Hari ini, aku baru menyadari : entah sudah berapa kali aku
eprgi ke toko buku tanpa membeli buku apapun.
Dan kemudian tanpa sadar perasaan-perasaan itu membuncah. Hadir.
Aku jadi berpikir pergi ke toko buku semacam upaya menghadirkan
perasaan-perasaan itu lagi. Entahlah, aku tidak pernah secara sadar
memikirkannya. Dan tidak pernah secara sadar perasaan itu terlintas di benakku.
Hari ini aku pergi ke toko buku dengan rencana untuk
membeli. Buku apa biar kupikirkan nanti sesampai di sana. Bukan pilihan yang
bijak sebenarnya karena aku tahu aku masih punya stok buku yang belum dibaca di
box bawah ranjangku di asrama.
Tapi sampai sana. Entah, seluruh perasaan itu lenyap
seketika. Padahal aku mengantongi voucher pemberian Fahri. Voucher seratus
ribu. Maka bukan karena tidak ada uang atau harga buku yang ingin kubeli
terlalu mahal untuk kujangkau karena adanya voucher itu.
Entahlah. Entahlah. Entahlah.
Aku memikirkan banyak hal : yang tiba-tiba bermunculan di
kepala.
harga buku mahal
sekali, ya
buku ini desainnya
bagus
buku ini menarik
wah ini buku Rene
Suhardono yang waktu itu ngisi seminar Kompas di UGM!
Buku Ollie yang itu
belum ada ya? Masih 0 stoknya…
Seri buku Why…. Wah
yang ini temanya menarik! Ah, satu saja harganya tujuh puluh lima ribu. Kapan
aku bisa beli seluruh setnya?
eh ini buku yang popular
dulu di asrama. Belum baca sampe sekarang L
kapan ya bisa baca…
aaaah pengen beli
serial supernovanya Dee yang masih kover lama. Ah Fit, buku yang sekarang aja
masih banyak yang belum dibaca!
eh ini ada 99 Cahaya
cover lama. Coba dulu Abi beli di sini, bukan cover film itu yang nantinya ada
di rumah.
Waaaa ini buku cerita
karyawan Microsoft yang mendirikan Room to Read. Aku baru tahu kalau pendiri
Room to Read itu awalnya karyawan Microsoft. Amazing sekali dia memberantas
buta aksara di belahan dunia *mupeng pengen beli*
Buku biografi Steve
Jobs masih segini harganya. Dulu Arum pernah punya dan bikin pengen baca. Eh tapi
kayanya kemarin di Toko Mizan yang di penerbit Bentang ada duadua serinya.
Wah ini buku biografi
Hatta satu set sampai tiga buku *habis kagum gara-gara DT nonton MataNajwa
tentang Hatta*
Aaaaah ada buku tentang
Habibie yang warna-warni *tertarik*
Ah, kapan bisa beli
dan disiplin baca banyak buku kayak gitu ya… L
.
.
.
Saya rindu zaman SD di
mana saya sering sekali meluangkan waktu untuk baca buku…
.
.
.
Saya ingin jadi
penulis
.
Dan untuk jadipenulis
harus banyak baca. Saya tahu itu. Ahaha, baca Fit. Baca yang banyak. Liat tuh
Kiki. Liat tuh Ditta. Lihat wawasan Mas “Multitalented” Dhama. Contoh Bang
Bahtiar. Lihat tuh Andwi dengan bacaan 25 buku dan karyanya yang nyastra.
Berguru sama anak-anak sastra. Masih ngimpi jadi penulis kalo bacaan cuma segini?
Mbak Arkandini bilang,
kangen kan sama era Helvy Tiana Rosa dan Asma Nadia kala sastra islami tumbuh
dan sedang pada puncak-puncaknya?
Belajar Fit. Kamu sudah
banyak ketinggalan.
:”
ditulis di Rumah Cahaya,
dengan banyak buncahan selepas dari Toko Buku dan Perpus Kota Jogja
pukul empat sore entah lebih berapa
hahaha, sama Fit. Rasanya juga selalu ada buncahan bahagia pas main ke toko buku, walaupun kalau aku beli pun tak tahu mampu baca atau nggak (nggak ngerti artinya --").
BalasHapusTerutama kalo lihat buku anak-anak yang desainnya selalu bikin :"""" Jadi selalu pengen beli buat diri sendiri atau future daughters & sons hehe
Selamat menggapai mimpi Fit!
Sipirili ! kenapa aku juga mikirnya samaaaaa ahaha. Pengen deh nis jadi penulis buku anak.
HapusSomehow, nerbitin buku bukan sekedar nerbitin buku.
tapi itu juga...
nerbitin impian :"