Minggu, 03 November 2024

Random

 "I am tired of being strong." 

A thought came to my mind. Not for the first time, I guess. However, this sentence wraps up the past two weeks. Despite the ups and downs of struggling, unstoppable activities, and feelings of keep trying and did not get the result yet. *sigh

#####

Bagaimana bahasa menyampaikan rasa? 

Bagaimana gabungan kata terima dan kasih bisa menyampaikan ungkapan syukur sekaligus penerimaan di saat yang sama. Bagaimana dua frasa ini, dalam versi terjemahannya di seluruh dunia, bisa punya keterikatan rasa dan pemaknaan yang dalam jika tidak sekadar diucapkan sambil lalu, tetapi diresapi, terutama ... jika diucapkan untuk diri sendiri. 

Terima kasih. 

It sounds like, please accept my expression, how I  love you expressed a combination of keep going, no matter how hard the day is, how tired your body is to maintain your energy, and how noisy your brain is. Furthermore, how to always try to accept every role and every surprise thing, especially those that are beyond your control.  

And you and I are the same person: still, yourself.




Senin, 28 Oktober 2024

Kehidupan, dan sawang sinawangnya.

Kehidupan, dan perjuangan tiap orang yang nggak pernah kita tahu detailnya. 

Kehidupan, dan rasa syukur yang perlu terus diupayakan.


Kamis, 19 September 2024

Kecil

Setelah merasa tidak banyak membandingkan hidup dengan orang lain kecuali urusan karya, datang juga hari ini. 

Nggak tahu bagaimana mulanya, tapi kayak, tiba-tiba aku auto merasa kecil, bahkan miskin. 

Ih geura padahal mah banyak nikmat yang udah Allah kasih. Manusia, manusia. Malu sebenarnya nulis dan merasa gini juga. 

Tapi, perasaan kan valid. Dengan seluruh dinamika yang aku rasakan. Aku benar-benar gak nyaman merasa seperti ini. Tadi page ini sudah kututup. Tapi tak tenang. Kubuka lagi akhirnya. Aku butuh memproses perasaan ini agar tidak jadi singa tidur dalam diri. Kalau belum kulepaskan, aku hanya cari pelarian dengan aktivitas lain atau memaksa tidur.

Di tengah kesepian dan kesibukan fana yang kubuat-buat, kalimat-kalimat itu datang juga. Menjadi dewasa di era kapitalisme memang persoalan besar. Sudut pandang manusia, cap 'pinter cari uang' skala manusia. Ah, capek. 

Sepanjang perjalanan pulang aku hanya diam. Menyiksa diriku sendiri sekaligus menguatkan diri. Kalimat-kalimat yang baru kudengar kuputar ulang di kepala. Bibit-bibit yang merayapi hati kuurai lagi, kuobati lagi, kuurai lagi, kuobati lagi. Sampai memaksa bicara karena takut Kaisa ketiduran di jalan.

Ya Allah, jadikan aku hamba yang selalu merasa cukup dengan memilikiMu. 




Senin, 16 September 2024

Growing - Tumpahan Pikiran Sesore-Malam 15 Sept 2024

Her.

My daughter is growing. And also my heart. 

My mind discovers my past. Finding myself beneath all my struggle and sorrow. 

===

Sore ini Kaisa mengajakku main anak-anakan. Kaisa dengan anaknya, seekor oneka unicorn bernam Loli-Lolipop. Dan aku bersama Buci, boneka beruang wisuda punya tantenya. 

Aku memperhatikan bagaimana ia memperlakukan anaknya, dan menyadari bahwa itu semua bagaimana ia menyerap interaksi ibu-anak yang terjadi di antara kami. Hatiku terharu menyadari semua berlalu dengan begitu banyak hal membekas yang kadang tak disadari. Kerunyaman hari, ketidakstabilan emosi, parenting is so big thing for me. 

Aku melihat anakku memperlakukan anaknya dengan sangat baik, penuh kelembutan dan kasih sayang. Air mataku kutahan kuat-kuat. Anakku tumbuh, dan berkembang. Lalu aku merefleksi seluruh masa lalu yang kulewati bersamanya. Kusebut masa lalu padahal baru 4 tahun hidup bersamanya. Empat tahun yang mengubah dan memperjuangkan banyak hal-untuk tak bilang mengorbankan. Empat tahun aku berjuang beradaptasi dengan segala motherhood ini-dan begitu juga dengannya. Empat tahun yang menumbuhkannya sebagai seorang anak, sebagai seorang individu, sebagai seseorang yang mengetahui baik buruk versinya-versi keluarga kami, sebagai seseorang yang gaining knowledge dari interaksi harian kami. 

My daughter is growing. 

Aku mengingat fase-fase berat melewati adaptasi di awal menjalani peran sebagai ibu. Juga fase-fase berat saat ini yang kadang membayang. Bayangan yang tidak perlu dan melawan diri sendiri. Ah Nak. 

Cerdasmu, riangmu, celotehmu, kadang kutahu hal-hal itu kelak akan kurindukan. Sangat. Meski kadnag di saat yang sama pula aku tak berimbang membersamaimu. Aku melihatmu ingin meraih perhatianku dengan permainan tadi. Dengan cara dan strategi yang baru. Boneka-boneka itu merepresentasi perasaanmu, barangkali. Atau hanya tebakan dan cocoklogiku saja? Entahlah, siapa yang tahu. 

Hei Nak, kehidupan kadang berjalan tak menyenangkan dan tidak terasa menyenangkan. Ibu juga kadang menangis atau merasa tak nyaman karena suatu hal. Tak mudah, terus berjuang. Ah, apapun yang muncul di benak kutulis saja walau rasanya tak beraturan. 

Menyenangkan melihatmu tumbuh dengan kecintaan pada dua hal, buku atau membaca, dan menggambar. Merunut balik proses kita sampai di titik ini. Ah, entah bagaimana rasanya menggambarkan perasaanku. Kebanggaanmu menunjukkan buku demi buku di telepon, pertanyaan spontanmu, imajinasi yang kau tuangkan di atas kertas dengan definisimu sendiri. 

Aku mengingat hari-hari panjang di masa lalu ketika menyusui menjadi hal baru yang kadang membosankan. Ilmuku tahu menyusui sebaiknya dibersamai dengan apa tapi sebagian hatiku iri dengan yang lain-lainnya. Aku mengingat hari-hari membaca buku kita di bawah. Dan yang menurutku juga punya banyak kontribusi, atas izin Allah, merumput yang tak terhitung banyaknya di lapangan atas, sering juga bersama ayah. Hari-hari ini aku sering berpikir kok bisa ya dulu kayak seluang itu merumput di atas. Tak peduli banyaknya pandangan bingung orang kotor-kotoran di rumput bahkan lumpur. Hujan-hujanan dan nyeker. Kalau kubilang semua butuh perjuangan ya memang butuh. Ilmu dan amal, tak ada yang instan. Mematangkan refleks, memuaskan motorik kasar, memberi ruang luas untuk bebas bergerak. Semua yang kusyukuri menjadi pembentuk harimu kini, atas izin Allah. Pencil grip, toilet training, less tantrum, artikulasi bicara yang baik. Hai Nak :") 

Apalagi yang ingin kubicarakan padamu? 

Ah, kalau itu sih biasanya kusampaikan langsung, ya. Tak berlama-lama. Di sini aku hanya menuliskan apa yang membenak sepanjang sore-malam. Oh ya, tadi aku terngiang kata-kata mbak penjual jamu ke salah satu tetangga yang sudah bekerja lagi 3 bulan belakangan. Putrinya SD dan seumur Kaisa. Mbak itu bilang, sayang sekolah tinggi-tinggi kalau nggak kerja. 

Klise sekali memang. Aku tertawa dalam hati, meskipun setiap menatapi hal yang sama biasanya juga aku meringis. Buatku, kerja terasa jauh berkali lipat lebih mudah dari pada membersamai anak. Mungkin karena kerjaku less berhadapan dengan manusia meski tetap menuntut empati. Dan membersamaimu adalah pilihan sadar yang telah kutabung jauh sebelum aku menikah. Namun, memang menjalaninya penuh perjuangan dan tak mudah. Walau demikian, insyaAllah aku tak pernah menyesalinya. Menyenangkan sekaligus bangga melihatmu bertumbuh dengan semua yang Allah titipkan padamu saat ini. Ingatan-ingatanku tentang kakak gurumu, pikiranku yang penasaran tentang persepsi kakak guru tentangmu, ingatan tentang cerita Mbak N bedanya ketika ia bekerja dan tidak dengan anak-anaknya. Aku tahu, aku memperjuangkan hal yang, setidaknya aku percaya ini hal yang benar bagi nilai dan paham yang kuamini. 

Berat, tapi berjuang. Allah kan lihat semua perjuangan itu ya. 

Walau kadang kuakui, aku juga kadang mager untuk berjuang. Dasar manusia zaman sekarang. 

Nak, kelak, kamu jadi seperti apa ya? 

Semoga Allah jaga Kaisa selalu, ya. Ibu sayang Kaisa. 


Uncountable tears. Countless exhaustion. 

Semoga, yang lebih banyak tetap cinta, dan kemauan mengejar ridhaNya. 

Kamis, 05 September 2024

4 September 2024

 Rupanya kisah kemarin belum selesai. Belum usai. 

Hari ini pengumuman lomba yang aku gak ikut. Dan ... seperti biasa, aku auto minder, menyesal, campur-campur lah heuheu. 2024 memang sesuatu sekali untuk banyak kegagalanku :") 

Kalau kemarin OST nya Secukupnya-Hindia. Sekarang Manusia Kuat-nya Tulus. 

Sebenarnya, setiap kegagalan belakangan ini sudah kuantisipasi kuat-kuat kalau semua ga ada yang gagal. Gagal lolos seleksi saja sudah jadi pembelajaran, sudah jadi latihan aku nulis dan berproses, sudah jadi pijakan yakin bahwa kelak ada masanya aku bisa lolos juga. Seperti kelolosan GLN di percobaan (nyaris) ke-6 ini. Walau merasa gimana gitu kalau denger, "Iya aku embalaskan dendam tahun lalu gak lolos jadi tahun ini lolos 2." Ih, pedih kali aku dneger kayak gitu. Tapi ya aku memutuskan gak fokus sama apa kata mereka. Proses diriku sendiri, buatku sudah juara. Terima kasih ya diri sudah mau berproses sejauh dan selelah ini. 

Cuma kemarin memang rasanya tak semudah itu. Mendapati diri yang keciiiiil sekali serta masih harus berproses memang melecut diri sekaligus minder di saat yang sama. Namun, sudah kuputuskan untuk tak lama-lama sedih. Meski ya namanya manusia wajar banget ga sih sedih, auto membandingkan diri sama orang lain, dan ngerasa kok aku lama banget ya cari ide, gak berani nekat, dsb dsb. Dan aku tahu ini bisa jadi akan keulang lagi nanti pas ada pengumunan lomba PAUD. Somehow, aku pengen fokus saja sama IELTS, tapi memang dari diri ini berasa deh ada kayak denial dalam diri, haha. Pelan-pelan ya Fit, kita proses semua perasaan nggak nyaman itu. Peluk :") 

Memahami kelebihan dan kekurangan diri, tahu kalau diri ini memang masih berproses, memang perjuangan. Jam terbang yang masih kurang, bacaan yang harus terus dipupuk, jatah gagal yang harus terus dihabiskan. Soon, kamu akan melalui itu semua. Allah selalu ada nemenin kamu. Sedih boleh, patah semangat jangan. Terus berjuang, Fit. Allah menilai dari perjuangan hambaNya, dan jangan lupa, appaun yang kamu perjuangkan saat ini, selama dalam rangka mencari ridhaNya, senantiasa ada dalam penilaianNya. Jangan pernah persempit makna cakupan perjuangan. Luv, ❤️


Dari diri untuk diri. Terima kasih sudah berjalan sejauh ini. Mungkin sempat terasa lambat dibanding orang-orang, tapi gapapa. Terus belajar, ya!