Materi yang paling berkesan dari modul Disiplin Positif adalah waktu aku baca di buku bagian Hukuman vs. Konsekuensi. Rasanya abis baca bagian itu pengen berhenti dan membagikannya ke siapapun juga. Bahkan sampai berhenti bacanya dan corat coret outline mau ngeshare dalam bentuk apa *tapi belum berlanjut sih hiks. Aku saat itu merasa, setiap orang harus paham ini. Paham bahwa pemilihan kata-kata itu sangat ngaruh terhadap efek kedepannya. Bahwa jangan-jangan saat emosi marah dan kesal dominan, yang terlontar dari mulut ini emang malah ga bisa bikin anak tenang dan punya dampak negatif berkepanjangan.
Aku belum punya anak yang sudah bisa merajuk atau gak nurut, karena Kaisa masih bayi 2 bulan sekian hari. Tapi dari materi ini aku belajar banyak soal motivasi internal dalam diri anak-anak yang sangat besar untuk belajar, bereksplorasi, dan semangat mencoba hal baru, yang murni dari dalam dirinya. Orang dewasa di sekitarnya lah yang bisa jadi mematikan semangat belajar dari dalam diri anak-anak karena iming-iming hadiah sebelum melakukannya. Aku juga belajar soal konsekuensi yang sangat berkaitan dengan kesalahan dengan memberi refleksi dan pengalaman belajr, jauh dari hukuman yang justru malah menimbulkan kesan negatif bagi anak-anak sampai kelak dewasa di masa mendatang.
Kalau pengalamanku kecil, aku tidak terlalu ingat sih. Yang aku ingat di cerita adik-adikku dan ternyata mirip-mirip sama adik-adik suami di keluarganya. Ini hal yang pernah saya tanyakan juga saat sesi live pelatihan keluarga kita. Adik-adik saya dan adik-adik suami saa-sama pernah dimotivasi orang tua untuk menulis. Setiap tulisan atau setiap halaman dihargai sekian rupiah. Di adik-adik saya, ini memotivasi untuk memperbanyak portofolio mereka. Di keluarga suami, bahkan adik-adiknya berhasil punya beberapa buku yang diterbitkan salah satu penerbit mayor di Indonesia.
Saya dan suami kemarin sama-sama penasaran, apakah dalam rangka mengenali potensi serta minat bakat anak, boleh diberi motivasi eksternal agar ia memperbanyak jam terbangnya sehingga makin mengasah kemampuannya. Ternyata di bahasan kemarin, sebenarnya tujuannya bagus, dan mungkin kalau anaknya oke oke aja suka dengan kegiatannya gakpapa, tapi kalau anak gak suka berarti ada apa-apa. Tapi coba cari cara lain dulu nih gimana agar anak produktif berkarya dan menikmati karyanya. Nah dari sini ada poin yang kami dapat, bagaimana agar anak menikmati karyanya dan juga prosesnya itu. Jadi bekal untuk ayah ibunya buat pinter-pinter cari cara gimana biar kami bisa sangat mengenali potensi anak tanpa perlu memberi iming-iming di awal dengan janji. Begitu pula yang kami sepakati ke keluarga besar nantinya. Bismillah.
Kalau dari pengalaman adik-adik kami waktu itu yang saya tahu, mereka tidak merasa terbebani malah tambah senang sih. Tapi kami sama-sama setuju untuk tidak lagi memakai cara itu untuk mengiming-imingi di awal. Kami sepakat untuk boleh saja memberikan hadiah sewaktu-waktu anak kami kelak menghasilkan portofolio-portofolio karyanya, tapi juga akan tidak memberikan apa-apa agar kami melihat dan mengenali, seberapa nikmat anak kami melakukan kegiatan yang disenanginya, tanpa hadiah apapun. Pun yang kami pelajari juga dari sesi pelatihan adalah contoh case melakukan amalan sunnah di usia dini. Kami mau coba untuk beri tahu pada keluarga besar bahwa anak-anak kami tidak diberi iming-iming untuk melakukan amalan seperti shalat dhuha, puasa senin kamis, dsb. Pada usia dini, mereka cukup dari melihat teladannya yaitu ayah ibu mereka dan diajak banyak ngobrol terkait amalan tersebut hingga akhirnya mereka mau melakukannya dengan keinginan dari dalam hati mereka sendiri.
#DisiplinPositif #MencintaiDenganLebihBaik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar