Minggu, 26 Desember 2021

 sekarang aku tahu kenapa begitu sulit bagiku rasanya menulis,


karena setiap tulisan rasa-rasanya akan berujung tangis :"

Kamis, 16 Desember 2021

Sudah lama tidak menulis

Halo Kaisa, sedang apa? Apa kabar Kaisa hari ini? Apakah harinya menyenangkan? Ibu berdoa semoga menyenangkan, tapi kalau tidak pun tidak apa-apa. Hidup memang kadang sulit dan begitulah hidup. Tapi Ibu berdoa semoga Kaisa bisa melewatinya dengan baik. 

Aih, baru paragraf pembuka Ibu sudah menangis. Padahal Ibu rasa Ibu akan menangis nanti di tengah-tengah.

Tadi Ibu kepikiran membuka dengan apa, tapi sekarang Ibu sudah lupa. Padahal tidak ada jeda satu jam saja. Ibu akhir-akhir ini mudah lupa Nak. alau kata Ayah ibarat mesin, loadnya udah terlalu banyak jadi mudah ngehang, sedih amat ya hehe. 

Kaisa, Ibu sedang merasa hari-hari terakhir ini semua berjalan terburu-buru. Lelah sekali rasanya. Tanpa jeda, tanpa istirahat yang dimaknai sebenarnya. Ibu seperti berjalan dari satu agenda ke agenda yang lain, berlari dari tidurmu ke tidur yang lain, merangkum banyak kegiatan di satu waktu sampai lupa menaruh hati pada agendanya, sesederhana buru-buru ingin membaca suatu tulisan saat menidurkanmu. Ibu tahu itu bukan prinsip Ibu tapi jadi dilanggar sekian kurun waktu belakangan ini. Huff.

Rasanya banyak yang ingin Ibu lakukan, di tengah peran menjadi ibumu. Tapi tampaknya akhir-akhir ini jadi lupa mengenal diri. Memang yang satu ini belum pernah diajarkan sejak kecil rasa-rasanya, ya. Baru booming belakangan ini. Tapi ya biar bagaimanapun orang-orang dulu juga tanpa istilah tersebut bisa mengejar apa yang dia tuju. Tidak perlu istilah nampaknya, sudah menjelma dalam laku begitu saja. Aduh, ke mana sih arah bicara ibu ini, haha.

Kaisa, Ibu ingin jeda dulu mengetiknya. Sepertinya Ibu tidak kuat melanjutkan. Atau tidak mau karena sedang bohong pada diri sendiri dan terlalu takut meneruskannya? Entahlah. Padahal Ibu sengaja tidak mengikuti suatu acara demi menulis ini, lho. Insya Allah Ibu lanjutkan, ya. 

Salam Sayang, Ibu. 

Jumat, 15 Oktober 2021

Nulis Buku Anak

 Hari ini entah apa keranjingan liatin review buku anak. Dari dulu, seneeeng banget sama yang namanya buku anak. Pengen jadi penulis buku anak. Tapi malam ini kok an ya sampe pada suatu titik yang kayak mau nyerah huhu. Semacam, semua orang udah banyak yang nulis buku anak. Udah banyak buku anak bagus, kenapa aku juga pengen bikin buku anak? 


Nulis sambil sedih. Tau sebenarnya lelah. 

Senin, 04 Oktober 2021

 Memasuki waktu-waktu kangen yang nggak tau sama apa atau siapa atau di mana.


Adakah seseorang yang bisa kuajak bicara? 


Lalu bayiku bangun, entah, mungkin ia jawabannya. 

Kamis, 30 September 2021

Don't know how to express my mix feeling this night. Bersyukur dan terharu meskipun masih sering kesalnya. Berkeluarga, penyesuaian yang rasanya kadang masih mau tidak mau harus dilakukan. Keinginan yang banyak dan maish gatau gimana cara merangkumnya dalam target harian. Masya Allaah.

Jadi orang tua, kayak kata Mbak Inay tadi, banyak banget belajarnya. Banyak banget prosesnya, adaptasinya. 

Terima kasih untuk Allah telah menunjukiku banyak hal, telah membersamaiku dengan amanah yang sesungguhnya akan mendewasakan, dan juga pelengkap semestaku, suami dan anak-anak, serta tentu saja amanah yang masih ada: menjadi anak, hamba, cucu, dan multi peran lainnya. 

Semoga senantiasa bertumbuh, dear diri. 

Sabtu, 18 September 2021

 hai, kangen. 

tapi, segitu dulu aja ya. 

semoga bisa ketemu lagi lebih lama dalam bait bait kata. aku rindu.

rindu sama...suamiku, wkwkkw. #apasih

Minggu, 13 Juni 2021

These Day are My Hardest



these day are my hardest.

terima kasih Kaisa, sudah mudah tidurnya malam ini. Sudah aktif dan begitu ceria sepanjang malam tadi. 

terima kasih Ayah, yang sedang berjuang cuci clodi detik ini.

dan tak lupa, last but never least. 

Terima kasih diri, sudah berjuang sejauh ini. Kita pahami pelan-pelan, dan cari solusi lagi ya.

Aku sayang kalian.


Yang tak pernah habis sayangnya, terima kasih Allah, curahan peluk sayangnya, yang membuat detik ini kami masih lengkap bertiga. Tak kurang suatu apapun.

Semoga semakin hari, makin bijak jiwa kami. Makin baik perilaku kami. 

Peluk hangat erat. Aku tanpaMu sungguh bahkan lebih kecil dari butiran debu. 

Ahad, 13 Juni 2021

-sejatinya sejak Rabu 9 Juni 2021

Selasa, 08 Juni 2021

Perempuan dan ....

Entah harus ditutup judul apa tulisan kali ini. Perempuan dan apa?

Such a miracle pagi ini bisa nulis, di tengah deadline yang juga sudah lewat dan tak kunjung usai tugas menulisku yang lain. Anak dan suami yang kondusif, semoga sampai tulisan ini selesai bahkan sampai lekas menyiapkan sarapan dan usai tugasku yang lain. Allah maha mendengar, kan?

Pagi belum berjeda begitu lama sejak kuterbangun dan subuhku menyisakan gelisah. Tentang semalamku yang hanya mampu kuisi menidurkan anak nyaris satu jam dan berlanjut aku yang terlampau lelah meniti hari. Dan merasa ga guna ga ngerjain apa-apa selain itu huhu saddd. Meninggalkan anak yang terlelap dan suami yang begadang berupaya mencari tambahan pemasukan. Semoga Allah ridhai. 

Masih kuingat perbincangan di atas motor Ahad lalu. Tentang circle Hilmy yang menyebutkan lingkaran pertemanannya di mana suaminya kerja di mana, istrinya kerja di mana. Yang jelas keduanya hi companies dan Hilmy ga kebayang gimana pemasukannya ya. Belum ada tanggungan anak. Suatu waktu kalau keadaan memaksa, mungkin yang menjadi pilihan bukan istri yang resign tapi nyari pengasuh. I don't talk this choice is bad. Semua punya pertimbangan masing-masing dan setiap keluarga akan choose their battle, with all consequencies. 

Kemarin Hilmy cerita lagi, masih dalam lingkungan yang kusebut di atas. Tentang pasangan yang sebelum menikah berjanji, kalau yang lelaki tidak akan merokok lagi, dan yang perempuan tidak akan minum lagi. Even pas Hilmy ketemu, yang  lelaki merokok juga. Entah sembunyi-sembunyi atau bagaimana. Bagiku sangat tidak make sense sih. Main belakang berarti siap dimainbelakangi juga. Apakah gapapa kalau istrinya kelak minum lagi? Entah.

Pagi ini sebelum subuh buka laptop. Entah bagaimana lupa, ada page yang belum kututup dan membawaku pada linkedin istri pasangan yang kuceritkan di atas. Kubaca satu per satu. Jiper lah. Ahaha. Sekolah rasanya level internasional semua. Dari elementary sampai s2. Bekerja level senior di company yang levelnya mantap lah. Seketika memang jadi minder der der. Ahaha. Lalu teringat perbincangan Ahad kemarin (belum kuceritain semuanya sih di sini). Juga perbincangan kemarin sama Hilmy.

Jadi, baiklah akan aku tuliskan resume isi obrolan kami dari Ahad, senin, sampai pikiran selasa pagi ini wkwkkw. 

Di dunia kapitalis ini, mudah sekali kita membandingkan diri atau jangan membandingkan dulu lah, melihat dan terpapar saja dulu, dengan kesuksesan dunia. Pendidikan tinggi, kerja di company yang bagus, gaji tinggi, lingkaran pertemanan dan jaringan yang menguntungkan, tempat tinggal dan kendaraan yang nyaman, cantik modis atau percaya diri berpenampilan apa saja. 

Sukses dunia. Bisa membuat iri siapa saja yang tak bersih hatinya. 

Sampai di tahu fakta bahwa minum pernah jadi hal yang dilakukannya, entah kebiasaan atau level coba-coba. Bagiku selesai sudah. Berhenti sampai situ, cukup merasa jipernya. Aku sangat paham tentang memisahkan persoalan pribadi atau tetap menghargai ilmunya. Seratus persen aku setuju. Tapi menjadikannya sebagai panutan atau orang yang dikagumi atau orang yang di "waaaaw" itu memang tidak perlu sama sekali (bukan aku sih, tapi bagus aja buat memilih diksi wkkwkw). Yang teringat sama seperti perbincangan di keluarga dulu waktu memilih pasangan, kalau merokok, blacklist, wkwkwk. Duh tapi kalau kalian cuma baca tulisan ini sangat berpotensi salah sangka nih, bingung juga baiknya gimana menuliskannya. 

Semua keluarga memilih their own battle. And every woman does. Setiap perempuan akan memilih karir atau tidak, berteman dengan siapa, dan segala keputusan lainnya terutama di situasi sulit. Aku bilang sulit karena memang begitulah perasaannya. Bagaimanapun terlihat mudah, tentulah terlatarbelakangi oleh banyak pertimbangan keputusan, emosi, jiwa, dan raga. Dalam case di atas, ketika asumsiku bermain, kita tidak pernah tahu apa yang melatar belakangi minum, misalnya. Bisa pola hidup keluarga, pertemanan, atau habit di luar negeri yang 'memaksanya' demikian. Aku pernah program summer di Jepang dan merasakan sendiri habit temen-temenku yang aku bisa bilang intelek wkwkwk untuk ketemu minum sebagai penghiburan mereka setelah stres belajar. Walaupun aku jadi ingat kata Buya Hamka kalau ga salah ya, bahwa kita akan ketemu yang kita cari. Toh, aku ingat juga Teh Karin jadi hijrah justru di luar negeri. Pun ada temenku yang lain yang kurasa jadi lebih jauh mempelajari Islam bahkan mengubah cara berpakaiannya menjadi lebih tertutup setelah belajar di luar negeri. 

Aku hanya ingin menhighlight kata seorang ustadz, jangan kita iri sama orang yang bukan pengemban dakwah atas kemudahan hidupnya. Kalau by case yang sempat kita obrolin di motor, barangkali teman-teman itu ya incomenya banyak, didapat secara mudah, kek ga ada kesulitan hidup lah pokoknya. Tapi kalau kita melihat ya setiap orang pasti punya ujiannya kan, beda-beda aja ujiannya. Terus ((huaa terus Kaisa bangun)).

Okay mari kita lanjut. 

Sisi lain, kita sama-sama paham kalau sistem sekarang ini kapitalis. Jadi ya udah sistemik. Media sosial dibangun oleh sistem kapitalis. Kita yang mengonsumsi makin mudah terpapar sama hal-hal duniawi (ya ukhrowi juga bisa jadi siih, tapi liat ajalah mayoritasnya apa buat kita dan mayoritas orang kek gimana nyerep informasinya). Jadi karena kita terpapar oleh hal-hal seperti itu, bisa muncul iri, ketidakpuasan dan ketidak-qanaah-an, pengen kaya a b c d yang bisa dan punya ini itu, merasa ingin macem-macem lah. Jadilah bisa jadi orang mikirnya ya kapitalis. Mana yang berpotensi cuan lebih banyak, karir mana yang easy dan gajinya gede (lupa sama aspek ketenangan dan lain sebagainya yang gabisa dinilai dengan uang), jadilah orang pada akhirnya berlomba di bagian kapital.

Sambil merenung juga sih kita. Kayak, ada temen, usia lebih muda dari kita, abis lahiran anak ketiga, aktif di dakwah dan mungkin secara ekonomi juga masih struggle. Tapi, dia tenang-tenang aja tuh hidupnya. Orangnya optimis, semangat buat dakwah, dan lain sebagainya. Teman lain juga abis lahiran anak keempat, belum ada mobil, dulu juga bertiga kemanamana naik umum atau motor anter jemput suami, tapi yaudah tenang aja tu hidup. Suami juga jadi flashback, waktu dulu pindah kantor pertama, gaji turun, tapi dapat temen soleh-soleh, tenang ga mikir macem-macem, bahkan dapet istri juga wkwkwk.

Yah begitulah, hidup berjalan. Kita perlu memilih mana yang kita mau berjuang di dalamnya dan mana yang tidak. Semacam gini deh gampangnya, mau ribet sama stimulus anak yang macem-macem misalnya, terus gasempet nyuci, akhirnya ada yang nyerahin ke laundry. Mau ribet ngurus makan anak sampe nyuapin yang sering menguras kesabaran tapi weeeey ningkatin bonding anak sampe dewasa, atau yaudah kasih aja ke orang lain atau pengasuhnya, tapi ya easy ga usah ribet dan ga menguras kesabaran, tapi ya...melewatkan sesi bonding itu. Choose your battle, mak. Choose your battle for our family. Bahkan sesederhana mau shalat di awal waktu atau enggak, juga choose your battle kan.

Akhir kata, setiap orang juga bisa berubah ke arah yang lebih baik. Allah berhak menunjukinya. Jadi tulisan ini tidak ada judgement pada pihak manapun dan aku percaya bahwa setiap orang bisa berubah ke arah lebih baik, termasuk cerita pengantar di atas. Legaan dikit euy cerita, jadi ingat masa-masa sebelum meniqa apa-apa diceritain di blog wkwkwk. 

Terima kasih ya Allah sudah beri nikmat waktu dan kesempatan ini. Besok lagi, ya :")

Kamis, 08 April 2021

26 Today

Getting 26 today with many dreams not come true yet. And doing nothing about writing wishlist or hope or something to pursue a year later.

Sebenarnya bahkan udah gak mau nulis apa-apa, atau nulis besok besok aja untuk mengurai pikiran. Eh tapi kok sayang ya gak nulis.

InsyaAllah besok besok ketemu lagi, ya.

Salam, dari aku yang masih pengen jadi penulis buku anak. Dan mulai mikir serius ke arah sana. Ahaha, semoga ya fit.

Sabtu, 20 Februari 2021

Tengah malam, dengan segala letih dan khawatir, tak ada sinyal wifi entah kenapa pun bablas aja tethering.


cuma mau bilang, apresiasi buat diri sendiri.


terima kasih ya fitri, sudah berjuang.

6 bulan perjalanan jadi ibu. tentu nggak mudah.

terima kasih, terima kasih sekali.

sudah beradaptasi banyak hal sampai di titik ini. 

melow bgt rasanya. nangis ga karuan, seperti merayakan sendirian. ah, entah merayakan entah setengah merasa terpuruk sebagian, rasanya jadi tak ada bedanya.

belajar terus mengenali kebutuhan diri, tiada henti. kadang rasanya capek sekali.


baru kali ini ngomong makasih ke diri sendiri sebombai ini rasanya.

Kamis, 21 Januari 2021

#sisakemarin: Tsani dan Ipeh

 


#sisakemarin, Rabu 20 Jan 2021, terjaga sejak nyaris pergantian hari di Selasa
feeling good ingat masa-masa bercengkrama mereka di bumi Sakura sana :")

Rabu, 20 Januari 2021

Ali Si Pemanggul Gandum Misterius

read: karena buat bahan pengen post di ig jadi wording captionnya gak akan banyak iklan seperti biasa haha. Yang aku posting di sini tulisan asli yang ga muat di caption ig yah. Biasa, sulit emang kebanyakan karakter 😂


Pagi ini nangis baca buku ini. Tentang Ali putra Husein cucunya Rasulullah salallahu alaihi wasallam. Sebelumnya aku belum pernah tau tentang sosok ini sepanjang hidupku; ya Allah sedih amat yak.⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣

⁣⁣⁣⁣⁣⁣Singkat cerita part yang bikin nangis adalah, saat dewasa, Ali ini dagangnya lancar dan mendapatkan keuntungan yang banyak dari tahun ke tahun. Allah izinkan kekayaannya melimpah.⁣⁣⁣⁣

⁣⁣⁣⁣⁣⁣Namun, Ali dianggap sebagai orang yang pelit karena tidak pernah '𝙩𝙚𝙧𝙡𝙞𝙝𝙖𝙩' memberi sedekah pada orang lain. Orang-orang mencemooh. Katanya, "Untuk apa kaya, tapi pelit?"⁣⁣⁣

⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣Di sisi lain, beberapa kali saat malam tampak sosok misterius yang suka memberi sedekah pada para fakir miskin. Ia panggul sendiri karung gandumnya di tengah malam gelap; karung yang ia letakkan langsung, tepat depan pintu rumah para fakir miskin.⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣

⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣Kejadian ini berlangsung bertahun-tahun. Berkat jasa orang misterius ini, tak ada yang kelaparan saat itu. Tak ada yang tahu siapa ia.⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣

⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣Sampai suatu hari Ali bin Husein meninggal dunia. Keluarga & para sahabat yang memandikan jenazahnya menemukan bekas luka menghitam di pundak Ali. Bekas luka yang tampak seperti luka seseorang yang sering memanggul beban berat di pundaknya.⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣

⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣Penduduk Makkah menerka-nerka. 𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘪𝘴𝘵𝘦𝘳𝘪𝘶𝘴 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘈𝘭𝘪 𝘣𝘪𝘯 𝘏𝘶𝘴𝘦𝘪𝘯?⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣

⁣⁣⁣⁣Benar saja. Keesokan harinya, tak ada lagi karung gandum di depan rumah para fakir miskin. Sampai hari-hari berikutnya pun tak pernah ada lagi sosok pemanggul gandum misterius itu. Akhirnya semua orang menyimpulkan bahwa sosok misterius itu adalah Ali bin Husein.⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣

⁣⁣⁣⁣⁣⁣I couldn't hold on my tears. Benarlah ini dibilang salah satu buku selebritas langit. Biar apa kata dunia, dikenal Allah aja itu: sudah cukup. Kalau dikenal dunia bisa membuat kita disayang Allah ya tentu boleh banget. Kisah Ali menjadi kisah sederhana yang mengingatkan bahwa ga perlu peduli sama kata orang selama kita terus beramal baik. Dicemooh pun, ia merasa ga perlu mencari pembenaran & pembuktian kalau 'akutu ga seperti yang kalian bilang loh'.⁣

⁣⁣Dan hebatnya, ia jaga erat-erat sampai akhir hayat :")⁣⁣

Kaisa 5 Bulan

Waktu berjalan; cepat maupun lambat.
Kaisa hari ini memasuki usia 5 bulan. Rasanya udah kayak bayi remaja.
5 bulan jadi ibu, banyak sekali yang terjadi *hua mulai merinding, jangan nangis plis wkwk
Lalu tetiba aku membayangkan masa Kaisa beneran beranjak remaja dan mungkin sudah ada bahasa gaul pada masanya ia tumbuh, wkwkwk ini akan jadi bahasa jadul yang gak kekinian sama sekali hahaha

Kaisa di usia ini belum bisa tengkurap. Kadang cemas, tapi alhamdulillah sedikit saja. Ingat tugas penting orang tua adalah percaya dulu sebelum anak bisa melakukannya. Jadi so far percaya penuh sama Kaisa. Baru kalau memang secara akademik sudah red flag atau menujunya (semoga saja tidak), kami insya Allah akan konsul lebih serius ke ahlinya. 

Ah tapi, ketimbang fokus pada hal yang belum Kaisa bisa. Kaisa sungguh tumbuh begitu menakjubkan. Hebat ya, usia sangat kanak-kanak ini kalau diamati betul, benar-benar menunjukkan keMahaBesaran Allah. 

Hal paling fenomenal akhir-akhir ini adalah: Kaisa bisa mundur-mundur. Bukan merangkak tentunya karena memang belum kapabilitasnya di usia segini dan kami pun bukan yang bangga kalau dia lompat milestone, karena mengamini bahwa lompat milestone justru perlu dicek lagi karena tiap milestone penting untuk fase tumbuh kembangnya. 

Terjauh selama ini adalah Ahad kemarin, ditaruh di kasur potongan di ruang tengah, dia mundur sampai karpet, lalu lantai (yang mana ubin dan orang dewasa mikirnya itu dingin), sampai lintasan kabel internet dan hampir masuk kamar umi. Hua terhura.

Kalau kata Hilmy, Kaisa kayak udah makin ngerti diajak bicara. Aih, jadi feeling guilty kalau aku bareng Kaisa tapi masih nyambi pegang hape.

Menjalani 5 bulan menjadi Ibu, jujur bukan hal mudah sih. Banyak sekali yang perlu kami sesuaikan, kami pahami, kami kendorkan standarnya. Terutama aku sebagai ibunya. Tapi tentu saja ayahnya juga berperan banyak. Banyak sekali. Terutama juga untuk kewarasan ibunya. wkwkwk lah malah kesini yah.

Lama ga nulis blog emang asa bikin kangen mengejawantahkan pikiran satu satu pelan pelan sampai yang ga kepikiran tadinya pun ikut pengen dituliskan.

Jadi kenal diri sendiri lagi, oh ternyata masalah utamanya tuh aku masih terlalu mudah merasa iri, misalnya (asli ga gampang jujur di pblic space, tapi aih blog mah saha nu maca yah, biarlah jadi kenangan pribadi). Jadi berusaha lebih buat bisa deep talk bareng pasangan. Yah, walau mungkin masih banyak juga yang belum dilakukan. Ah jangan sebut banyak lah, kayak ga menghargai diri sendiri aja. Masih ada yang belum dilakukan. Nah gitu lah, hehe.

Kaisa kalau bangun pagi suka senyum-senyum. Menyenangkan sekali.
Kaisa kalau ditengkurepin, sudah bisa angkat kepala tinggi sekali. Tangannya juga pijakannya sudah bukan ke siku, tapi telapak tangannya. Pun kadang sudah mau angkat tubuhnya kayak mau push up aja.
Kalau baca buku bareng Kaisa, dia merhatiin, kayak pahaaam gitu.
Kaisa suka menyemburkan ludah sekarang, kayaknya udah dari bulan lalu sih. Kami memberi nama perilakunya itu sebagai "habu habu". Soalnya bibirnya akan buka mulut dulu haaaa lalu brrrruuuuu, nyembur deh, haha.
Kaisa masih sua mempertemukan kedua tangannya di hadapan, mainin, ngeliatin.. Sebagaimana yang ada di checklist point buku tumbang anak.
Oh iya! Kaisa sudah punya mau sekarang. Sudah punya teritori. Jadi kan dia lagi suka ditengkurepin dan mundur-mundur gitu yah. Kalau diangkat-misal kayak kita mau shalat git uterus khawatir dia kecapean kalau tengkurep terus, atau area yang dia tempatin buat tengkurep mau dipake shalat-kadang jadi nangiiiis hihi lucu yah.
Kalau ganti popok kadang miring-miring gitu, jadi agak leulah baliinnya biar lurus dulu sejenak make popok dulu.
Oh ya ritme BAB-nya agak beda lagi nih dari sebelumnya. Belum ketauan polanya.
Hihi apa lagi yah.

Sebulan lagi Kaisa makan. Aku jujur agak degdegan sih. Bismillah yah naak.

Turbulensi menjadi ibu pastilah naik turun dan ada lagi ada lagi di setiap fase usia. Kadang usia segini udah kepikiran nanti gimana. Yah begitulah tipikal buibu kayak aku yang suka kebanyakan overthinking. Pelan-pelan mau dikurangin lah, bikin capek kalau ga terkontrol soalnya. Sebelum nikah kerasa, makin punya anak makin kerasa lagi.

Punya anak memang hidup akan bukan tentang diri sendiri lagi. (Naha jadi bahas ini yah, asa kepikiran tiba-tiba). Kami belajar banyak yang mungkin baru disadari ketika hening dan menulis. Tapi memang dasar manusia yang umumnya tidak dibiasakan menghargai diri sendiri sejak kecil. Melihat hal ini emang jujur, sulit. Masih banyakan fokus sama hal yang belum selesai atau belum terlaksana. Aih, jadi kepiiran tiba-tiba bikin buku anak berjudul Terima Kasih, Diriku.

Banyak sekali yang kalau dirasa-rasa, waktu seolah direnggut dan direbut (nangis loh nulisnya asli), padahal tanpa sadar nabung buat akhirat. Banyak sekali yang dirasa-rasa menimbulkan iri dan kesal, padahal mungkin sedang belajar mengenali kebutuhan diri dan belajar mengisi tangki cinta dengan beljar meminta bantuan. Banyak sekali adaptasinya. Bahkan aku ngerasa punya temen banget baca dua HL nya Teh @annisast seputaran baby blues dan adaptasi jadi ibu. 
Memang gak mudah.
Kalau ada yang mudah, ya gak semua orang seperti itu, jadi tidak apa-apa.

5 bulan jadi ibu, kadang ngerasa oh whyyyy kenapa yang harus dipelajarin banyak banget. Kenapa kenapa kenapa jadi ibu mesti tau ini itu. Kenapa jadi ibu ga pernah diajarin di jenjang sekolah manapun padahal ini lifeskill kehidupan semua perempuan mau berpendiidkan atau tidak. 
Kesel karena skill dalam berkehidupan ini lebih penting dari pelajaran fisikaku dulu; rasanya.
Seumur hidup pula.
Kenapa urusan berat badan aja bikin khawatir. Kenapa orang kadang menyederhanakan khawatirku. Kenapa orang mengkhawatirkan yang aku gakpapakan.
Memang jadi banyak hal terasa setelah punya anak sih. Bahkan khawatir akan friksi atau perbedaan pola asuh dan pendapat dengan orang tua, mertua, atau keluarga besar, dan orang-orang lainnya mulai terasa munculnya. Lebih terasa dibanding awal menikah.

Kadang kalau liat Kaisa, kepikiran juga bahwa rasanya ingin aku genggam waktu. Waktu masih mudah melihat senyum dia, selama apapun. Sebebas apapun. Menikmati waktu. Menikmati canda tawa dan bersama-sama. Waktu dia belum punya ingin yang dibuat-buat dan menjadikan tangis sebagai senjata. 
Emosia bayi yang natural, tanpa rasa ingin sesuatu yang disembunyikan sebagai alasan. Emosi yang jujur bahwa ia hanya ingin ditemani dan bersama-sama. Seolah kami orang paling penting seumur hidupnya, tak terganti dan tak tertukar sesiapapun.

Haduh, nangis lagi.

Senyum menyenangkan dan menenangkannya. Senyum pricelessnya yang melelehkan hati. Atau bahkan tawa renyahnya yang memikat hati sesiapa saja kecuali kalau sebelah lagi asik hapean #eh. 

Kadang ada perasaan gak rela mengetahui bahwa senyum tulusnya sewaktu-waktu akan berubah. Seiring berjalannya usia akan lebih dewasa dan bisa memilih untuk memberikannya pilih-pilih.

Tapi nak, Ibu harap kita selalu punya alasan untuk senyum tanpa alasan yah.(lah bingung yah)
Semoga kita selalu bisa meredam dan menenangkan, serumit apapun hari itu. 

Ibu lihat jam. Pukul 03.18. 5 bulan lalu Ibu baru sampai klinik tampaknya, berjalan kesusahan sembari menahan kontraksi; pesan cinta darimu untuk lahir ke dunia. 

Salam sayang, Ibu.