Jadi ceritanya ada orang yang konsul ke Steve Blank soal dia lagi bingung antara dua hal : membangun startup atau menjalani bisnisnya gitu, apalagi semacam mau didanain sama orang terus jawaban si Steve Blank adalah :
"pilihan menjadi founder startup bukan diambil oleh orang yang masih punya pilihan. Karena ini adalah pilihan jangka panjang."
I wouldn't say that i want to be a startup founder now. Kutipan ini mengingatkan saya terhadap teman-teman saya di dunia kampusyang sedang membangun startup di tengah berbagai aktivitas dan keinginan seperti S2, bekerja, dan lain sebagainya, bahkan salah satu temen SXI saya uga merasakan hal yang sama. Sebelumnya waktu Kak Jay cerita soal kenapa sih orang mau jadi founder startup? Ada banyak alasan yang bisa jadi diungkapkan sama orang, bisa jam kerja fleksibel, bisa alasan sekalian wirausaha dan jadi bos (padahal kalo jadi bos sebenernya bos adalah si user-lebih serem lagi), dan lain sebagainya. Tapi alasan menjadi founder startup yang paling baik adalah karena dia benar-benar ingin melakukannya. That's it. Alasan yang sederhana, nggak neko-neko dan banyak mau, serta yaudah dari hati aja.
-itu btw ada kak jay nya di sebelah kanan
Sama mungkin kayak berbagai pilihan dalam hidup, ada pilihan-pilihan yang menuntut kita untuk menjadi apa yang paling kita inginkan, yang harus mengorbankan hal-hal lain yang juga kita inginkan. Tapi, mungkin kayak kata evaluasi-evaluasi RK (dulu PPSDMS) sebelumnya, kalau kayak gitu itu berarti belum benar-benar mau, atau berarti masih keinginan-keinginan saja, belum jadi mimpi.
Kenapa Kak Jay menyebutkan itu, karena mengembangkan startup adalah pilihan yang memakan banyak waktu. Bahkan waktu 10 tahun pun masih menjadi parameter yang sedang-sedang saja, dan 5 tahun masih mencari bentuk. Tidak semua startup bisa sukses denga pertumbuhan eksponensial. Ada faktor-faktor yang kadang tidak bisa terlihat di awal selain kesiapan produk itu sendiri, bisa kesiapan pasar, ekosistem, kondisi masyarakat, momentum yang pas, misalnya. Pengetahuan startup founder terhadap teknis si aplikasi (sebagai bentuk launch startup) bukan harga mati dari produk itu sendiri. Misalnya sekarang, toko-toko online bisa marak karena masyarakat sudah mulai percaya untuk berbelanja online. Jika pada ekosistem ini ada suatu toko online sebagai pendatang baru, kalau bukan karena dana funding yang cukup besar, dia nggak akan bisa survive.
Kalau biasanya startup sering dikaitkan dengan usia anak muda, sebenarnya usia tua pada founder startup pun memiliki kekhasan tersendiri. Orang-orang yang sudah berusia meiliki unfair advantage pengalaman dan jaringan. Orang-orang muda punya kekurangan dari sisi domain expert itu. Ide yang biasa saja dapat ditonjolkan dari sisi eksekusi yang memiliki faktor pembeda, dan hal itu kadang merupakan hal kecil seperti orang dengan pengalaan tertentu yang di-hire, UX, hal yang didapat selama perjalanan eksekusi, dan lain sebagainya. Hal-hal yang muncul selama pengembangan produk tidak akan didapat hanya lewat tampilan muka (interface) sehingga hal-hal internal itu tidak akan mudah ditiru oleh pihak yang misalnya memiliki ide yang sama atau bahkan menduplikasi ide startupnya. Privilege anak muda (seperti anak-anak kampus) biasanya ada dua : ide gila dan tim. Untuk urusan tim ini emang sebaiknya yang sudah pernah mengerjakan sesuatu bersama, nggak bisa orang yang tiba-tiba kenal disuruh ngerjain sesuatu. I guess ini ada kaitannya sih sama kalimat di hari pertama bahwa ide itu sebenarnya receh dan yang sangat perlu dijaga adalah tim.
Teknologi merupakan lokomotif perubahan Kalau kita tidak bisa menysuaikan, maka sulit untuk berkembang. Pas banget materi ini disampaikan ketika di Depok-Bogor lagi rame banget soal demo angkot gegara transportasi online. Tapi emang sih ya, Taksi BurungBiru pun sekarang gabung sama MobilPergi. Bahkan valuasi perusahaan OjekPergi sekarang 17T, lebih tingggi daripada PesawatGI yang punya valuasi senilai 12T padahal sudah puluhan tahun berdiri. Dan di OjekPergi si perusahaan nggak puunya motor maupun driver padahal, nggak kayak pesawat yang sampe sepesawat-pesawatya dia punya. Sama kayak Fujifilm yang dulu kalah pamor sama kamera Kodak. Tapi sekarang Fujifilm masih bisa survive dengan mengembangkan produk kosmetik (iya sih jauh haluannya, tapi dia masih bisa survive!
Kurang penutup yang pas, tapi kesimpulan dari sesi ini yang paling ngena sih soal startup sebagai pilihan. Semoga bermanfaat :)
diambil dari catatan sesi shortcourse di Badr,
24 Maret 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar