--twit Maryam hari ini, dimention ke saya.
Pikiran saya segera melayang pada sms kami beberapa minggu lalu. Berbicara tentang perasaan selalu menarik, bukan? Mengidentifikasinya satu-satu, membicarakannya berlama-lama. Menebak-nebak, apa yang sesungguhnya terjadi pada diri kita. Dan Maryam selalu menjadi teman yang menyenangkan ketika sama-sama membahasnya. Ah, tentang mendefinisikan perasaan, saya jadi ingat tulisan ini.
Fit, perasaan suka itu banyak prasangkanya ya. Tapi menurutku, perasaan jadi menarik karena prasangka itu. Iya gak Fit? Menurutmu gimana?
Kalimat itu mengawali sms-an kami beberapa minggu yang lalu itu. Kalimat yang cukup mengagetkan sebenarnya. Kenapa nih Maryam tiba-tiba ngomong begini? Tapi mungkin saya sama saja dengan dia. Terkadang, terinspirasi, hanya mendengar, atau terlintas beberapa kalimat atau bahkan sekadar beberapa kata yang menarik untuk didiskusikan selalu membuat kita gatal untuk membaginya pada teman, bukan?
Prasangka dan perasaan. Dua hal yang sebenarnya dekat. Orang-orang yang memiliki perasaan (you know what the context lah :P) seringkali berprasangka, bukan? Nah, jeleknya adalah prasangka kadang membuat seseorang terbang dengan prasangkanya sendiri. Padahal bisa jadi apa yang ditebak-tebak jauh dengan kenyataannya. Dan terlalu banyak berprasangka bisa jadi malah melenakan : membuang waktu dengan hal-hal yang sesungguhnya terlalu remeh untuk kita pikirkan. Lagi-lagi perasaan saja yang membuat prasangka itu seolah penting untuk dipikirkan. Ada yang lebih berhak dipikirkan, padahal :)
Gatau random mikir gitu, hehe. Tapi coba kalau kamu suka sama orang, terus bilang aja gitu gapake rahasia2an, trs dianya jg. Kan jd gaseru*lah hehe.
Karena perasaan suka sama orang itu jadi menarik ketika ada prasangka2, pertanyaan2 di benak. Ya ga sh?
Tp emg kdg ada hal2 yg kt ga bs ketahui kan? Seperti perasaan manusia.
Maryam benar. Bagi orang-orang yang memahami dengan baik konsep perasaan ini-atau setidaknya sedang belajar menuju arah sana : memahami urusan perasaan dengan sederhana diliputi pemahaman-pemahaman baik yang ada pada jalurNya, menyatakan perasaan bukanlah pilihan. Apa yang bisa didapat dengan menyatakan suka? Setelah bilang, lantas apa? Kelompok ini tidak akan memilih jalan pacaran sebelum menikah. Karena janji Allah adalah semua akan mendapat yang setara : baik untuk baik, dan buruk untuk buruk. Walaupun-kami juga membahasnya dalam alur sms kami- pasti ada juga orang-orang yang meminta dipasangkan dengan seseorang. Ah, tiba-tiba saya jadi ingat percakapan lainnya dengan seorang sahabat tentang hal ini, tentang memaknai firman ini dengan pemaknaan yang salah(akan saya pos di tulisan lain). Janji itulah yang ajaibnya membuat seseorang terus berusaha memantaskan diri untuk seseorang yang dipersiapkan Allah kelak.
Kemudian pembicaraan kami malah berujung pada betapa masih jauh dari siapnya kita buat ke arah sana. Ya iya juga sih, wajar, umur kita juga rasa-rasanya belum memadai Tapi kalau denger cerita orang yang udah berani ngambil jalan menikah-apalagi yang masih muda- itu rasanya jadi pelecut diri sendiri. Umur segini udah bisa ngapain coba? Setidak-tidaknya berbicara persiapan adalah berbicara soal akhirat juga. Sekalipun misalnya, cuma sekadar baca buku-buku sirah nabi maupun sahabat-sahabat beliau maupun para shahabiyahnya. Begitu banyak yang bisa diteladani dari beliau-beliau, bukan?
Karena bicara jodoh adalah bicara hal yang jauh : akhirat, surga, ridha Allah. Bukan semata-mata dunia.Kalimat ini saya dapet dari sini. Subhanallah banget kata-katanya :)
Wah, kenapa malah jadi bicara menikah? Melenceng sedikit dari masalah prasangka terhadap perasaan nggak papa ya :) Semoga tetap bisa diambil hikmahnya :)
btw, dear Maryam Zakiyyah, suatu saat nanti kita akan merindukan percakapan-percakapan macam ini lagi :")