Minggu, 28 Desember 2014

Jarak dan Kereta

Keretamu perlahan-lahan akan berjalan pergi. Meninggalkan seluruh harapan, meninggalkan seluruh kenyataan.

Sebagaimana perasaanu ketika kereta kian mendekati stasiun sewaktu kamu baru sampai di tanah ini. Kamu yang mulai menghitung-hitung jarak yang kian mendekat. Kini kamu pun benar-benar mencermati, jarakmu kini kian menjauh. Kamu sedari tadi memandang ke segala arah. Sepanjang angkutan kota biru membawa dirimu. Mencari sosok seseorang yang sejak lama ingin kau jumpa tanpa janji yang dibuat-buat. Biar takdir yang pertemukan, katamu.

Nyatanya kamu tahu tak ada hasil tanpa usaha. Tapi kau masih berkutat pada prinsip itu saja. Prinsip itu saja. Sejak kakimu melangkah turun dua hari yang lalu di tanah ini, hatimu ribut berdoa soal pertemuan. Padahal kamu tahu, dua orang bertetangga pun kalau tidak diniatkan ketemu ya tidak ketemu. Kalau jam menyapu halaman dan menyiram bunga di teras rumah mereka berbeda, ya selesai sampai di situ. Jikalau mereka tidak sengaja bertemu, mungkin itu tersebab hal lain yang kita sebut skenario Tuhan.

Tidak ada kisah semenyenangkan Borno dan Mei yang tetiba Tuhan pertemukan di ruang tunggu klinik ketika mengantar Pak Tua. Apa kata takdir? Puluhan nomor telepon yang ditekan tidak akan mampu menghalangi langkah kaki Mei untuk melangkah ke klinik itu. Tuhan selalu punya rencana tak terduga.

Kamu bisa saja memilih nama itu dari kontak ponselmu. Mengirim pesan singkat. bertemu di manalah. Tapi lantas apa? Kalaupun bertemu lantas mau apa? Batinmu mengarang tentang memastikan keadaan. Sebagian yang lain menertawakan diri sendiri. Memangnya kalau sudah memastikan keadaan, lantas apa?
Kemudian kamu sadar, jangankan tak sengaja bertemu. Kamu sampai di tanahnya saja, kamu tidak memberi tahu. Jangankan ke orang itu. Bahkan pada media sosial pun tidak.

Kadang-kadang keinginan tidak sesuai dengan aturan. Sudah itu saja.


Suatu tempat, November 2013.
Mungkin pernah ada sedikit saja kesamaan yang terjadi ?

2 komentar: