Minggu, 29 Maret 2015

Nak, Kamu Ingin Punya Ibu yang Seperti Apa?

Halo Nak, kamu ingin punya Ibu yang seperti apa?
***
Nak, malam ini aku pulang dengan rasa lelah. Aku dari pagi pergi : pembekalan KKN, kumpul bersama adik-adik dan teman PH KMFM, menulis dari tiga kata bersama Mas Teguh, dan rapat tata program di asrama putra. Sedih, bahkan tidak sempat sekadar menengok teman-teman yang lomba masak. Tidak jadi ke perpustakaan kota. Bahkan belum bercakap dengan serius pada Tuhan hari ini. Lelah sekali rasanya.

tadi sepulang dari asrama putra, aku mengendarai motor pelan sekali. Jarak satu kilo kadang ingin aku perpanjang saja rasanya. Kecepatannya hanya 25km/jam sepertinya. Naik sedikit paling-paling hanya 40km.jam. Rasanya, perjalanan ingin kubuat diperpanjang saja.

Di jalan, aku kepikiran soal Fatih. Hal lucu apa lagi ya yang dia perbuat minggu ini? Aku sedih bahkan hari ini belum menelepon rumah. Belum ngobrol lama sama Ummi. Dan masih saja itu-itu yang kupikirkan. Bahkan diri sendiri seolah tidak mendapat porsi. Atau aku saja ya yang masih belum bisa menata diri. Ah, payah sekali aku ini ya Nak.

Sampai di asrama dan menempel jadwal pembinaan, aku terdiam di aula. Lalu aku terpikir. Kalau saja aku bisa bercakap dengan kamu, kamu ingin punya Ibu yang seperti apa Nak?

Apa kamu ingin punya seorang ibu yang ahli komputer. Bisa membuatkanmu game, atau menjelaskan padamu soal bagaimana berpikir algoritmis? Atau kamu ingin aku kenalkan dari kecil tentang bagaimana IT memudahkan persoalan dunia? Sehingga kelak nanti kamu akan mengambil jurusan yang sama denganku dan dapat menyyelipkan nilai-nilai kebaikan dalam setiap karyamu? Dan kalau demikian, maka kelak kamu ingin melihat aku juga sebbagai perempuan yang sukses pada ranah ini. Sukses dalam artian kasat mata tentunya. Nyata, terindra, dan diakui oleh -minimal- kawan-kawanku di kampus.

Atau kamu ingin punya ibu yang sangat aktif di dunia pergerakan kampus? Membantu mahasiswa yang kesulitan. Menjadi penyambung lidah mahasiswa pada orang-orang penting di jajaran dekanat atau rektorat sana. Aku lihat, beberapa teman-teman perempuanku memegang peran penting itu. Memperjuangkan kebaikan di ranah advokasi. Membahas masalah politik dengan pengkajian yang mendalam. Melakukan hearing ke mana-mana.

Atau kamu ingin punya ibu yang sangat prestatif? Mungkin kamu akan bangga jika punya ibu yang dulunya pernah jadi mapres. Atau pernah ikut exchange. Terlibat dalam forum-forum internasional. Ikut lomba ke mana-mana. Punya minat besar soal penelitian dan men-submitnya dalam lomba-lomba paper atau konferensi. Yang nilai TOEFLnya diatas 550, mungkin?

Atau kamu ingin punya ibu seorang penulis. Ia bisa menjadi siapa saja dalam tulisan-tulisannya. Kelak nanti kalau mau tidur kamu akan mendengar cerita yang selalu karangannya. Tentu setelah aku mengisahkan padamu soal sirah nabi dan para sahabat, juga ulama. Kamu bisa minta padaku cerita dengan tokoh apa saja yang kamu mau. Lalu kita berdua akan mengelana dalam lautan imajinasi yang tidak punya batas. Berenang-renang di sana sampai puas.

Mmmm...atau kamu ingin punya ibu yang senang mengurusi orang lain. Memikirkan bagaimana agar masalah-masalah yang ada di organisasi yang diikutinya bisa selesai. Membantu teman-teman yang perlu dibenahi internal organisasinya--di organisasi yang dulu juga pernah aku ikuti. Ibu yang dulunya sering sekali ikut rapat dan bahas ini itu. Katanya sih, demi kebaikan.

Tunggu, kamu pasti ingin punya ibu yang bisa memasakkanmu masakan enak, bukan? Bagaimana jika nanti aku tidak bisa? Bagaimana jika aku nanti masih sedikit-sedikit lalai soal merapikan urusan rumah. Atau mendadaak baru menyetrika baju seragammu di pagi yang sama dengan pagi kamu memakainya. Bagaimana jika aku masih suka terburu-buru menyiapkan sesuatu. Lupa menaruh barang. Atau bahkan tidak peduli pada menjaga ketahanan tubuh dirinya sendiri. Aku ingaat sudah entah berapa lama ibuku-kelak nenekmu- memintaku meminum madu, habbatussauda, vitamin C, tapi tidak juga aku lakukan. Kemarin dokter yang memeriksa kesehatanku untuk KKN memprediksi aku sering telat makan. Entah apa yang membuatnya menilai begitu..

Nak, kamu ingin ibu yang seperti apa? Jika aku belum bisa main musik, atau mungkin prakarya yang sangat wanita sekali seperti merajut, merangkai bunga, kruistik, menjahit, membuat hiasan dari kain perca, membuat boneka dari flanel, membuat origami, apa kamu tidak apa-apa? Mungkin aku bisa beberapa, tapi sedikit. Kelak nanti, maukah kita belajar bersama? Mungkin menyenangkan jika sore-sore atau di akhir pekan kita menghabiskan waktu berdua untuk belajar soal kerajinan tangan. Nanti kita bisa sama-sama buatkan baju hangat untuk ayah, atau sepatu bayi mungil untuk adikmu nanti. Atau mungkin kita juga bisa coba-coba meramu resep baru ala kita. Aku rasa itu akan menyenangkan.

Tentu kau juga ingin punya ibu yang pandai mengajarimu soal agama. Kata banyak orang, belajar agama itu adalah belajar menjalani kehidupan. Kamu tahu Nak, murattal di ponsel temanku bukan murattal syekh-syekh Arab yang sering didengar. Murattal di HPnya adalah bacaan ibunya sendiri. Subhanallah, ya Nak. Kamu tentu ingin ibu yang dapat mengajarimu Al Quran, bukan?

Nak, kamu ingin ibu yang seperti apa? Atau kau ingin punya ibu yang biasa-biasa saja. Tapi bisa mengajarkan soal kesederhanaah? Mengajarkan bagaimana bertingkah laku mulia dan meneladani mulianya akhlak Rasulullah? Yang tidak perlu memaksamu dalam hal akademis tapi dapat mengarahkanmu sesuai minatmu? Yang dapat menjadi teman nomor satu untuk kamu curhati. Menjadi kawan yang baik dalam suka dan duka.

Nak, malam ini aku jadi berpikir panjang. Padahal lelah mendera. Tugas asrama belum selesai. Tugas kuliah juga. Kuliahku sejak Jumat terbengkalai. Nyaris selalu begitu akhir-akhir ini. Payah sekali ya Nak, aku masih belum pandai mengurus skala prioritas. Padahal ini tahun ketigaku kuliah. Aku takut jika di mata Tuhan, aku sudah dianggap sebagai orang yang tidak bersyukur. Padahal nikmat dan karunia yang Ia berikan padaku sangatlah banyak. Ah Allah, maafkan aku...

Nak, aku tahu kamu ingin ibumu kelak memiliki semua yang kusebutkan tadi. Bukan hanya kamu, mungkin Allah juga. Setidaknya, Ia tentu ingin aku sebagai hambanya dapat menjadi sebaik-baik manusia yang dapat menebar kebermanfaata bagi sekitarnya. Kamu, tentu ingin sekali dididik oleh ibu yang sangat...baiklah jika bukan sangat, mendekati sempurna. Sebagaimana sempurna yang seringkali menjadi penilaian manusia. Semoga Tuhan juga menginginkannya ada padaku, menolongku agar aku dapat mencicil pemenuhan hal-hal baik yang tadi aku sebbutkan, dan tentu meridhai langkah-langkah yang kuambil.

Nak, aku akan menanyaimu sekali lagi,

Kau ingin punya ibu seperti apa, Nak?

Yogyakarta, 29 Maret 2015
10.26
aula asrama, masih dengan kostum sebagaimana berangkat tadi pagi
di tengah  lelah, di tengah perasaan ketidakmaksimalan sebagai hambaNya

Sabtu, 21 Maret 2015

Laporan

Halo, laporan dari Kamar Ja'far Shodiq : kamar nomor empat pojok belakang lorong bawah. Dua malam ini isinya hanya satu orang. Satunya umrah ke Makkah. Satunya sedang summit di Singapura.

#hayo-kamu-#kapan-Fit?

Kamis, 19 Maret 2015

Merencanakan Makkah

Sedih adalah ketika : kita takut menjadi tua dengan kerinduan bertambah-tambah pada kakbah. Namun menyadari bahwa di masa muda, sedikit sekali kita berencana dan mempersiapkan ke sana.

#YukNabungBuatMakkah #YukHematDemiMakkah

Inget Abi. Inget Jaden. Inget Nana.

Ah, Allah... :"""

Catatan :
Jadi kalimat ini terinspirasi habis berbincang via WA dengan teman asrama yang sedang dalam perjalanan umroh. Terus jadi kepikiran, dulu pernah dikasih dengar cerita ada kalau banyak nenek-nenek yang saking rindunya sama Makkah, akhirnya memilih umroh. Karena ngantri haji di Indonesia itu...lama banget antriannya. *Katanya sih daftar sekarang bisa-bisa dapat jatahnya belasan tahun ke depan*. Sementara, para nenek itu sudah terlalu rindu, hingga pada akhirnya memilih umroh karena khawatir usia tak mau diajak menunggu. 

Selasa, 17 Maret 2015

#SatuJuzSatuHari

 “Kalau aku nggak dapet satu juz satu hari, pasti hariku lagi kacau.”


pp-Suci Wulandari, percakapan saat Kajian Akhlaq malam ini

Rabu, 11 Maret 2015

Agar Idola Mereka adalah Tokoh-Tokoh Muslim

Orang-orang yang menghancurkan Islam tidak membuat orang-orang keluar dari agama Islam. Tapi mereka membuat orang tidak kenal dengan sejarah Islam di masa lalu. Ini akan menyebabkan orang Islam tidak bangga dengan agamanya dan mereka akan mencari idola-idola alternatif. 
Padahal kepentingan menceritakan sejarah masa lalu dengan cara yang benar akan membangkitkan semangat, dan membuat orang Islam mengidolakan tokoh-tokoh yang memberi kontribusi besar pada peradaban Islam.
-Kutipan Kajian Epistemologi Islam dengan Ust. Anton semalam

Kelak saat kita jadi orang tua, cerita soal sirah nabi lengkap dengan sejarah Islam itu penting banget. Cerita biografi para keluarga nabi, sahabat, khalifah, ilmuwan muslim, para ahli hadits dan fiqih juga penting banget. Kita mesti menanamkan pada anak-anak soal kehebatan mereka--juga kontribusinya buat dunia Islam. Agar rasa bangga yang ada dalam diri mereka terhadap agama ini membuat mereka ingin menjadi penerus tokoh-tokoh kebanggaan Islam itu.

Sebagaimana ibunda Muhammad Al Fatih yang terus cerita berulang-ulang soal kata-kata Rasulullah bahwa sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin yang menaklukkan Konstantinopel.

#pengingat #selftalk
Yuk Fit, Bundanya juga harus belajar !

Jumat, 06 Maret 2015

Cinta Segitiga



"Aku ingin kita memiliki cinta segitiga; antara kau, aku, dan buku."
Biar semua orang tahu begitu cara kerja cinta kita. (via herricahyadi)

Kamis, 05 Maret 2015

Kalau Kita Puasa

"Kalo kita puasa, tidak selalu berarti bahwa uang makan pagi dan siang kita dirapel sama uang makan malem buat makan malem. kadang orang puasa suka agak 'hedon' gitu 'kan buka puasa dan makan malamnya? 
Cobalah pahami bahwa kalau kita puasa, uang makan pagi dan siang kita itu...
...
buat ngasih orang lain makan."
lupa kata siapa. tapi nyimpulin ini habis denger ada yang bilang di asrama. 

Rabu, 04 Maret 2015

Halo

Asrama sudah sepi jam segini. Padahal biasana pejuang begadang itu masih membuka mata. Devi, Dini. Entah, malam ini jadi janggal rasanya.

Saya duduk di aula bawah yang lampunya sudah mati sedari tadi. lagu favorit sejak Sabtu kemarin masih terputar dari Youtube. kapan-kapan saya akan cerita khusus soal lagunya. Bocoran dulu, lah. Judulnya Nak, lagu Iwan Fals.

Tugas MPIK saya belum kelar. Belum dimulai malah. Biar, sebentar dulu. Sebentar saja.

Sudah ada barang hampir tujuh minggu di Jogja lagi. Sudah minggu ketiga kuliah. Nggak mungkin ngga ada bahan buat ngeblog yang kadang siinya cuman curcol doang. Gatau juga kenapa jadi lama ga nengok ke sini. Padahal there was many stories. UKT, keluarga, Pak Ganjar, GMIF, seleksi mapres *temen sih, filem Umar beserta post testnya, keluarga : Fafa yang ke Jogja, Gycen Jogja yang hangat, juga keluarga PPSDMS saat latgab timur kemarin.

Ah, betapa Allah sungguh menyayangi saya. :"""

Ah iya, TK. Tugas Khusus. KKN. Huah~
Juga kalimat yang senantiasa diteriakkan Bang Bachtiar : TUJUH BULAN.

Ngapain aja Fit, udah tujuh bulan di PPSDMS? Apa kamu udah jalanin kewajiban-kewajiban kamu?

Asrama sepi. Rasanya janggal. Lampu aula sudah mati. Dan saya pun enggan menyalakan. Mungkin memang biar saja tak apa-apa begini.

---

"Fitri udah lama nggak nulis blog..." -kata Tyani sore tadi. Ketemu di Balairung Selatan.