Ada Santika. Ada keping rindu yang menyeruak. Dan bukan perasaan yang lekat namanya jika hadir tanpa alasan. Semua punya alasan. Jika kita tidak tahu, atau terlalu malu ntuk mengakuinya, maka Tuhan selalu tahu.
Kemudian kau bertanya, Kau kenapa?
Aku? Hahaha, kau tahu Santika, belakangan ini aku sering menertawai diri sendiri dibalik tangisan pilu sesungguhnya.
Dalam hidup, ada banyak yang datang dan pergi. Semua meninggalkan bekas dan sisa terhadap rasa.
Kesan untuk tetap menyenangi dan menyemai perasaan cinta, pada apapun.
Beri aku alasan untuk merasa cinta, Santika. Aku kembali tersenyum getir. Aku selalu benci keadaan ini, keadaan di mana alasan sulit sekali untuk ditemukan.
Kau menggeleng. Aku tahu dari dulu kau juga belum bisa membantuku menemukan jawabannya. Entahlah.
Kau tahu Santika, aku rindu saat di mana aku dapat melihat bulan dan bintang pada waktunya. Tidak kepagian seperti hari ini, dan bahkan hal yang seharusnya muncul lebih pagi malah (terpaksa) kuakhirkan. Aku benci Santika. Aku benci pada mereka yang tak mau mengerti. Aku benci pada mereka yang masih tak mau mengerti juga. Bukankah urusan ini seharusnya mereka tahu?
Atau aku yang terlalu naif pada kehidupan dunia?
Entahlah, mungkin sampai kapanpun jawabannya tak juga ditemukan. Hei bukankah ini memang sedari dulu? Kakak di kereta itu sudah bilang, kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar