Rabu, 30 September 2015

Baik

Dalam perjalanan singkat antara Stasiun Tugu sampai lampu merah pertigaan, saya berpikir soal apa definisi baik. Baik dalam artian yang dipahami secara serentak oleh orang-orang. Baik yang bagaimana yang dibilang baik. Apa yang terpikir kalau kita menyebut seseorang ini baik. Apakah perilaku yang dilakukantanpa harus berpikir, ini adlah suatu kebaikan?

Saya berpikir di atas motor, sampai helm kawan yang saya antar ke Stasiun Tugu jatuh tepat ketika saya melajukan motor saat lampu hijau. Saya panik. Di tengah keramaian kendaraan melaju saat lampu hijau, helm-yang bukan helm saya jatuh luntang-luntung. saya menepi, tepat di bawah traffic light. di bibir antrian mobil dan motor yang tidak sabar agar lampu kembali merah.

Saya berjalan kaki hendak memungut helm itu di tengah keraguan untuk menyeberang jalan tapi hanya setengah jalan (arena mobil dan motor masih melaju untuk mencapai antrian kendaraan). Hingga sebelum saya sampai, seorang perempuan berkaus rapi dengan gitar di kalungkan di bahunya lebih dulu berani menerabas jalan (yang bukan diisi oleh mobil berhenti pada titik itu), mengambil helm, dan memberikannya pada saya.

Saya tertegun, hanya bisa bilang terima-kasih.

Saya menuju motor dibawah traffic light. Bukan posisi yang wajar apalagi dalam kondisi saya mau belok kanan sementara traffic light itu ada di sebelah kanan, dekat dengan orang-orang yang mau jalan lurus. Tak lama kemudian, mbak tadi menggenjreng gitarnya, bernyanyi. Ia adalah pengamen.

Sebelumnya saya mengeluh karena helm itu jatuh, di tengah rasa letih yang mendera badan.

Tapi detik itu, rasanya Allah habis meenjawab pertanyaan saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar