget.

atau.
"Buat Mbak Fitri yang masih ada di serokan (peniris minyak) deket wajan ya. Tadi digorengnya paling belakangan biar anget."

atau.
"Punya Mbak Fitri yang ada di serokan (peniris minyak) deket wajan, itu semua pakai tepung pedes."

atau.
"Kangkung buat Mba Fitri yang diwajan ya. Yang di sana cabe rawitnya Ummi hancurin biar pedes. Kasian kalau dicampur sama adik-adik."
Padahal ga pernah rikues. Tapi Ummi tau aku suka bilang ga pedes untuk takaran yang kata Ummi udah pedes.

atau.
"Mbak, tadi Ummi beli ini." Nunjukin semacam risol yang dibikin pake kulit lumpia, yang tepungnya terlihat krispi sekali dan membuat gaya hidup sehatku ramadhan ini goyah, wkwkwk.
Tapi di piring-piring buat buka puasa juga ada.
"Ummi pisahin, soalnya ini keliatannya paling crispy. Mbak Fitri kan sukanya yang tepungnya kayak gini."

Aku tulis karena haru gegara barusan saja Ummi pamit mau beli sayur.

Baru jalan beberapa jenak, lalu kembali ke rumah. Tergopoh-gopoh.
"Lupa, janji bangunin Fafa jam setengah tujuh."
Lalu bergegas mengambil ponselnya. Menelepon.


Cerita Pagi

Pagi ini antara sahur ke subuh baca tumblr salah seorang sahabat baik. Menangis haru, entah karena apa. Bisa jadi karena ceritanya, tapi yang lebih kurasakan adalah, karena aku merasa ia menjadi diri sendiri. Aku tahu sedikit tentang ceritanya sejak pekan lalu, yang diceritakan secara mendadak sambill satu dua tetes air mata yang mengalir. Kini kutahu sebagian besarnya. Penerimaan orang tuanya, persilakan atas dirinya yang ingin ke mana untuk melepas lelah, kehangatannya terhadap anak-anak dan orang kecil, dan kehangatan keluarga.

Tapi yang paling membuat haru, sepertinya, karena apa yang ia sampaikan dari hati, akan sampai ke hati pula. Sabarnya, syukurnya, rasa nyamannya terhadap dirinya sendiri. Karena ia jujur dalam menulisnya. Menjadi dirinya sendiri.

Lalu aku share link itu ke whatsappnya. Aku bilang
I am cry to read this
Thank you for sharing (my friend's name). Just be yourself, ya. Your most honest your own self.

Me, who love you. As always :)

Aku, bukannya tidak pernah ada kese-kesel lucu atau sedih terhadap respon temanku suatu waktu. Tapi aku menyayanginya, sebagaimana biasanya. Jadi tak ragu kutulis as always dalam pesanku. Yang itu, biarlah. Setiap orang satu dua punya perbedaan persepsi dan apa yang penting dalam hidupnya.

Kemudian aku beranjak shalat. Lalu aku teringat pesan seseorang, tentang menjadi diri sendiri. Mengingat momen pertama aku menangis setelah membaca pesannya. Aku menangis lagi. Sudah tak tahu porsi menangisnya karena yang mana. Karena cerita temanku, atau karena pesan itu. Syukurku rasanya penuh. Menjadi diri sendiri, dan diterima orang lain, mungkin adalah salah satu hal berharga dalam hidup. Dan semoga bisa menjadikan diri ini menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi. Tangis kecil yang kubawa pada qobliyah subuhku.

Diterima tanpa tuntutan, kata akun @rabbitholeid yang pernah saya baca di sini, justru membuat kita jadi terpacu, untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Aku berpikir-pikir. Abi dan Ummi pernah menuntutku apa ya. Ah, sepertinya tidak. Justru di ketidaktuntutan itu mungkin aku lebih baik daripada ketika aku dituntut bisa sepeda di kelas yang sudah berbilang tinggi semasa SD. Entah, aku sulit mengingat-ingat. Tapi menjadi orang tua tentu super kompleks. Semoga Allah lapangkan sabarnya, Allah luaskan hatinya.

Pagi masih berjalan. Suatu hal terjadi di rumah. Tidak bisa aku ceritakan. Tapi batinku hanya satu, ternyata dari sekian banyak doa egois untuk diri sendiri, masih banyak doa yang dibutuhkan untuk keluarga ini. Hal-hal kecil-kecil. Doa yang spesifik-spesifik. Kadang, jadi pilu sendiri. Dan muncul ketakutan kalau terduplikasi. Semoga saja tidak. Pada beberapa case, menerima seseorang adalah termasuk menerima keluarganya juga. Ah, bahkan satu dua adalah berupa keluarga besar.

Aku mencuci piring. Usainya, aku membuka ponselku.

Temanku membalas
🥰❤ Thankyou fitri. Me, who also love you as always


Sabtu, 25 Mei 2019

Buku dan Keluarga


Couldn't be agree more. Ada banyaaaak sekali hal yang ingin aku tulis dan diskusikan tentang ini. Terutama setelah mengamati beberapa buku anak pekan ini dan dibilangi soal packaging buku Februari kemarin.
.
Semoga Allah jadikan kita pribadi-pribadi pembelajar, ya.

Aku, yang sedang tidak ingin menulis tapi dak bisa menahan kalau tentang ini :" ya walau gimmick dan spoilernya aja. Dan belum ngebahas juga si. Ini aja ga ada inti tulisan akunya.

Kamis, 23 Mei 2019

Ada Allah
Berhenti
Bukan ngobrol sama orang lain, banyakin ngobrol sama diri sendiri.

Selasa, 21 Mei 2019

Mendahulukan yang Lain

Kemarin waktu bagi-bagi takjil, di kresek-kresek terakhir yang seseorang dari tim kami di #lampumerahgaknyebrang (wkwk) berikan, seorang perempuan berhijab, rapi, di balik maskernya bilang, "Nggak usah, buat yang lain aja, terima kasih." redaksinya mungkin gak sama persis tapi intinya begitu.

Terus habis itu karena gak lama kemudian udahan, aku ngobrol sama Kak Rifda. Inti obrolannya adalah, kami (atau aku) jadi belajar, bahwa ada lho orang yang mendahulukan orang lain, ketika ia sendiri merasa cukup dengan apa yang ia punya atau ia usahakan untuk nanti berbuka. Aku sendiri jadi belajar buat gak oportunis, kadang kan dibagiin apa pengen gitu yak. Terus sempet jadi kepikir juga sih, kalau dia mempersilakan jatah takjil (yang isinya juga ada makan beratnya) ke orang lain, dia dapat pahala memberi makan orang berbuka puasa juga nggak ya?

Wallahu a'lam bishshawab. Perhitungan amal dan pahala ada di sisi Allah. Tapi aku jadi belajar. Setidaknya, semoga mbaknya dapat pahala karena kami jadi belajar sesuatu. :)

R, yang Takut Tidak Sampai Usianya

Beberapa hari lalu sempat dapat cerita dari R, salah seorang teman yang sudah sekitar 30 bulan seatap. Lima belas juni esok dia insya Allah akan menikah. Sedikit kisahnya sudah pernah kami ketahui waktu dulu ia cerita-cerita ketika kami masih tinggal di bawah atap yang sama, di hari ulang tahunnya. Usianya lebih tua dariku sebenarnya, tapi karena sempat mengulang sbmptn jadinya angkatan kuliahnya dibawahku. Anaknya menyenangkan, suka belajar, dan luas pergaulannya. 

Ada kata-kata yang aku suka dari ceritanya waktu dia cerita tentang kekhawatiran menuju pernikahan.Katanya sih overall tidak ada, dan hanya tersisa satu hal.

"Tp ada ko kaa, smpe skrg msh khawatir sm 1 hal,
Nympe ga ya umurku? nympe ga ya umurnya? 
Soalnya apa ya ka, aku blm siap bekal ke kubur, sedangkan dr jalan menikah ini in sya Allah bs banyak pundi" pahala, kebaikan yg sama" akan kami dapat, smg masih Allah sampaikan ya ke ibadah terpanjaaang, jd ibu berjuangnya diitung kan ya ka sm Allah jg ka :')"

R yang suka dipanggil mama-chan. Terlihat bocil namun tidak. Kekhawatiran justru soal kematian, hal yang memang paling dekat dibanding apapun.

Semoga Allah sampaikan Ma. Biar seluruh pundi-pundi kebaikan bisa kamu dapatkan, menjadi bekal ke akhirat kelak. Aamiin.

Salam sayang,
Fitri yang kagum.

Racau Malam Hari, Membaca Kembali, Menulis, Sabtu Bersama Bapak

menemukan gambar ini, di sela-sela pencarian akan sesuatu. tertanggal 3 april 2016, tanggal yang sama tiga tahun kemudian, ada file yang dikirim, dan baru saya baca tadi pagi, karena penerimanya lupa meneruskan. tapi tidak apa-apa.

kenapa pengen pos? ga kenapa-napa. dan bukan karena kebetulan sama tanggalnya. saya nyadar sama juga pas udah mau upload. saya jadi mengenang buku ini. salah satu buku yang baik untuk dibaca. Sabtu Bersama Bapak. Sebelumnya, saya pernah pos di sini, beserta pesan yang amat manis yang saya tulis kembali di bagian akhir. karena fotonya sangat terbatas, dengan hp sekenan dari abi, yang sebenarnya dulunya juga abi beli seken di 2011 (jadi da akunya mah pengguna ketiga kayaknya). buram, sulit dibaca, tapi masih menyimpan kenangan.

Filmnya udah ada. tapi hasil ngobrolin sama Abidah, saya yang belum pernah nonton filmnya menyimpulkan bagusan bukunya daripada film. Karena ada part yang saya ingat namun tidak ada di film, kata Abidah yang sudah nonton tapi belum baca. Jadi dak lengkap. Saya ada bukunya kalau mau pinjam.

omong-omong kenangan, terkait file yang baru tadi pagi saya baca itu. Sempat menyebut blog saya. lantas tadi siang saya pergi ke blog saya di Maret 2019, sekiaran tulisan itu dikirim.

Waktu berlalu, Maret ke Mei baru berjeda sejenak. Tapi kadang saya jadi bisa mengingat kembali perasaan-perasaan yang ada lewat tulisan. Ada tulisan tentang keberkahan waktu yang akhirnya muncul juga di Mei ini. tulisan interaksi dengan Alquran yang belum ada. Dan tulisan-tulisan lain. Yang saya ingat perasaannya. Harapnya, cemasnya, ingin ikut berjuangnya, rindunya, momen dngerin ust Hanan Attakinya, dan lain sebagainya.

Tulisan tadi juga membuat saya membuka kembai file yang pernah saya tulis sebelumnya yang membuat dokumen yang lupa diforward itu ada. Lalu mengingat file lain sebelumnya. Takjub dengan hal-hal yang saya tulis sendiri.

Setiap tulisan menyimpan informasi. Satu dua menyimpan harapan besar.
Momen waktu kita, atau baiklah, diri ini membaca, tentu punya kesan tersendiri. Kemudian setelah jeda lama, mungkin sudah lupa lagi.
Jadi berpikir, ada baiknya, meluangkan waktu, untuk membaca kembali apa yang pernah dituliskan. Sendiri atau bersama, umpama target-target kuartal kantor. Agar ingat kembali, ke mana harapan pernah dibawa, dan ditambatkan, untuk mengejar ridha yang kuasa. Dengan cara apa, yang sempat dicanangkan masing-masing, untuk diwujudkan, sendiri atau bersama-sama.
Benar-benar merasa perlu, membaca kembali sesuatu yang barangkali sudah dilupa. Agar diri ini ingat, berpikir sebab akibat dan serius itu memang perlu. #ntms

***

Tadi pulang kepikir, kenapa ya aku suka sekali menulis hal-hal. Walau yang gini-gini aja. Sekedar racau atau coretan.
Dulu jaman sekolah aku punya buku harian. Ada sampai aliyah walau waktu SD ga sering diisi, SMP awal lumayan, lalu jarang karena surat-suratan sama kaka kelas kali ya wkwkwk (cewek kok, uwe kan smp cewe semua), dan aliyah, apalagi menjelang akhir, deras sekali tinta pulpennya. Tidak ada laptop yang kubawa, dan menjadi i dengan sulit memulai cerita, sekaligus menjadi orang yang suka mengenang, butuh media menuangkan isi kepalanya. Kadang nulis blog juga sih kalau dapat komputer perpus atau labsis yang berinternet. Atau saat libur reguler maupun panjang.
Lepas aliyah, pegang laptop. Nulis di buku ujungnya ketiduran. Akhirnya jadi lari ke blog kembali. Walau kalau di blog emang ga bisa se ga disaring buku harian ya. Namun setidaknya, membantu melegakan. Dan membantu mengingat banyak hal, termasuk perasaan saat mengalami a b c kehidupan. Cuman ya gitu, kadang kasihan yang baca, kalau ada itu juga.
Jadi intinya mah blog ini emang bukan dibuat untuk menginspirasi. Meski jika kamu sudah terlanjur mampir, semoga ada manfaat yang bisa diambil.

Salam, Fitri
Hari ini nggak ada masalah berarti alhamdulillah
namun rupanya aku masih kalah
sama pertanyaan di ujung jari yang membuat aku bolak balik dan berpikir berlebihan
sama pertanyaan nyebelin sok-sok minta cerita
sama diri ini yang manja sama diri sendiri.
.
Terima kasih Allah



Senin, 20 Mei 2019

Menerima Diri Sendiri (2)

Menerima diri sendiri sekecil
-menerima kalau diri ini capek, sehingga belum bisa seproduktif yang lain.
-menerima kalau aktivitas suatu hari melebihi hari yang lain, sehingga target tilawahnya jauh dari yang diinginkan (at that time aku kebayang, oh ini ya rasanya buibu yang target ngajinya gabisa kayak waktu single karena pasti adaaaa aja hal-hal yang meminta perhatian lebih dari anak, bahkan anak sebesar Fatih pun, sebagaiman aaku melihat Ummi sejak beberapa tahhun silam saat aku masih kuliah)
-menerima kalau diri ini bisa jauh lebih lelah dari baisanya, sehingga sisa harinya kepake buat tidur terus, tapi belajar biar nggak kebablasan
-menerima kalau agenda dakwah semestinya menjadi prioritas, dan belajar gimana ngaturnya biar bisa jadi prioritas-setidaknya sama pentingnya sama rutinitas sehari-hari
-menerima kalau diri ini memang tidak sempurna, dan sebagaimana demikian, karena berarti masih ada ruang untuk tumbuh
-menerima bahwa oh emang diri ini mudah sekali lelah, mungkin karena ternyata jarang ya olahraga
-menerima bahwa bolak balik sejak jam setengah enam kantor-tempat agenda pekanan yang lebih jauh dari rumahku lalu ke depok lagi yang lebih jauh dari jarak sebelumnya ke kantor, lalu mampir kantor untuk ambil barang dan sampai rumah, baru istirahat sejenak sudah harus pergi ke agenda sore, kayaknya kecil dan sepele, tapi buat tubuh ini emang mungkin nggak mudah melaluinya
-menerima bahwa setelah itu aku ketiduran berkali-kali sepanjang perjalanan pulang, setelah terakhir melakukannya Februari 2018
-menerima bahwa susah sekali memotong obrolan hanya untuk pulang duluan dan buka puasa
-menerima bahwa aku adalah kakak dari adik-adik yang kadang mereka berisik di saat aku butuh waktu yang tenang
-menerima bahwa aku adalah dominan i yang kalau sudah banyak sekali terserap energinya oleh kegiatan luar dan interaksi, aku butuh diam, menyendiri, menarik diri dari obrolan, memberi energi untuk diriku sendiri. tapi belum ada waktu untuk itu.
-menerima segala kekhawatiran dan menjadi titik untuk bergantung ke Allah, dengan lebih menghamba
-menerima bahwa tanggal merah barengan sama hari ahad, rasanya ga ikhlas karena aku pengen satu hari lagi buat istirahat
-menerima bahwa keinginan untuk cuti hanya karena pengen istirahat tidak semudah itu
-menerima bahwa orang lain bisa begitu mudah mengiyakan akad lalu mengcancelnya dengan alasan pribadi, yang sesungguhnya rasanya diri ini pun ingin kabur dari amanah yang ada, sesekali
-menerima kalau memang pada saat tertentu perempuan secara hormonal didesain untuk tidak stabil
-menerima bahwa memang ada fase hidup yang membutuhkan perhatian lebih, yang kadang lelah, tapi semestinya bisa senang menjalaninya
-menerima kalau ada teman yang pemahamannya masih jauh sehingga memang sulit menyampaikan hal yang di mata dia ga ideal
-menerima bahwa diri ini kadang kehasut hal-hal ga guna atau membuang waktu, hal-hal yang ga disukai Allah. putuskan kapan harus berhenti.
-menerima pikiran pikiran nanti gimana ya sepanjang materi
-menerima kegemasan diri ini pengen sharing ke orang lain setelah dapat materi kemarin dan hari ini (materi yang berbeda), tapi memang perlu ditahan. tidak bisa sekarang
-menerima kalau diri ini level berjuang dan anticapeknya belum setegar Ummi dan barangkali seluruh ibu di dunia, huhu ini supersalut sih sama semua ibu
-menerima bahwa ada notifikasi chat yang terlihat kuabaikan gegara kukebablasan tidurnya
-menerima bahwa kadang aku pengen rasanya keluar dari keramaian notifikasi wa, uninstal atau left semua grup sementara, saking crowdnya
-menerima kalau Allah kadang kasih hal yang tidak kita suka, justru itu bisa belajar dan membuat kita deket sama Allah, tidak melulu memintanya hilang adalah pilihan terbaik

