Sulit sekali memposisikan perasaan kita seperti perasaan anak-anak. Kita yang sudah dewasa kan kadang mikir, ngapain sih kayak gitu, buang-buang waktu. Nggak produktif, Padahal ya nggak kayak gitu kalau di mata anak-anak. (Ummi, besoknya dari yang mau saya ceritain di bawah).
Sabtu kemarin saya ikut jemput adek saya di SMPnya. Pulang kemping. Sudah banyaaaaak sekali orang tua murid yang menunggu. Daerah sekolah adek saya ini semacam jalan baru gitulah jalan raya besarnya (itu loh deket stadion pakansari yang dipakai AFF #loh). Mungkin karena lumayan baru, belum ada trayek angkot gitu yang lewat sini. Jadinya banyak banget orang tua murid datang menjemput. (Kalo saya pas SD mah mesti ngangkot ngojek sendiri dulu wkwk).
Ada ekspresi-ekspresi wajah yang saya tangkap di sana. Menanti. Menunggu. Semuanya menyiratkan harap. Hmmm, ya mungkin sok tau sih. Tapi saya merasa ada harapan yang tersirat di wajah-wajah para orang tua. Baik harapan agar anaknya cepat sampai sehingga cepat pulang maupun harapan bisa segera mendengar cerita si anak sepulang kemping. Pun begitu dengan wajah Ummi. Ya ampun jemput anak pulang kemping aja se-sesuatu itu ya ternyata.
Saya sempat nanya, apa harapan Ummi Fahri pulang kemping. Isinya sih seputar itu-itu aja sebenarnya. Mandiri, pengalaman, sosialisasi. "Semua orang tua pengen anaknya bisa sosialisasi sama yang lain." Sosialisasi itu skill. Berikut kemampuan komunikasinya. Saya jadi ngebayangin. Ya ampun jadi orang tua tuh ya. Kemampuan anak bisa bersosialisasi pasti bukan hal kecil bagi mereka. Kita yang udah besar dan alhamdulillah sudah punya banyak teman mungkin mikir gak sesusah itu kok. Tapi bagi orang tua yang ngamatiiin banget masa pertumbuhan anak, that's not a litttle thing.
Truk tentara yang dinaikin Fahri sampai sekolah. Dia setelah bawa barangnya turun, masih harus beberes perlengkapan kelompok dan ngumpulin di salah satu ruangan sekolah. Terus Ummi sempet bilang ke saya, "Tu...belajar bekerja sama." Saya cuma mikir pendek aja sambil bilang"Ya mi namanya pramuka, kemping, pasti kerja sama lah mi." Terus abis itu saya jadi mikir. Kerja sama is a little thing. Tapi bagi orang tua mungkin nggak. Ngeliat anaknya bisa berbaur, bisa kerja sama, saling membantu dan tolong menolong tu bermakna besar. Berarti anaknya diterima oleh teman-temannya, anaknya bisa menjadi salah satu bagian dari yang bekerja sama, anaknya punya peran. Heu, kenapa ya telat banget koneknya saya.
Tadi saya sempat bilang soal harapan. Harapan, kalau saya boleh bilang, hadir bersama kekhawatiran. Barangkali setiap orang tua memacu hari dan melaju bersama kekhawatiran. Yang harus ia kalahkan dengan harapan. Pada titik menjadi orangtua, potensi berbuat sebaik mungkin akan keluar dengan maksimal, untuk mematikan kekhawatiran dan merealisasikan harapan.
Pada titik ini saya kemudian bertanya pada diri sendiri. Saya di masa depan, akankah ingat perasaan hari ini? Sebagaimana barangkali Ummi juga mengingat pulang kemping anak-anaknya beberapa tahun lalu pada hari ini. Dan berupaya memperbaiki apa yang kurang di hari-hari dulu.
Sabtu, 29 Januari 2017
percakapan ibu dan anak yang berisi :"
BalasHapusMayaaa :""")
HapusBener fiit umi fitriii:"aku lg mikir bgt ini gimana gdein anak di jakarta:" aku ketemu banyaak bgt orang yang tua cuma umurnya aja:"
BalasHapusaaa izzaaaah ku ingin ketemu nengokin si dedeek dan ibunya
Hapus