Minggu, 27 Januari 2013

Berdoa-dan Mendoakan

Barangkali aku yang sekarang, aku yang di sini, dengan apa-apa yang aku inginkan dan aku minta pada Allah  bukan sepenuhnya karena doaku yang dikabulkanNya.

Barangkali itu lebih kepada dikabulkannya doa-doa orang-orang yang menyayangiku, apalagi luapan doa tanpa lupa yang tak berhingga dari Ibu, dari Ayah.

Atau mungkin diriku masih terlalu hina, tapi Allah mengabulkan beberapa--yang sungguh rasa-rasanya tak aku sangka-sangka. Maka, selalulah berbaik sangka pada orang-orang yang mungkin dari merekalah doa-doa ditujukan padamu, dan kau mendapatkan semua itu.

Artikel tentang doa--dan mendoakan ini rasa-rasanya sudah lama sekali aku baca, mungkin kisaran SMP lalu...juga sebuah kutipan yang kubaca beberapa bulan lalu.

***

"Kau tahu, Raifa...beberapa hal yang ada pada dirimu itu, mungkin tidak kau dapatkan begitu saja..."
"Eh?" Kau bingung sekaligus menjadi tertarik. "Apa maksudmu?"
"Apa yang kau lakukan ketika kau menginginkan sesuatu?"
"Aku.... Mmm, aku akan berusaha dan pastinya juga berdoa."
"Kemudian, jika yang kau inginkan itu terkabul, apa kau menjadi yakin bahwa Allah mengabulkan doamu?"
"Ya, tentu saja aku yakin. Ia Maha Mendengar dan pengabul segala keinginan, bukan?"
"Bukan, maksudku...Apa kau yakin Ia benar-benar mengabulkan doamu?"
"Bukankah tidak ada yang kebetulan di dunia ini? Bukankah berarti memang begitu? Memang berarti Ia benar-benar mengabulkan doaku?"

"Bukan Raifa, bukan begitu maksudku. Ya, ia mengabulkan doa tentang keinginanmu. Tapi sungguh, dari mana kita tahu bahwa yang Dia kabulkan itu benar-benar doa kita?" Aku terdiam sejenak. Kau main bingung. Keningmu mengerut. Tapi aku membiarkannya. Kau harus mendengar penjelasanku sampai akhir. "Bukankah bisa jadi doa yang dikabulkan itu doa dari Ibu kita? Atau itu Doa ayah kita? Atau mungkin sanak keluarga lainnya? Atau juga bisa jadi doa itu doa tulus dari orang-orang yang menyayangi kita. Tidak ada yang tahu bukan?"

Kau tersentak seolah tersadar, dan kau menjadi mengerti ke mana arah pembicaraan ini.

"Kau tahu Raifa, bahkan tidak hanya manusia yang mendoakan kita. Kita tidak pernah tahu bagaimana tumbuhan, hewan, malaikat, bisa juga berdoa pada Allah. Adakalanya kau menolong hewan yang kehausan, merawat tumbuhan, atau bagaimanapun caranya kebaikan kau lakukan, dan kemudian mereka menjadi sayang padamu, memanjatkan doa-doa untukmu. Juga malaikat yang menyaksikan segala kebaikanmu, dan kemudian mereka menjadi sangat ikhlas untuk mendoakanmu." Aku berhenti sejenak. "Bukankah di dunia ini banyak hal yang tidak kita tahu dan tidak kita sangka? Maka itulah mengapa kita seolah melihat orang-orang baik selalu hidup dalam kenyamanan dan seolah rahmat baik selalu tertuju padanya. Mungkin kau akan bergetar ketika tahu bagaimana semesta mencintainya dan mendoakannya."

Kau takjub dan tersadar. Betapa hebatnya kekuatan kebaikan itu! Ya, Allah selalu tahu.

"Dan kau tahu Raifa, Ketika kau mendoakan orang lain dalam kebaikan, maka malaikat mengaminkannya. Mereka mengaminkannya untuk orang yang kau doakan, dan juga untukmu yang mendoakan. Maka kau akan tahu bagaimana berdoa dan mendoakan itu sangatlah berelasi membuat jalinan pinta besar yang saling berhubungan. Dan dari sanalah, Allah melihat dan memilahnya untuk dikabulkan." Aku kembali diam sejenak. "Satu lagi Raifa, aku pernah membaca kutipan dua orang yang terpisah jauh jaraknya yang saling merindukan, dalam perakapan mereka salah seorang berkata seperti ini,'Rindu kita bertemu pada doa-doa yang kita panjatkan untuk satu sama lain, ya'. Ah, indah sekali bukan, Raifa? Waktu membacanya, sungguh aku ingin sekali menangis terharu."

Percakapan usai. Raifa tersenyum. Ia turut terharu dan kini menjadi mengerti. Satu pelajaran baginya hari ini, menjadi manusia yang tidak hanya memikirkan diri sendiri--turut mendoakan orang lain, dan menjadi manusia yang selalu berbuat baik.


5 komentar:

  1. Balasan
    1. makasih mal. tapi kenapa gokil, coba? dan meski ini yg kamu nilai, yg direpost yg cerita, hehe. postingan yg cerita knp d repost? *tapi boleh kok, tenang aja...:D

      Hapus
    2. Kan yang cerita gayanya lebih cocok aja sama tulisan gua yang lain. :D #alasan

      Hapus