Sabtu, 15 Februari 2014

Lovable People

Leadership is the art of getting someone else to do something you want done because he wants to do it
— Dwight D. Eisenhower
diambil dari tumblrnya Kak Bani  *sok kenal banget*

-sebenernya ini tulisan yang udah jadi draf hampir 2 bulan lalu di otak, jadi draf di blog udah hampir 1 bulan yang lalu, emang masih harus belajar banyak buat menjadikan nyata pikiran rupanya #hemh

Menghadiri sekaligus berkutat pada beberapa pemilihan ketua, entah itu musyawarah, pemira, sekaligus sidang umum akhir-akhir ini membuat saya sedikit banyak berpikir tentang sesuatu yang saya namakan lovable people. Mungkin lebih tepatnya lovable person sih ya soalnya kalo milih ketua atau kadep-kadiv gitu kan biasanya satu orang aja, hehe.

Saya keinget sama pemilihan ketua putri Gycen -nama angkatan di IC dulu. Saya inget banget bagaimana anak-anak memercayai mereka buat jadi ketua angkatan. Insya Allah kalo secara personal mereka sangat lovable di hati anak-anak, khususnya putri. Mereka yang baik, sabar, dan...amat menyenangkan lah pokoknya. Kalaupun beberapa ada yang menghindar, itu palingan karena mereka harus menjalani fungsinya sebagai ketua angkatan dan beberapa yang menyelundupkan gadget ke asrama jadi -mungkin- agak menghindari karena itu jelas pelanggaran.

Kayaknya, bagaimanapun si ketua, misal suka korea *mereka enggak kok* atau misal suka galau random gitu atau misal suka tiba-tiba ngidam buah mangga, telor ceplok, nyam-nyam (ini sumpah serius based on true story :P) atau apalah, kalau udah disayang sama semua bener-bener keliatan banget betapa anak-anak menghormati, sayang, tapi juga segan sama mereka. Saya ngeliat itu di angkatan. betapa anak-anak menyayangi ketua-ketua sholihah ini :). Nggak ada yang antipati atau ngomongin di belakang karena kontra gimana gitu. Ah, jadi kangen asrama *aduh Fit kamu random banget ini nulisnya...

Quote ini, sejujurnya benar-benar membuat saya berpikir, mantep banget ya quote ini! Nggak gampang bukan, meminta orang melakukan sesuatu dan dia melakukannya benar-benar karena orang itu memang ingin melakukannya. Bukan keterpaksaan, bukan semata-mata karena ngejalanin proker aja. Mungkin satu dua yang betah dan menyukai posisinya di suatu organisasi akan suka, tapi tidak semua anggota begitu, bukan? Apalagi di kuliah benar-benar terasa kalau di organisasi, ada aja yang miskontak, ngga ngasih kabar lah, tiba-tiba ngilang lah, atau misal ada yang udah izin tapi nggak disampaikan ke forum, kan jadi menimbulkan curiga buat anak-anak yang gatau kabarnya *meski emang harusnya tabayyun dan saling peduli, sih hehe. Dan ini sejujurnya baru kerasa banget di kuliah, soalnya selama SMP-SMA asrama jadi selain lingkupnya segitu-gitu aja (jalan dikit ketemu dia lagi dia lagi :D) rapatnya juga fleksibel dan tetap menghormati waktu shalat-makan *(y) abis kan udah sistemik, hehe.

Jadi ketua itu suatu amanah yang besar. Kadiv, kadep, koor suatu sie di kepanitiaan juga gitu. Bagaimana ngompakin dalemnya, nyatuin semuanya. Merasa bahwa ini feels like a home. Keluarga itu tempat kembali. Teman SMP saya di univ lain bilang dia ikut organisasi biar pelarian kalo dia lagi suntuk kuliah. Salah sih saya bilang, soalnya yang saya dapat waktu suatu camp dulu, organisasi itu tempat kontribusi *sumpah pas itu menohok banget*, memikirkan apa yang kita lakuin untuk, bukan kita dapet apa. Kalo mikirin kita dapet apa, itu namanya egois. Tapi ya, saya juga nggak memungkiri, bahwa organisasi kalo udah feels like a home itu bener-bener disayang. Kayak keluarga sendiri. Haha, saya jadi inget jaman sonlis-iCare 2011 dulu demen banget main ke RO, oh iya BMG Layer juga dong pastinya :')

Dan, jadi staf itu juga nggak gampang. Kita dituntut untuk bakti dan kontribusi. Oh iya nggak gampang juga buat yang -misal- dia udah dari tahun pertama aktif, terus ternyata eh selanjutnya nggak jadi kadiv. Sebenernya dulu di IC sih selo aja kayak gini juga (bukan cerita pribadi, kok). Abisnya kayanya di kampus beberapa kali diomongin gitu masalah kaya gini. Bagi saya ga jadi kadiv pun tetap wajib banget bagi-bagi pengalaman dan mengantarkan staf baru ke jalan yang benar, eh maksudnya, kita ngebimbing staf baru gitu. Macem kaderisasi, kali ya kalau kata Maryam di notes facebooknya yang ini *kalo ga bisa buka dan pengen baca bilang ya, ntar saya copast-in.

Dulu saya pernah diskusi sama Tyani tentang mana yang lebih baik antara pemira atau milih ketua sebelum rekruitmen staf kepengurusan baru, atau sesudah. Menurut kamu yang mana?

Kalau di IC dulu, pemilu dulu buat ketua OSIS, nah yang dipilih itu ketua umum. Kalau udah terpilih baru bawah-bawahnya diisi. Mulai dari PH sampai kadiv-kadiv (ga ada istilah departemen di OSIS IC). Terus kadiv milih stafnya dari yang angkatan kepengurusan OSIS itu (misal ketua umum OSISnya dari angkatanku, berarti kadiv juga angkatanku dan mayoritas staf juga angkatanku) dan stafnya dipilih secara close recruitmen. Baru nanti oprec buat angkatan bawah kami, biasanya minimal 1 orang putra dan putri, maksimal 3 orang putra dan putri.

Nah, di kampus ini tentu beda. Yang saya rasain di UGM, ada oprec buat pengurus baru, kemudian pemira, kemudian beberapa instansi ngadain oprec gelombang dua. Beberapa loh ya, ga semua instansi. Kalo di UI yang saya tahu dari Riri sama Kak Suci, pemira dulu baru oprec, soalnya pas semester satu mahasiswanya masih masa bimbingan dan mereka baru magang-magang gitu, belum jadi staf tetap *eh btw SISTEM INI BAGUS LOH!. Terus kata Riri juga kalo mau daftar jadi Kadep di BEM gitu dia harus presentasi, bikin timeline, bikin rancangan proker, rancangan keuangan, dll dan itu semua harus dipresentasiin di depan PH kepengurusan baru. Mantap ya! Itu keren dan futuristik banget, super penuh perencanaan dan bayangan. Soalnya di kampus saya masih close rec gitu kalo buat kadepnya. Oke, sekali lagi, tetep ada kelebihan dan kekurangan masing-masing sistem.

Bedanya apa? Dari percakapan saya sama Tyani, kalau misal oprec dulu kemudian pemira dan -misal- ketua yang akhirnya menang itu bukan tipikal ketua yang disukai sama staf barunya (yah misal karena beberapa hal, lah), khawatir stafnya jadi mood-moodan gitu kerjanya. Dan ini jelas beban sang ketua makin besar. Positifnya, staf jadi peduli untuk memikirkan siapa ketuanya alias partisipasi aktif dalam pemira, karena -yang sama-sama kami rasain di kampus- nggak semua mahasiswa peduli buat nyoblos/e-vote pas pemira. Tapi ya takutnya yang peduli staf doang, anggota yang non pengurus ga peduli ikut pemira atau nggak. Kalau pemira dulu baru oprec, bagusnya pengurus baru inilah yang ngurusin siapa staf yang akan berada di bawah bahtera kepengurusan mereka selanjutnya. Maksudnya, pengurus inti tahu banget siapa yang akan jadi pengurus, tahu stafnya ini anak-anaknya kaya gimana (eh tau personal itu penting loh *oke, ini menurut saya*!) kalo misal oprec dulu baru pemira kan biasanya yang lebih ngurusin oprecnya pengurus lama yang akan pensiun. Eh btw ini pandangan saya terhadap rutinitas kampus yang kami liat sih, hehe. Kampus lain sangat boleh jadi berbeda.

Kesimpulannya baik mana? Dialog kami juga sebenarnya belum berujung pada kesimpulan sih, baru argumen-argumen gitu aja.

Hihihi, aduh maapin ya jadi ngalor ngidul gitu pembahasannya. Eh tapi sebenernya yang terakir itu juga nyambung sih, soalnya aku sama Tyani ngobrolin itu pas lagi musimnya pemira di kampus. Apalagi di kampus huru hara pemiranya kerasa banget, masalah pemira kemarin juga lain dari yang lain, ya fakultas, ya univ ampe ada hestek ginian (yang aku sebut pertama doang) -> #pemiramiparame #eh #ampunkakakT^T. Tetap saja, ketua yang lovable people itu, selalu wah sekali. Hadirnya bagai mentari, petuahnya dinanti, adanya menginspirasi, sosoknya memotivasi #ini apasih-,-. Belum ngerasa jadi lovable people? Saya juga belum kok. BELUM BANGET MALAH, huhu T^T. Yuk belajar sama-sama! Soalnya jadi ketua maupun engga, lovable people itu -insya Allah-sangat menyenangkan, dan dengan demikian kita bisa menyebar kebaikan dan bermanfaat lebih besar lagi jangkauannya. Kan banyak yang sayang *itu loh yang tadi saya bilang lovable*. Jujur, saya suka iri gitu sama orang yang hadirnya dinanti, serta ada dan nggak adanya punya efek yang jauh berbeda. Iri dalam kebaikan boleh dong ya :D

Semangat !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar