Senin, 09 Juli 2018

Berharap Mushala, Diberi Masjid

Waktu itu Kamis. Pagi menjelang siang, saya ingin sekali di kantor ada mushala. Ingin menyendiri. Meresap dan mencerna baik-baik segala yang terngiang dan memenuhi kepala. Mencari tenang. Aih, kadang perasaan seperti ini munculnya bisa tiba-tiba, ya. Padahal waktu berangkat baik-baik saja.

Tidak sampai dua puluh empat jam, Allah lebih dari cukup mengabulkan doa saya. Saya diberiNya masjid. Juga seorang teman untuk saling bercerita pada jeda yang cukup. Membuat memori masa-masa asrama dan berdiam di masjid menguar dekat sekali. Rindu. Sayang, tidak sempat merekam langit-langit masjid dalam lembaran foto. Waktu menjadi terlalu berharga untuk dijeda barang sebentar.

Di perjalanan pulang saya tercekat, sungguh dekat sekali Allah mengabulkan doa. Lalu tercenung pada hal-hal yang masih saja saya ragu terhadapnya.

Padahal sampai Allah pertemukan saya pada pembicaraan di masjid, Allah juga beri aku hadiah-hadiah kecil. Pada sapaan tanya yang dibuka oleh seorang teman-yang mulanya saya insecure sekali terhadapnya. Pada obrolan kecil dengan teman-teman lainnya yang menyeling pekerjaan.

Ya Allah, aku minta maaf jika masih saja menggantungkan penyelesaian masalah pada langit-langit  hati sendiri. Mengira-ngira penyelesaian muncul dari diri sendiri. Sombong sekali, ya? Bukankah Engkau penggenggam segala hati, pun jua yang menggenggam hati orang-orang di sekitarku yang boleh jadi aku satu dua punya perasaan bersalah terhadapnya.

Ah, kalau sama Engkau saja aku masih ragu, maka siapa lagi yang bisa aku percaya?

Catatan Kamis, 5 Juli 2018
untuk segala pihak, terima-kasih
banyak sekali aktor skenario Allah untuk momen dan fase ini



Tidak ada komentar:

Posting Komentar