Senin, 31 Desember 2018

Tentang Keluarga (Besar) (Post ke-n mestinya)

Sejak kuliah tahun-tahun akhir, ke Magelang, hampir selalu memberikan banyak catatan tersendiri. Tentang pakde bude yang mulai menua, tentang sakit dan obatnya, tentang cerita-cerita cucu, tentang bagaimana berkeluarga, tentang menjaga sinergi dengan pasangan sampai usia tua.
.
.
Tapi ndak pernah ditulis. Selalu terngiang aja.
.
Jadi yaudahlah kucoba menulis saja. Meskipun mungkin hanya catatan hari ini. Yang lalu-lalu, antri dulu, ya.

Tentang Magelang yang sederhana. Yang rolling door toko dan rukonya dari kayu. Yang jalanan pecinannya lebar dan menyenangkan.
Oh, bukan itu.

Jadi catatan soal keluarga hari ini adalah
1. Kepala ayam
Hahaha kok kayaknya gak nyambung ya. Ini sebenernya aku lagi agak mellow sih. Hanya tadi pop up in mind aja soal makanan kesukaan ornag yang udah berkeluarga tuh mungkin asa tebak-tebak berhadiah ya. Ada yang ternyata sama-sama penyuka makanan apa gitu. Tapi mungkin juga ada yang bertolak belakangan banget.
Aku baru menyadari bahwa di keluarga mbah dari ibu, makan ceker, kepala, leher, jeroan kayak babat iso, itu hal biasa. Dan bagi sepupuku yang lain, itu nggak biasa. Padahal kita satu nenek kakek. Terus aku mikir, apa karena di sini aku dari pihak ibu yang mana masakan ibu mungkin ngikut nenekku dan sepupuku itu senenek dari ayah, jadi mungkin pola makannya agak beda. Tadi aku makan kepala bisa sampe dibela-belain ngeremukin tengkoraknya pake muntu (ulekan) biar dapet otak, setelah aku menghabiskan mata ayam. Makan ceker pun sepupuku ndak terlalu suka, padahal ceker itu bisa jadi menu sendiri bukan pendukung, hahaha. Sepwrti ceker kecap atau sop ceker. Bahkan, aku baru tau nyebutnya ceker itu pas sd karena diketawain temenku. Dari dulu aku nyebutnya cakar, karena di keluarga pun kayak gitu nyebutnya. Ohya mungkin dari ibuku juga aku belajar mretelin kepala lele sampe batas maksimal yang dimampu, hehe.

2. Tentang Memberi Masa Liburan ke Cucu
Ini agak kompleks sih kalo diceritain. Dan mulanya mungkin akan kuceritakan kapan-kapan. Tapi intinya ada salah satu budeku mengurus dua cucu di rumahnya. Anaknya dinas di luar pulau beserta suami dan 3 anak lainnya. Di satu sisi, budeku sekarang tidak bisa atau katakanlah sulit meninggalkan suaminya karena suaminya sedang diuji Allah menghadapi lupa, dan aku baru ngeh akhir-akhir ini kalau lupa ini bisa separah itu ngefeknya ke mana-mana.
Pelajaran dari kisah sederhana yang sulit diungkapkan ini, sebagai saudara lainnya yang datang, mestinya kita ngeh dan peka untuk sewaktu ada di sini ngajakin ponakan-ponakan itu buat jalan-jalan, bahkan sesederhana jalan buat silaturahmi ke saudara lainnya. Karena ternyata itu menjad concern budeku buat ngasih liburan ke mereka ketika beliau sedang belum.bisa memberi fasilitas itu. InsyaAllah besok akan dimulai, semoga lancar yaa.

3. Mengurus Keluarga
Budeku yang tadi aku ceritakan, saat ini tentu mengurus pakdeku. Secara fisik pakde tampak sehat dan masih tegap. Namun demensia atau lupanya bisa membuatnya pergi entah kemana, bingung cara makan, dan lain sebagainya. Mendengar ceritanya saja sudah sedih rasanya. Aku merasakan betapa budeku ini sabar sekali mengurus orang lain. Sebelumnya, bude mengurus mbah sampai beliau meninggal di rumahnya. Perlahan kondisi fisik mbah menurun, dari yang bisa di kurai roda sampai hanya di kasur saja. Setelah mbah meninggal, perlahan kondisi Pakde menurun. Bude kayak nggak ada capeknya :")
Aku wondering jika itu adalah masa-masa tua orang di sekitarku. Seberapa sabar dan telaten ya? Seberapa jauh mau berkorban buat orang lain ya? Ah, tentu itu support sistem juga. Kalo aku udah berkeluarga, seberapa jauh keluarga mau sama-sama merawat orang tua? Tentu banyak deh di dunia ini yang berjuang seperti itu
Semoga Allah berikan kesehatan dan keluarga yang saling sayang :)

Sudah ya, lelah juga mengetik dengan keypad hp. Kapan-kapan dilanjut lagi part aebelumnya~
#nahloh. Sungguh baca ulang untuk mengeceknya saja aku sedang lelah euy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar