Hal-hal demikian seringkali mengingatkan saya saat menempuh perjalanan Sendai-Tokyo bersama Alim usai ikut TSSP. Tsani, adik kelas saya memesankan kami bus untuk menuju Tokyo. Karena dipesan jauh-jauh hari, kami mendapati nomor kursi 1A dan 1B kalau tidak salah. Intinya 2 kursi itu ada di paling depan sekaligus posisinya ada di belakang supir.
Tentu saja ada-dan mungkin banyak- hal-hal yang ingin kami perbincangkan selama di perjalanan. Tapi suasana di bus sangat sepi dan kami berusaha bercerita dengan suara sepelan yang kami bisa.
Sampai pada suatu pemberhentian lampu merah, supir bus berdiri dan menoleh pada kami (lokasi duduk sopir bus lebih rendah daripada penumpang). Ia tentu saja bisa menebak bahwa kami bukan penduduk Jepang. Lalu dengan bahasa isyarat, ia meminta maaf dan meminta kami agar tidak berisik sehingga tidak mengganggu penumpang lain. Kami yang saat itu diperingatkan, dengan malu sekaligus kaget seketika mengatakan, "Summimasen, summinasen". Lalu bus kembali berjalan ketika lampu sudah hijau.
Seelah itu, saya dan Alim memang tidak otomatis diam seribu bahasa selama perjalanan menuju Tokyo. Tapi tentu saja kami jadi lebih tahu diri. Kami dengan suara pelan yang kini tidak mengeluarkan suara atau dengan bahasa tulisan hp mengobrol. Kami sama-sama sangat mengagumi penghormatan orang Jepang terhadap privasi orang lain. Ketenangan barangkali sudah dimiliki sebagai hak asal yang dimiliki tiap orang, sehingga mengganggu ketenangan adalah hal yang perlu izin. Bukan sebaliknya. Pada umumnya kita sering merasa orang lain berisik sehingga kita perlu menegur jika merasa terganggu. Dan melihat apa yang orang Jepang lakukan (dan ketika menulis hal ini) saya jadi sadar bahwa itu terbalik. Yang berperan sebagai awalan harusnya adalah kondisi tenang itu sendiri, sehingga, untuk mengusiknya kita perlu meminta izin.
Oh ya, bus yang kami naiki ini bukan bus yang paling bagus tentu saja. Tapi sedikit cerita, bus yang nyaman sekali seperti willer, punya semacam tudung kepala seperti kereta bayi agar dalam perjalanan jauh penumpang sangat nyaman an terlibdungi privasinya. Di bus yang kami naiki (dan tentu saja lebih murah) ini, tambahan untuk perlindungan privasi pun ternyata tetap ada :"" yakni ada korden pada kursinya. Jadi dalam bus pun penumpang tetap punya ruang privasi :')
Saya dan Alim kala itu juga membicarakan tentang kondisi di negara asal. Ketika musiklah yang justru disetel oleh supir untuk membuatnya tidak mengantuk. Dan sejak kejadian ini, kalau saya naik bis dan supirnya menyetel lagu (dan biasanya
Ini kalo dibahas panjang, bisa sampe tampilan tidak menyenangkan dari visual yang ditampilkan di bus-bus dan memberi masukan yang tidak baik, apalagi kalo buat anak-anak. Padahal kita semua menginginkan transportasi umum yang nyaman-
tempat servis motor
11.45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar