Waktu berjalan; cepat maupun lambat.
Kaisa hari ini memasuki usia 5 bulan. Rasanya udah kayak bayi remaja.
5 bulan jadi ibu, banyak sekali yang terjadi *hua mulai merinding, jangan nangis plis wkwk
Lalu tetiba aku membayangkan masa Kaisa beneran beranjak remaja dan mungkin sudah ada bahasa gaul pada masanya ia tumbuh, wkwkwk ini akan jadi bahasa jadul yang gak kekinian sama sekali hahaha
Kaisa di usia ini belum bisa tengkurap. Kadang cemas, tapi alhamdulillah sedikit saja. Ingat tugas penting orang tua adalah percaya dulu sebelum anak bisa melakukannya. Jadi so far percaya penuh sama Kaisa. Baru kalau memang secara akademik sudah red flag atau menujunya (semoga saja tidak), kami insya Allah akan konsul lebih serius ke ahlinya.
Ah tapi, ketimbang fokus pada hal yang belum Kaisa bisa. Kaisa sungguh tumbuh begitu menakjubkan. Hebat ya, usia sangat kanak-kanak ini kalau diamati betul, benar-benar menunjukkan keMahaBesaran Allah.
Hal paling fenomenal akhir-akhir ini adalah: Kaisa bisa mundur-mundur. Bukan merangkak tentunya karena memang belum kapabilitasnya di usia segini dan kami pun bukan yang bangga kalau dia lompat milestone, karena mengamini bahwa lompat milestone justru perlu dicek lagi karena tiap milestone penting untuk fase tumbuh kembangnya.
Terjauh selama ini adalah Ahad kemarin, ditaruh di kasur potongan di ruang tengah, dia mundur sampai karpet, lalu lantai (yang mana ubin dan orang dewasa mikirnya itu dingin), sampai lintasan kabel internet dan hampir masuk kamar umi. Hua terhura.
Kalau kata Hilmy, Kaisa kayak udah makin ngerti diajak bicara. Aih, jadi feeling guilty kalau aku bareng Kaisa tapi masih nyambi pegang hape.
Menjalani 5 bulan menjadi Ibu, jujur bukan hal mudah sih. Banyak sekali yang perlu kami sesuaikan, kami pahami, kami kendorkan standarnya. Terutama aku sebagai ibunya. Tapi tentu saja ayahnya juga berperan banyak. Banyak sekali. Terutama juga untuk kewarasan ibunya. wkwkwk lah malah kesini yah.
Lama ga nulis blog emang asa bikin kangen mengejawantahkan pikiran satu satu pelan pelan sampai yang ga kepikiran tadinya pun ikut pengen dituliskan.
Jadi kenal diri sendiri lagi, oh ternyata masalah utamanya tuh aku masih terlalu mudah merasa iri, misalnya (asli ga gampang jujur di pblic space, tapi aih blog mah saha nu maca yah, biarlah jadi kenangan pribadi). Jadi berusaha lebih buat bisa deep talk bareng pasangan. Yah, walau mungkin masih banyak juga yang belum dilakukan. Ah jangan sebut banyak lah, kayak ga menghargai diri sendiri aja. Masih ada yang belum dilakukan. Nah gitu lah, hehe.
Kaisa kalau bangun pagi suka senyum-senyum. Menyenangkan sekali.
Kaisa kalau ditengkurepin, sudah bisa angkat kepala tinggi sekali. Tangannya juga pijakannya sudah bukan ke siku, tapi telapak tangannya. Pun kadang sudah mau angkat tubuhnya kayak mau push up aja.
Kalau baca buku bareng Kaisa, dia merhatiin, kayak pahaaam gitu.
Kaisa suka menyemburkan ludah sekarang, kayaknya udah dari bulan lalu sih. Kami memberi nama perilakunya itu sebagai "habu habu". Soalnya bibirnya akan buka mulut dulu haaaa lalu brrrruuuuu, nyembur deh, haha.
Kaisa masih sua mempertemukan kedua tangannya di hadapan, mainin, ngeliatin.. Sebagaimana yang ada di checklist point buku tumbang anak.
Oh iya! Kaisa sudah punya mau sekarang. Sudah punya teritori. Jadi kan dia lagi suka ditengkurepin dan mundur-mundur gitu yah. Kalau diangkat-misal kayak kita mau shalat git uterus khawatir dia kecapean kalau tengkurep terus, atau area yang dia tempatin buat tengkurep mau dipake shalat-kadang jadi nangiiiis hihi lucu yah.
Kalau ganti popok kadang miring-miring gitu, jadi agak leulah baliinnya biar lurus dulu sejenak make popok dulu.
Oh ya ritme BAB-nya agak beda lagi nih dari sebelumnya. Belum ketauan polanya.
Hihi apa lagi yah.
Sebulan lagi Kaisa makan. Aku jujur agak degdegan sih. Bismillah yah naak.
Turbulensi menjadi ibu pastilah naik turun dan ada lagi ada lagi di setiap fase usia. Kadang usia segini udah kepikiran nanti gimana. Yah begitulah tipikal buibu kayak aku yang suka kebanyakan overthinking. Pelan-pelan mau dikurangin lah, bikin capek kalau ga terkontrol soalnya. Sebelum nikah kerasa, makin punya anak makin kerasa lagi.
Punya anak memang hidup akan bukan tentang diri sendiri lagi. (Naha jadi bahas ini yah, asa kepikiran tiba-tiba). Kami belajar banyak yang mungkin baru disadari ketika hening dan menulis. Tapi memang dasar manusia yang umumnya tidak dibiasakan menghargai diri sendiri sejak kecil. Melihat hal ini emang jujur, sulit. Masih banyakan fokus sama hal yang belum selesai atau belum terlaksana. Aih, jadi kepiiran tiba-tiba bikin buku anak berjudul Terima Kasih, Diriku.
Banyak sekali yang kalau dirasa-rasa, waktu seolah direnggut dan direbut (nangis loh nulisnya asli), padahal tanpa sadar nabung buat akhirat. Banyak sekali yang dirasa-rasa menimbulkan iri dan kesal, padahal mungkin sedang belajar mengenali kebutuhan diri dan belajar mengisi tangki cinta dengan beljar meminta bantuan. Banyak sekali adaptasinya. Bahkan aku ngerasa punya temen banget baca dua HL nya Teh @annisast seputaran baby blues dan adaptasi jadi ibu.
Memang gak mudah.
Kalau ada yang mudah, ya gak semua orang seperti itu, jadi tidak apa-apa.
5 bulan jadi ibu, kadang ngerasa oh whyyyy kenapa yang harus dipelajarin banyak banget. Kenapa kenapa kenapa jadi ibu mesti tau ini itu. Kenapa jadi ibu ga pernah diajarin di jenjang sekolah manapun padahal ini lifeskill kehidupan semua perempuan mau berpendiidkan atau tidak.
Kesel karena skill dalam berkehidupan ini lebih penting dari pelajaran fisikaku dulu; rasanya.
Seumur hidup pula.
Kenapa urusan berat badan aja bikin khawatir. Kenapa orang kadang menyederhanakan khawatirku. Kenapa orang mengkhawatirkan yang aku gakpapakan.
Memang jadi banyak hal terasa setelah punya anak sih. Bahkan khawatir akan friksi atau perbedaan pola asuh dan pendapat dengan orang tua, mertua, atau keluarga besar, dan orang-orang lainnya mulai terasa munculnya. Lebih terasa dibanding awal menikah.
Kadang kalau liat Kaisa, kepikiran juga bahwa rasanya ingin aku genggam waktu. Waktu masih mudah melihat senyum dia, selama apapun. Sebebas apapun. Menikmati waktu. Menikmati canda tawa dan bersama-sama. Waktu dia belum punya ingin yang dibuat-buat dan menjadikan tangis sebagai senjata.
Emosia bayi yang natural, tanpa rasa ingin sesuatu yang disembunyikan sebagai alasan. Emosi yang jujur bahwa ia hanya ingin ditemani dan bersama-sama. Seolah kami orang paling penting seumur hidupnya, tak terganti dan tak tertukar sesiapapun.
Haduh, nangis lagi.
Senyum menyenangkan dan menenangkannya. Senyum pricelessnya yang melelehkan hati. Atau bahkan tawa renyahnya yang memikat hati sesiapa saja kecuali kalau sebelah lagi asik hapean #eh.
Kadang ada perasaan gak rela mengetahui bahwa senyum tulusnya sewaktu-waktu akan berubah. Seiring berjalannya usia akan lebih dewasa dan bisa memilih untuk memberikannya pilih-pilih.
Tapi nak, Ibu harap kita selalu punya alasan untuk senyum tanpa alasan yah.(lah bingung yah)
Semoga kita selalu bisa meredam dan menenangkan, serumit apapun hari itu.
Ibu lihat jam. Pukul 03.18. 5 bulan lalu Ibu baru sampai klinik tampaknya, berjalan kesusahan sembari menahan kontraksi; pesan cinta darimu untuk lahir ke dunia.
Salam sayang, Ibu.