Assalamualaikum...
Halo, Nak.
Harinya sudah lewat. Tiga tahun lalu, kita ada di kasur ruangan inap di klinik bidan kecil yang cukup ramai di pinggiran Depok sana. Mataku menatapmu kelu menakjubi setiap inci dirimu yang lahir dari diriku. Kamu, anakku.
Hari ini, genap tiga tahun berlalu. Lewat nyaris satu hari. Usia unconscious mind-mu resmi lewat. Tiga tahun yang penuh berkah dari Yang Kuasa. Tiga tahun yang menjadikanku belajar sangat banyak hal, terutama tentang merawat sabar. Tiga tahun yang jelas sangat berdinamika. Tiga tahun yang mengubah hidup kami sebagai Ayah Ibumu. Tiga tahun pula Allah janjikan peluang pahala yang begitu besar--sekaligus menantang, kalau boleh kubilang.
Aku mengambil jeda usai naskah sibi-ku kutunaikan 12 babnya. Menyimak videomu kala dua bulan yang Ayah compile waktu itu. Tubuhmu yang begitu kecil dan kurus. Tulang kakinya terlihat begitu jelas. Ayah yang membacakan buku di kasur. Kamu yang tummy time di punggung Ayah. Fatih yang ikut seumpama dirijen saat Ayah menggendongmu-mungkin kala itu Ayah mendendangkan shalawat. Aku mereka ulang jejak langkah yang kutunaikan beriringan dengan hadirnya dirimu. Adaptasiku, belajarku, kelas-kelas yang kuikuti, resignku, pergolakan emosiku, hingga dirimu yang ceria dan banyak bicara, juga hari-hari negoisasi panjang dan keluhanku yang kadang serupa tak berujung.
Betapa panjang kasih sayang Allah pada kita, ya, Nak.
Kalau bukan karenaNya, tak akan kita sampai pada hari ini. Melihatmu yang riang gembira membuka Al Quran, mencari surat yang dipilih, berpura-pura membaca arab dan artinya, persis seperti kelas-kelas Alkindi yang kita lalui.
Kalau bukan karenaNya, tak akan kita sampai pada hari ini. Jujur aku kagum pada dirimu menahan diri. Paham saat bukan waktunya beli balon atau jeli. Meski kamu sulit juga jika tergoda makanan bergula. Tapi kita sama-sama belajar, kan? Menantang memang hidup di masa kini yang mana upf dianggap normal sana-sini. Ibu tahu masih banyak yang belum bisa ibu hadirkan untukmu, terima kasih sudah belajar ya Nak. Terima kasih sudah kooperatif.
Kalau bukan karenaNya, tak akan kita sampai pada hari ini. Hari-hari yang berat, ya Rabb ... semoga selalu bisa kami lalui dengan syukur. Hari-hari yang rasanya ingin kamu tidur sangat lama, atau waktu di mana aku kesal karena rasanya sudah berupaya sebegitu rupa tapi kam tak tidur juga. Egoku bermain, aku mulai rush karena ingin punya waktu juga.
Kalau bukan karenaNya, tak akan kita sampai pada hari ini. Terima kasih sudah berupaya jujur di lomba makan kerupuk kemarin. Aku tak bicara apapun soal lomba, karena memang tak mau mengenalkan persaingan di enam tahun pertama. Tapi, aku tak menyangka kamu seberusaha itu ketika kulihat anak lain pegang kerupuk dengan tangannya.
Kalau bukan karenaNya, tak akan kita sampai pada hari ini. Ibu yang compang camping dan masih jauh dari sempurna. Belum belajar yang gimana-gimana untuk merinci iman islammu. Ah Nak, masih banyak PR Ibu, semoga Allah kuatkan dan mudahkan selalu ya Rab....
Kaisa, melihatmu begitu mengesankan. Betapa kuasa Allah menanamkan pada dirimu fitrah iman serta fitrah-fitrah lainnya. Betapa kuasa Allah mempertemukan Ibu dan Ayah, juga pada ilmu-ilmu yang kami tekuni sebagai upaya mendidikmu sebaik-baiknya. Kami tahu masih jauh dari sempurna. Namun, melihat bicaramu, polahmu, gayamu, sungguh hanya Allah yang mampu hadirkan itu semua pada kita, Nak.
Nak, Ibu minta maaf jika ada yang tak pantas ibu lakukan di depanmu, teladan yang tidak baik, atau hal-hal yang melukai dirimu. Semoga Allah ampuni dan maafkan dalam memorimu. Tiga tahun yang saat ini rasanya pendek, namun sesunggunya terdiri dari hari=hari panjang yang melelahkan. Ya Allah, semoga Engkau ridha, semoga Engkau ridha.
Masih banyak yang ingin dituang, tapi kok rasanya banyak yang ingin dipikir sendirian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar