Pada momen-momen tertentu, aku menyedihkan posisiku yang banyak mau dan banyak yang harus dikerjain tapi juga sangat banyak kendala mengerjakannya. Domestik, membersamai bocil. I never regret, but how to adapt with these all is very challenging for me.
Kehidupan berjalan. Kalau mau membandingkan, perasaan tertekanku sangat berkali lipat mengetahui aku harus ujian bahasa Inggris lagi dengan skor yang diminta lebih jauh. Lalu, perasaan on off ketika melihat teman-teman yang sudah shifting mengurusi transisi studinya. Tahu setiap orang punya linimasanya, tapi tahu juga kadang aku berandai ada di posisi mereka. Merasa iri dengan teman-teman yang masih sendiri; terlihat mudah urus sana-sini, atau pada yang sudah berkeluarga tapi belum ada anak. Bukan berarti aku tidak mensyukuri keadaan sekarang. Super yakin aku bahwa banyak hal yang ada saat ini merupakan banyak jalan yang dibukakan karena adanya pasangan, karena adanya K juga. Biar bagaimanapun, biar masih sering menebak-nebak maunya Tuhan, dan sering bertanya apa maksud semua ini. Aku tahu, aku bertumbuh, meski sakit dan babak belur.
I have told you before. Being mom is hard. Being mom who learn something seriously is harder. I want to maximize my time with my daughter while I also have to study really, really hard. How to manage time when you feel you have to understand your child endlessly. Petang ini aku merasa sangat zero energy. Aku sangat lapar, tapi kesulitan makan karena masih harus ini itu. Harus meninggalkan pitilan kangkung yang berantakan, juga belanjaan buah yang masih diam di tempat. Anakku merengek. Terlampau lelah dan mengantuk, tapi masih mau baca buku, dan baru saja berhasil dibujuk mandi. Jujur, aku kesal bukan kepalang. Perutku yang perih memendekkan sumbu sabar. Alhamdulillah, aku bertahan. Makan hal yang nyaris sama dari pagi, alhamdulillah tak mengapa. Aku suka. Masih banyak yang tak bisa makan.
Beda kutub, beda perjuangan. Tetiba saja Allah tunjukkan keluarga di Aceh yang mengais tanah endapan banjir untuk mengeluarkan lemarinya. Berat perjuangannya. Hari ke-21 pasca banjir yang sudah diikhlaskan. Mencicil satu demi satu barang yang bisa diselamatkan dengan menggali tanah terlebih dahulu. Sudah tak mampu berharap pada negara. Apa yang bisa diusahakan, mari lakukan bersama, mungkin itu prinsip keluarga kecil dengan satu anak kecil itu.
Manusia tempatnya salah dan lupa. Tempat keluh kesah mudah menguar ketika ada juga yang mudah membagi kesenangan hidup. Aku melihat hidupku ke belakang. Penuh perjuangan yang mungkin masih banyak alhamdulillahnya. Penuh evaluasi yang seharusnya bisa diusahakan untuk mengurangi gejala-gejala masalah sehari-hari. Ah Allah, terima kasih telah menguatkan, sejauh ini. Terima kasih telah mendekap hamba yang compang-camping ini.
Kadang, atau sering, aku bertanya apa maunya Allah ya dengan semua ini? Kejutan dengan ketakutan. Harapan dengan konsekuensi overthinkingnya. Belum menghitung hari-hari yang terasa berat dengan fulltime, atau kusebut overtime worker dengan jam perjalanan hilmy. Wah parah sih, babak belurnya kerasa banget. Kehidupan yang tidak ideal, tapi tetap harus bertahan. Sejauh ini, ketidakidealan ini yang diperjuangkan 1,5 tahun sebelum lebaran kemarin, meski kita tahu kalau bukan jawaban ini yang benar-benar diinginkan dalam anggapan versi ideal seperti sebelumnya.
Ini belum mencakup perasaan-perasaan tertinggal di circle penulis. Buku-buku baru, kontrak-kontrak baru, kelas-kelas yang ingin sekali kuikuti tapi aku harus paham prioritas. Aih, segini. amanah yang kuambil saja sering kupertanyakan pada diriku sendiri, huhu. Akan ada waktunya, begitu ya Allah? *merengek huhu
Banyak yang harus disyukuri, tentu saja. Banyak yang harus minta Allah untuk dikuatkan, ditemani, dipeluk, diberkahin. Kadang aku yakin gak yakin dengan usaha yang aku lakukan. Tapi, aku punya Allah, kan? *cry. Aku pun kadang merasa tidak percaya diri. Khawatir dengan banyak hal di depan. Ovt dengan apa kata orang kalau aku memutuskan ini dan itu, terutama terkait lebaran. Entah nanti bagaimana, dijalani saja, sambil minta Allah terus temenin.
Hari yang berat,
sungguh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar