Selasa, 30 Agustus 2016

Klarifikasi

"Orang yang hanif, yang mau berpikir itu kalau dapat info nggak akan mudah terprovokasi. Dia akan berfikir dan berusaha tabayyun (klarifikasi)."

-Ummi, di telepon.
Banyak banget yah hal-hal di dunia ini yang di telan mentah-mentah aja, dipercaya begitu saja, bahkan tanpa berpikir untuk klarifikasi ke pihak-pihak yang berputar-putar kita omongin.

Minggu, 28 Agustus 2016

Keluarga

Sebagaimana postingan sebelumnya, ingatan soal ini menstimulus saya untuk meninggalkan print-printnan yang sedang saya baca. Sudah gemas rupanya.

Bukan tentang keluarga saya (atau mungkin nanti ada sebagiannya). Tapi saya pengen cerita soal keluarga, secara umum, sepengamatan saya.

Suatu ketika saya menemukan realita kakak kelas saya, yang gaul banget tapi termasuk yang saya respect-in karena gaulnya bukan tipikal hedon. Yang sederhana, dan belakangan saya kagum karena cerita temen soal kehati-hatian kakanya milih makanan. Yang lebih paham dan tau menempatkan bagaimana bersikap sama tipikaal orang kayak begini dan begitu. Yang saya kira termasuk tipikal objektif yang nggak mudah misuh kalau ada isu baru, yang barangkali sekelilingnya lebih suka misuh duluan.

Terus randomly saya baru tau kakanya ini kakanya temennya temen saya di kampus lain. Terus saya jadi kepo kan #duh. Terus ada kesimpulan yang saya tarik. Soal keluarga. Ada sikap-sikap si kakak yang merupakan cerminan dari keluarganya.

Suatu waktu saya teringat sama cerita orang yang ibunya rajin banget sholat sunnah. Bukan cuma yang muakkad, bahkan yang ghairu muakkad juga dikerjain. Syukrul wudhu kalau bisa pun dikerjain. Belakangan, pasca sholat anaknya suka keinget ibunya yang nyaris selalu nambah sholat sunnah. Meski nggak selalu ngefek sama anaknya jadi serajin ibunya, tapi rajin dia secara otomatis jadi alarm tersendiri buat ngingetin dia soal keutamaan shalat sunnah sebagai penyempurna shalat wajib.

Saya keinget cerita temen, anak psdm di salah satu organisasi kampus yang sering dicurhatin temen-temen organisasinya. Dia bilang, rata-rata temen yang punya masalah adalah karena ada aja hal yang brmasalah di keluarganya. Temen saya ini meski sibuk banget tapi njaga hubungan sama orang-orang di sekitarnya cool banget. Termasuk keluaarga, bahkan se kakek neneknya. Dan boleh jadi, itu pula yang membuat dia sestabil itu di perhelatan dunia kampus dan bisa jadi tempat curhat yang baik buat anak-anak di sekitarnya. Karena di rumah dia juga sangat didengar dan dia punya tempat pulang yang nyaman di keluarga.

Saya juga teringat soal orang yang sebelum kuliah ibunya cerita kalau beliau pernah menarget usia 19 tahun untuk kurban pertama kali. Jadilah si anak berupaya menarget pada usia yang sama dengan ibunya, 19, sebagai target kurban pertamanya. Dan setelahnya dia tetap menjaga semangat berkurban itu agar tidak putus di usia selanjutnya.

Saya teringat teman saya yang punya cita-cita tinggi sekali soal sekolah, ayahnya dosen, dan juga sekolahnya tinggi, Saya ingat teman saya yang ayahnya termasuk pejabat publik, lalu ia juga ingin jadi pejabat publik, menjadi pemutus kebijakan yang baik untuk daerahnya. Saya ingat teman sya yang begitu bangga dengan ibunya yang ibu rumah tangga, yang bisa mengajari dia apa-apa lebih dulu daripada sekolah. Sehingga dia merasa ranking di sekolah yang dia peroleh itu wajar, karena itu memang hal yang ia pelajari di rumah. Semangat temen saya ini tinggi buat ikut sekolah calon ibu, yang katanya nanti kalau nggak secepet itu berguna buat dianya, dia bisa sharing ke ibunya materi yang didapat. Saya teringat foto-foto wisuda yang meluap-luap di sosial media, diupload foto yang  bersama orang tua, atau jika tidak, maka captionnya akan mebawa-bawa orang tua. Menyatakan terima kasih, menyatakan dedikasi, menyatakan merekalah alasan dan atau penyemangat terbesar di balik seluruh perjuangan ini.

Baiklah, barangkali ini memang tidak bisa terlalu di generalkan bagi semua orang. Tapi saya ingin menarik kesimpulan.

Bahwa keluarga memberikan efek yang sangat besar bagi anak-anaknya. Pola pikir, pola asuh, pola berpakaian, pola mengambil keputusan, bahkan yang remeh sampai pola ketawa, pola milih makanan, cara masak. Juga standar-standar dalam keluarga yang akan menurun pada anak-anaknya. Sekali lagi, boleh jadi memang tidak semua.

Dan....sesunggunya poin dari perenungan ini semua membawa saya pada satu titik pertanyaan besar, keluarga seperti apa yang kelak akan saya bangun :"

//habis baca ini jangan-jangan komennya yaelah fit--". Tapi saya sungguhan serius kepikiran ini dari hal-hal yang diurai di atas.

karena keluarga, dari pengamatan-pengamatan itu, adalah batas, adalah pengendali, adalah lingkungan pertama, adalah tempat pulang, adalah titik bangkit, adalah pijakan, adalah tempat menjadi diri sendiri. yang menjadi sekolah keseharian anak-anaknya, karena di sanalah ia melihat bagaimana keseharian orang tuanya. yang menjadi pola kopian yang akan mengganda. yang akan jadi pola sikap, atau bahkan pola hidup. jadi orang-orang, jadi lingkungan yang pertama kali diliat, dan dijadiin referensi.

makanya terus jadi mikir, bahkan terbersit takut. tapi memang nggak ada jawaban lain selain hadapi dan terus belajar sih, to be honest.

:")


Sabtu, 27 Agustus 2016

Rindu

"Ra...gimana ya, aku kangen tapi gak tau kangen siapa..." kata saya pada sekjen partai kenamaan kampus, sebelahan kursi di ruang tamu.

Dianya cuma ketawa. Saya udah gak konsen baca print-printnan.

...
Adalah...teman bicara
siapa saja atau apa
siapa saja atau apa

jendela, kursi
atau bunga di meja
jendela, kursi
atau bunga di meja
sunyi...


sejak awal bulan saya merasa butuh temen bicara, pas itu randomly inget lirik lagu ini, yang sering banget diputer jadn di aula atas asrama sampe akhirnya sempet ganti status wa pas itu, hahaha.
kalo nemu gambar jendela, kursi, sama bunga di meja. pengen di foto.

akumulasi heu. random keinget cerita kakak kelas.cerita soal keluarga.dan tetiba baca tulisan izzah di buku kenang-kenangan kelas tiga aliyah.nanti saya cerita atu-atu deh.

maaf baper ya.

Rabu, 24 Agustus 2016

Bunga Matahari

suatu hari, kamu bertemu bunga matahari

yang terangnya memancar tapi tak silau, yang melihatnya, mencerminkan semangat enerjik. ada tidak sebagaimana bebungaan lain yang menunjukkan kecantikan khas bunga pada umumnya, dan istimewa dengan itu. bukan tipikal bunga romantis, tapi menyenangkan dipandang.

maka, teruslah tumbuh sebagaimana bunga matahari. menjadi dirinya sendiri. mengikuti cahaya langit, tapi tetap berpijak pada bumi. terus tumbuh dan memancarkan kecemerlangan. terus bersinar, dan memberikan kebahagiaan pada sekitar.

teruslah tumbuh, teruslah bersinar. tapi tentu saja, tetaplah berpijak :")

(belum ketemu bunga matahari asli, pakai yang dari kertas dulu ya :") )

Senin, 15 Agustus 2016

Boneka Hafiz-Hafizah dan Cerita Teman Saya

Temen-temen tau boneka Hafiz-Hafizah yang lagi ngetren belakangan ini? Boneka yang intinya capable buat murattal, doa, cerita nabi, dan lain sebagainya. Bahkan katanya juga bisa diajak bicara(tapi sya juga belum tau detilnya). Yah boleh lah kalo mau liat-liat di sini kalo sebelumnya belum pernah denger #sayabukanpromosi.

Ada pembicaraan yang cukup menarik beberapa minggu yang lalu. Jadi temen saya di grup angkatan (S)MAN lagi promosi boneka ini. Kayanya dia distributor gitu sih, atau mungkin bantuin temen jualan, entahlah saya juga belum klarifikasi langsung. Tapi intinya dia promosi di grup itu, di mana kami seangkatan udah punya tiga ponakan, jadi promosinya udah bukan buat ponakan (masing-masing) atau anak temen (masing-maisng), tapi juga literally anak(buat temen kami yang emang udah jadi ibu beneran).

Teman 1 : Itu **jutaan gak sih? Ponakan w pengen banget punya wkwkwk
Teman Jualan : Nggak kok Teman 1. Nah Teman 1 buat ngasih ponakan tuh, harganya ga nyampe segitu.
Teman 2 : Ponakan gycen (nama angkatan) tuh dari X atau Y wkwk (X dan Y adalah teman yang sudah jadi Ibu)
X : Dari kakaknya lah kalau Teman 1 mah
Teman 2 : Wah X langsung nongol
Teman 3 : Ayo X buat dedeknya boleeeh
X : Heuuu aku pengen tapi kata Kak (sebutnamasuami) "kita aja yang ngobrol depan dia"๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚
Teman 1 : hahahaha
Saya : Waaaah (y)
***
Sesungguhnya ada yang saya kagumi dari jawaban suaminya temen saya : "kita aja yang ngobrol depan dia"

Karena orang tua adalah guru pertama. Karena orang tua itu tidak tergantikan.
Karena bagi saya kata-kata itu kayak kalimat kebersediaan penyediaan waktu. Karena suka masih sedih saya mah kalo liat ada orang tua yang ngasih gadget atau mainan canggih biar anak gak rewel, berhenti nangis, dan lain sebagainya, sementara setelah anak pegang gadget orang tuanya sibuk sendiri (juga) dengan gadgetnya.

Tidak mau berpanjang-panjang. Udah gitu ajah. Tapi ini bukan berarti saya tidak mendukung boneka hafiz-hafizah itu yah. Tentu saja saya dukung visinya yang ingin mendekatkan si anak dengan Islam :")


Sabtu, 13 Agustus 2016

Elpiji : Nyalakan Cinta Keluarga

entah ada taglinenya dari kapan, tapi saya baru ngeh sama tagline ini pas pulang ke rumah kemarin. 

bisa banget lah taglinenya nyalakan cinta keluarga <3

-tabung gas di rumah, akhir Juli 2016

How Geek Are You?

so now, how geek are you?

menemukan ini depan mushala lantai tiga gedung SIC,
2 Agustus 2016

Jumat, 12 Agustus 2016

Hendak Kusampaikan



Ada sepucuk surat yang ingin aku sampaikan padamu.  Kupikir dalam hening, di tepian jendela sambil membisu menatap langit berbintang jarang yang mengingatkanku pada langit subuh di suatu tempat. Tempatmu bosan melihat kebiasaanku mencari gemintang di kerumunan langit kelam.

Minggu, 07 Agustus 2016

Cinta Karena Allah

"Rasa sayang itu harusnya membuat kamu tidak rela orang yang kamu sayang masuk neraka. Karena sayang itu, peduli sekarang dan nanti."
.
.
.
"Cinta karena Allah adalah ketika kamu mencintai Allah dulu dibandingkan yang lain. Ketika mencintai Allah sudah jauh lebih lama dibandingkan yang lain. Menjadikannya prioritas utama dibandingkan yang lain."
***

Sejujurnya saya cukup tertegun mendengarnya. Terutama yang tentang cinta karena Allah.
mendengar-mencatat-membaca-mengulang-berpikir.

Kadang hal kayak gini Allah datengin tepat pada waktunya.

Bukan soal sayanya (wkwkwk). Belakangan saya dapat cerita baik yang curhat maupun yang ngebantuin prosesnya orang. Ada curahatan temen yang saya salut banget, dihubungin terus sama kakak tingkat. Temen saya lagi berusaha keras menghindar, setelah dulu sempat dekat. Keduanya, uh saya tau banget aktif di mana ekstra kampusnya yang juga erat dengan aktivitas Islam-meski saya gapernah interaksi langsung sama kakaknya, tapi namanya cukup sering saya dengar-mungkin karena temen saya ini sering nyebut nama itu, baik sadar maupun tidak sadar, dalam cerita-ceritanya. Yah seaktivis Islam apa juga belum bisa menjamin bagaimana bersikap. Yatapi, kalo aktivis yang erat ama Islam aja masih bisa kegoda, apalagi yang belum banyak belajar Islam #hiks #ayobelajarislamlebihbanyak

Ada kisah proses, yang saya dengar lewat seorang kakak. Betapa si perempuan, begitu ada yang tertarik, langsung menghubungi orang yang bisa dijadikan perantara untuk membantu. Sebisa mungkin pengen terjaga. Dari ceritanya, prosesnya rumit. Apalagi ada latar belakang budaya si lelaki yang mengharuskan keribetan itu ada-bahkan untuk acc-nya. Tapi kalau jodoh-katanya sih-pasti Allah permudah. Meski tentu, cobaan itu ada.

Juga cerita lain yang sempat saya perhatikan, kisah orang yang saya cermati, juga cerita via LINE yang bisa menghabiskan tiga jam, yang kesemuanya, kadang suka sadar nggak sadar, akan merefleksikan juga pada diri saya sendiri-dan apa yang saya lihat dan saya maknai .

Terus saya denger kata-kata di atas pas kajian di Masjid LPP sebelah XXI. Kajian reramai yang diisi Ust. Felix Siauw, khusus ngomongin cinta, meski sebelumnya ngomongin dulu hijrah Islamnya karena ini berhubungan sama orang yang menjadi pacar beliau sebelum dan bahkan sampai masuk Islam, hingga apa yang terjadi sesudahnya. Di mana sebelum saya kesana, saya ngobrol sama orang, sayanya cerita apa, eh lawan bicara saya entah kenapa ngomongin ikhtilat.

Kadang saya ngerasa mestakung, ginian mah. Selain yang saya omongin soal obrolan temen tentang ikhtilat. Seluruh cerita yang saya dengar dan amati sebelumnya adalah kisah yang saya dengar literally seminggu belakangan. Entah kenapa bisa pas terjadinya sekarang-sekarang ini banget. Juga galau-galau yang soon to be alay di masa depan yang sempat dirasakan akhir-akhir ini, termasuk kebimbangan saya melakukan sesuatu.

Dulu pas saya denger cinta karena Allah, saya hanya berpikir bahwa itu adalah cinta pada seseorang yang (1)kita mencintai dia karena akhlaknya mengingatkan pada Allah dan (2)ia adalah seseorang yang bisa meningkatkan cinta kita juga ke Allah.

Barangkali itu bisa benar. Tapi terus saya merasa makin kaya dan sempurna pahamnya ketika dengar pengertian ini :
Cinta karena Allah adalah ketika kamu mencintai Allah dulu dibandingkan yang lain. Ketika mencintai Allah sudah jauh lebih lama dibandingkan yang lain. Menjadikannya prioritas utama dibandingkan yang lain.

Cinta karena Allah adalah cinta yang kamu mencintai Allah dulu.
Artinya segala yang kamu lakukan, kamu timbang-timbang dengan matang : itu diridhain Allah nggak ya? Segala ah-nggak-papa, ah-kan-gini-doang, yaelah-ama-yang-lain-juga-gitu-kali itu apa emang udah verified diridhai Allah? #terusmenghelanafaspanjang. Perlakuan yang sama ke banyak orang aja belum tentu Allah ridha. Pada akhirnya emang hal ini menuntut kita buat tau dan mau gak mau harus belajar lagi soal apa aja yang boleh dan engga, dalam segala lini kehidupan.

Cinta karena Allah adalah cinta yang kamu sudah lebih lama mencintai Allah dibandingkan yang lain.
Jadi, sepanjang sejarah hidup kita ini, apakah kita sudah lebih lama cinta sama Allah? Iya gitu? Atuh pede banget. Seberapa banyak kemudian alokasi waktu yang terbuang untuk berinteraksi, mengingat, mengkepo, dan lain sebagainya kalau dibandingkan sama ibadah (dalam artian luas, ya-termasuk menjalankan amanah, menuntut ilmu, dst.).

Cinta karena Allah adalah ketika kamu sudah memprioritaskan Allah.
Yakinkah sudah bisa memprioritaskan Allah dengan usaha maksimal? Seberapa sering nggak menyegerakan shalat? Seberapa sering menolerir diri sendiri dan berpikir dua kali dalam melakukan amal kebaikan?

Itu susah? Jelas. Soalnya ngelawan nafsu. Soalnya ngelawan tren. Soalnya ngelawan kenyamanan. Soalnya ngelawan naluri, karena kecenderungan pada lawan jenis itu fitrah. Tapi Allah punya aturan tuh. Tugas kita sebagai orang yang yakin sama Allah dan Islam, ya ngejalanin aturannya.
.
Soalnya butuh tekad keras buat bisa konsisten.
Soalnya butuh membiasakan.
Soalnya butuh melawan kebiasaan sebelumnya :".
Soalnya, seperti kalimat pertamanya : Rasa sayang itu harusnya membuat kamu tidak rela orang yang kamu sayang masuk neraka. Karena sayang itu, peduli sekarang dan nanti.

*yang masih banyak belajar. mohon ingatkan kalau saya lalai.
duh, ini mah tamparan juga kok buat saya.
kalimat-kalimat tadi btw menjawab kebingungan atas keinginan plus minus beberapa hari sekitaran hari ini euy.
.
semuanya, biar melangit saja :")
karena yang mencintai Allah, akan saling mencintai dengan standar yang sama, yang akan mengembalikan dan memasrahkan seluruhnya padaNya.

Dari Anas radhiyallahu ’anhu , Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
“Tiga perkara yang membuat seseorang akan mendapatkan manisnya iman yaitu: Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya; mencintai saudaranya hanya karena Allah; dan benci kembali pada kekufuran sebagaimana benci dilemparkan dalam api.”(HR Bukhari dan Muslim)