nggakpapa ya diri, kita belajar ya.
maaf ya kalau aku meminta terlalu banyak, kalau aku menuntut terlalu ideal, kalau aku merasa kesel kenapa kok kayaknya gampang banget capek, kalau aku merasa nggak ada yang nemenin, kenapa aku berkutat di hal-hal dan pikiran itu-itu aja, kenapa aku dan kenapa aku lainnya....

Bersyukur
-Abi dan Ummi dukung kegiatan-kegiatan itu
-Abi dan Ummi kasih izin aku ngapa-ngapain
-Kantor memberi aku ruang untuk belajar hal baru
-Bisa belajar dari para guru dan ibu-ibu, ketika jawaban anaknya usia berapa tidak bisa aku jawab dengan angka, haha
-Abi mau kembali ke masjid lagi buat pinjem barang yang tadi lupa ketika aku sudah menitip
-Abi mau bukain pager
-Abi Ummi mau belajar dari orang lain
-Ummi mau maklum karena komitmen keluarga untuk menjadi pribadi yang bermanfaat buat sekitar, walaupun aku jadi nggak bantuin Ummi nyiapin takjil dan beberes rumah, dan ummi sama sekali nggak keberatan karena kembal lagi, semangat agar keluarga ini bisa kontribusi kebermanfaatan buat yang lainnya. di saat aku kesel sama orang yang cancel karena alasan bantu ibunya (dan aku berpikir, emang aku gamau bantu ibukuuuu huhu)
-Abi Ummi mau kasih spare time ngobrol habis shalat
-Icha mau bantu dan ngorbanin waktu rumahnya
-Ada teman yang mau menjawab dengan lapang hal-hal yang ditanyakan
-Ada anak-anak yang bisa dengan ringannya bilang mau jadi Kak Fitri
-Teteh kasih izin aku untuk ikut agenda di tempat yang lebih dekat dan tanpa sadar membuatku jadi perlu izin rapat
-Pertemuan nggak sengaja dengan Mbak yang dulu aku respect di Jogja
-Ada rumah yang hangat, ada pertemuan dengan adik walau tidak melulu menyenangkan, ada kebersamaan keluarga yang mungkin didambakan banyak orang
-Ada waktu sekedar untuk merem istirahat sejenak walau akhirnya setelahnya aku kebablasan tidur lagi
-Ada teman-teman dan lingkungan kantor yang menyenangkan dan kondusif yang nggak semua orang punya
-Ada teman yang tertarik buat belajar, dan semoga bisa kasih hal baik yang bisa dia pelajari
-Kemarin ketika aku mau cerita betapa capeknya,eh  ketemu twitan orang yang doain calon anaknya sambil share hafiz indonesia. Yang aku udah takut kalo ngekik nanti air mataku tumpah saking malunya.
-Karena Allah hadirkan diri ini ke dunia dengan fisik yang sempurna (aku mengingat Naja yang tadi disebut Fahri, beberapa hari lalu aku baca kisah singkat dia. celebral palsy, jalan baru bisa usia dua tahun atau berapa gitu, tapi Allah muliakan ia dengan menitipkan hafalan 30 juz dalam dirinya)
-Ada orang yang mau mendengarkan, dan memberi dorongan semangat, yang aku rasakan sayangnya
-Ada perasan sedih ketika kondisi ruhiyah lagi jauh, lagi nggak khusyuk, lagi mudah mengantuk saat ibadah, lagi nggak ngaji selama tempo beberapa jenak waktu (more than 24hour). Sedih banget sebenernya, tapi seenggaknya, bersyukur masih Allah hadirkan rasa sedih itu.
-Ada pesan yang menyadarkan dari teman, yang rupanya masih mau berbagi sedikit ceritanya.
-Ada orang yang mau berbagi pengalamannya ke banyak orang, dan tanpa sengaja itu membuat aku belajar
-Ada kesempatan untuk kolaborasi bareng yang sudah lama aku inginkan
-Ada orang, yang entah bagaimana cerita di blog ini, udah terlalu banyak keluh dan ketidakfaedahan, masih mau baca ceritaku. Mungkin itu kamu salah satunya. Huhu, jadi terima kasih.

Jadi, terima kasih.
Terima kasih Allah, Abi Ummi, adik-adik, kantor, lingkungan sekitar, teman-teman, anak-anak, juga barangkali kamu, yang mau repot-repot maish main ke laman ini.
Terima kasih diri.

Penerimaan diri mungkin sulit. Tapi aku bersyukur dikelilingi orang-orang baik yang support. Contohnya Ummi tadi, waktu aku kesel bilang, kenapa sih orang gampang banget cancel dengan alasan mau bantu ibunya di rumah. Emang aku ga mau bantu Ummi? Emang aku juga ga ngerasa bersalah ga bantu Ummi.
Ummi dengan sangat ringan bilang, kalau Ummi, kalau keluarga kita tahu bermanfaat buat orang lain juga salah satu tujuan. Ummi nggak keberatan siapin takjil nggak dibantu, karena tahu Mbak Fitri ke luar buat kebermanfaatan. Ada wajah-wajah yang senang dan kegembiraan untuk orang lain setelahnya. Contoh lain, misalnya. Ummi praktek sampe sore atau ngisi radio dan pulang mepet, yaudah satu dua kali beli nggak masak juga nggak masalah. Atau misalnya kondisi rumah yang berantakan yang bisa dimaklumi oleh kami semua. (Aku selalu kagum sih Abi hampir nggak pernah protes makan apa aja yang ada, beli atau umi masak cuma rebus-rebus aja, atau juga kondisi rumah yang berantakan) Selalu ada prioritas, dan selama tau apa yang dituju, hal-hal kecil tidak pernah jadi masalah.

Atau Ummi kemarin bilang. Mbak Fitri mungkin nggak dapat tilawahnya, ngerasa capek, tapi lihat agenda seharian ini, dapat ilmu baru, pengalaman baru. Lalu aku denial, bilang, tilawah aku masih bisa nerima. Tapi kenapa aku segini capeknya. Gini aja udah capek gimana nanti kalau udah lebih banyak tanggung jawabnya.
Ummi bilang sedikit, berdoa, minta dikuatin. Kupikir, ya bener sih itu aja senjata yang kita punya, ya nggak. Doa. Bergantung sama Allah. Minta dimampukan sebagaimaan doa yang juga ahir-akhir ini aku minta dalam term yang lebih general. Ternyata alau dispesifikkin bisa sampe segitunya ya.
Lalu aku ingat kata-kata Kak Shanin menjalani kewajiban barunya. Katanya, dulu aku juga males banget ini itu, sekarang, kayak mau aja gitu. Aku gak ngerasa itu tanggung jawab. Aku seneng aja ngelakuinnya.

Menjadi suporter, memang harus selalu bisa melihat dari sisi yang tidak terlihat ya. Mendukung sepenuh hati, mengingat tujuan besar yang dicapai. Menenangkan kala orang lain sedang runyam dan mengeluh yang bisa aja sebenernya bukan keluh, tapi kayak pengen cerita aja, pengen didengar. Memahami kondisi hormonal atau lingkungan atau kondisi sekitar lawan bicaranya.
Ah, tapi suporter yang baik pun perlu bisa menerima dulu. Menerima dengan lapang dan luas lawan bicaranya. Karena kalau enggak, rebutan deh pengen dimengerti duluan. Tidak jadi menenangkan, namun membuat semakin runyam.
.
.
Dear diri,
Kita belajar lagi, ya.

Rumah,
sudah 20 Mei 2019
1.16
mengganjal sejak Sabtu