Kamis, 12 Juli 2018

Sederhana

Ada tiga tokoh-baiklah, fiksi-yang akhir pekan lalu mencuat ke ingatan. Ketiganya aku kagumi karena kesederhanaannya. Aku sebenarnya mikir-mikir lama juga mau pos ini karena khawatir orang nyinir dengan tokoh fiksi yang aku angkat (yha soksokan ada yang baca laman ini). Sampai akhirnya aku berpikir bahwa tokohnya memang fiksi. Tapi kesederhanaan adalah hal nyata, yang bisa diduplikasi.
Dan tentu saja aku punya keinginan untuk juga menuliskan kesederhanaan dari sisi shahabiyah maupun istri nabi di lain kesempatan. Mereka adalah panutan yang tak pernah lekang oleh waktu, tentu saja.

Aku akan memulainya dengan hitungan mundur yang paling belakangan kudapatkan experiencenya.

Pertama, Charity di film The Greatest Showman. Awalnya tidak begitu tertarik dengan film ini karena kok kayaknya rame-rame gitu awal filmnya. Walaupun Kak Septi waktu abis nonton apdet ig story bilang lagunya bikin teringat-ingat terus dan teman di kantor bilang ini bagus banget. Diagendakan menonton bersama Bidah dan Kak Shanin dan akhirnya aku mengalami akselerasi karena Fafa pengen nonton lagi (lalu aku sekalian ikutan untuk melegakan dia).

Yang paling aku suka pada film ini adalah bagian tentang keluarga. Dan Charity sebagai istri memegang peranan penting di sini. Ia yang mendukung penuh mimpi-mimpi suaminya sedari awal (lagu One Million Dreams) dan tidak keberatan dengan betapa kecil atau besarnya mimpi itu, ia akan mau ada menjadi bagian di dalamnya. Juga kesediaanya untuk terus mendukung pilihan suaminya. Dan Charity tidak menuntut kebahagiaan apa-apa berupa materi. Tidak juga rumah besar atau apapun. Keluarga kecil dan kebahagiaan yang dirasakan di dalamnya sudah cukup baginya. Satu adegan yang paling kusuka adalah saat Barnum pulang kantor dengan kabar bahwa ia dipecat.
"Kurasa kau tak cocok dengan pekerjaan itu"
"Atau pekerjaan apapun rupanya."
"Itu yang membuat hidup kita begitu menyenangkan."
"Charity, ini bukan hidup yang kujanjikan."
"Tapi semua yang kuinginkan ada"
"Bagaimana dengan keajaiban?"
"Kau sebut apa dua gadis itu?"
Lalu mereka; Barnum, Charity, dan kedua anaknya saling bercengkrama di lantai paling atas gedung apartemen kecil yang mereka tinggali. Hangat sekali melihatnya.
"Apa harapan Ibu?"
"Ibu harap mendapat kebahagiaan seperti ini selamanya. Untuk kau, aku, dan Ayah kalian."

Kedua, Catrina dalam novel Pergi. Novel ini selesai sehari sebelum nonton The Greatest Showman. Aku juga kagum dengan Catrina yang mau hidup sederhana, jauh dari hari-harinya dan rutinitasnya sebelumnya di Meksiko. Dan ketika Samad suaminya terkena kecelakaan, ia tidak pernah merasa direpotkan untuk merawat Samad di sisa hidupnya. Menemani sefrustasi apapun suaminya dengan keadaannya pasca kecelakaan. Dan kelak, walau Samad memintanya untuk pergi, Catrina tetap mengenangnya dengan baik. Memeluk semua cerita dan kejadian dari masa lalu.

Ketiga, istri Ray di Rembulan Tenggelam di WajahMu. Ketika Ray bertanya Apa lagi setelah semua ini? Ketika ia sudah menjadi pekerja hebat pada ranah konstruksi. Berhasil membalas ketidakberdayaan di masa lalu, membalas kemiskinan, nasib buruk, dan posisi yang rendah kala ia masih menjadi anak panti sekaligus anak jalanan. Setelah pencapaian-pencapaia karirnya, Ray kemudian bertanya, apa lagi setelah ini? Sampai akhirnya ia diingatkan soal merasa cukup. Soal istrinya yang tidak pernah meminta apa-apa. Hanya bertanya, Apakah engkau ridha padaku? Sebuah tanya sederhana, yang bagi istri, jawaban iya dari suami adalah tiket surga untuknya. Terus berulang-ulang pertanyaan ini sering ditanyakan. Saat mengandung, saat melahirkan, saat sakit, juga dalam keadaan senang. Bagiku, ini berkesan sekali.

Kesederhanaan itu sesuatu yang berharga. Semoga kelak bukan hanya bisa mengamalkannya, tapi istiqamah dalam mengamalkannya. Kadang aku takut jika kelak aku lupa soal menjadi sederhana, lalu menginginkan banyak hal yang sebenarnya tidak perlu. Semoga Allah bisa menjaga kita semua dalam kebaikan rasa qanaah.

Ah, semalam di tempat yang memasang harga cukup mahal untuk makanan, aku membatin. Dear Nak, sebesar apapun kamu nanti. Tetaplah bersikap sederhana, hidup sederhana. Di manapun berada. Di tengah orang berkecukupan pun, walau kamu berkecukupan, tetaplah sederhana. Semoga kita tidak menjadi orang yang lupa diri, yang ingat dari mana kita berasal dan akan ke mana kita kelak.

Sekian.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar