Minggu, 09 November 2014

Andini

 Andini baru saja sampai kos-kosannya saat hujan tiba-tiba turun deras.
Seperti tadi pagi saat ia baru saja berangkat. Jam enam kurang dua puluh, atau lima belas.
Andini berjalan menghampiri kasurnya. Menghela nafas panjang. Ada yang mengerti? Bahkan dirinya pun tidak mengerti,
Andini tahu, dirinya sedang dalam titik tertekan. Bahkan ia tidak merasa lapar walau makan terakhirnya kemarin siang. Dan ini sudah malam pada hari berikutnya. Padahal, kadang-kadang malah jam sebelas pagi dia sudah lapar walau sudah sarapan. Andini tahu dia sedang stress.
Andini mengendarai motornya hanya kisaran kecepatan 30-40. Jarang sekali sesungguhnya ia mengendarai hanya dengan kecepatan itu. Tapi rasa-rasanya ia ingin lebih lama duduk di motor. Biar ia menjalaninya pelan-pelan. Biar ia bisa memarahi dirinya sendiri sepanjang perjalanan. Biar ia bisa bebas berteriak tanpa seorang pun tahu. Biar ia menangis tanpa ada yang peduli.
Sepanjang jalan.
Bahkan rasa-rasanya ini setelah sekian lama ia menangis tanpa langsung diseka. Air matanya mongering sepanjang pipi. Rasanya pipinya menjadi kaku. Aneh.
Kalau kalian tanya Andini kenapa. Dia pasti tidak menjawab. Ia malu sekali menjawab. Takut menjadi keluh yang berlanjut peluh.
Ia hanya butuh doa, mungkin sampai saat ini. Sampai kalian berhasil menebak dan tangisnya pecah di bahu kalian. Doakan saja agar kuat dan sabar selalu Allah anugerahkan untuknya.

2 komentar: