Penulis : Tere Liye
ISBN : 978-602-8997-73-7
Penerbit : Republika Penerbit
Ketebalan : vi + 392 halaman
Ukuran : 13,5 x 20,5 cm
Inilah kisah Amelia, si bungsu
dari empat anak-anak Mamak. Anak yang paling teguh hatinya, yang paling kuat
pemahaman baiknya.
Novel ini, seperti tiga buku
sebelumnya yang menceritakan kisah kakak-kakaknya (Eliana, Pukat, dan Burlian),
menceritakan hari-hari Amelia, anak bungsu dari keluarga Syahdan. Amelia yang benci
dirinya terlahir sebagai anak bungsu, yang menurutnya membuat dirinya
disuruh-suruh kakak sulungnya, Eliana, juga diledek dua kakak laki-lakinya,
Pukat dan Burlian. Hingga pada puncak kekesalannya, Amelia mengerjai kakaknya,
Eliana, hingga ia marah besar. Sekalipun Bapak malam itu langsung mengajaknya
bicara, sampai saat itu Amel masih belum mengerti, di mana letak kasih sayang Kak Eli pada dirinya.
Amelia yang memiliki teman dengan
nama paling aneh sekecamatan, Chuck Norris, biang ribut sekolah yang sering
membuat masalah. Tapi entah mengapa Pak Bin, satu-satunya guru di sekolahnya
malah memintanya untuk membantu Norris belajar. Amelia mencoba bersabar menghadapi
kenakalan temannya itu. Sampai suatu ketika, ia mengetahui masa lalu Norris. Sejatinya,
Norrris tidak nakal. Ia hanya tumbuh dengan segala pemberontakan masa
kanak-kanak.
Amelia yang tidak mau menjadi ‘penunggu rumah’. Hal yang pada saat itu
merupakan tradisi kampungnya. Anak bungsu adalah ‘penunggu rumah’, tidak kemana-mana. Menjaga orang tua serta rumah dan
lading di kampung saja. Tidak pergi jauh ke pelosok dunia. Tidak bisa jadi
apa-apa. Walaupun saat ini ia masih belum mengetahui apa cita-citanya. Amelia sungguh
ingin melihat dunia luas serta melakukan hal-hal hebat. Dan ia sungguh takut
jika kelak ia akan benar-benar hanya menjadi ‘penunggu rumah’.
Amelia yang memahami penjelasan Pak Bin di
kelas tentang bibit tanaman baik yang akan menumbuhkan tanaman baik. Yang hasil
panennya dapat mencapai tiga sampai empat kali lipat hasil panen penduduk kampung
sekarang. Ia ingin sekali penduduk kampung lebih sejahtera jika menggunakan bibit-bibit
terbaik pada ladangnya. Tidak terus-terusan bertani dengan cara-cara lama para
leluhur, melainkan menggunakan cara-cara yang berdasar pada ilmu pengetahuan. Namun
Amelia juga sadar, mengubah cara bertani penduduk tidak akan mudah. Amelia
terus berusaha sekuat tenaga agar mimpinya itu dapat tercapai.
***
Novel ini jika dilihat dari konflik
seta runtutan ceritanya mungkin tidak terlalu spesial. Menceritakan kisah
sehari-hari seorang anak bungsu bernama Amelia. Menceritakan kisah sekolahnya,
teman-temannya, kesehariannya di rumah, di pengajian, obrolan-obrolan singkat
bersama Wak Yati—kakak Bapak, perjalanan ke hutan bersama Paman Unus—adik
Mamak, rutinitas kampung tempat Amel tinggal, serta rutinitas keseharian
seperti yang mungkin dialami juga oleh orang lain pada umumnya.
Lantas apa yang membuat buku ini
spesial? Sampai pada testimoni di cover
belakang buku ini tertulis bahwa Serial Anak-anak Mamak adalah potret keluarga
impian, kisah yang mengharukan sekaligus penuh dengan bersitan hikmah.
Jawabannya adalah karena
kisah-kisah yang merupakan rutinitas keseharian biasa dikemas dengan cara yang
tidak biasa. Keseharian-keseharian Amelia sesekali akan mengusik benak kita
bahwa mungkin kita pernah dihadapkan pada persoalan yang sama, namun berbeda
cara penanganannya. Sosok-sosok dalam buku ini mampu memberikan teladan yang
baik bagi para pembaca. Pemahaman-pemahaman serta nilai-nilai baik yang
terkandung tidak hanya disampaikan lewat teori atau nasihat semata namun juga
dilakukan oleh tokoh-tokohnya. Membuat pembaca benar-benar merasakan bahwa
tokoh-tokoh dan konflik-konflik dalam cerita memang ada dan nyata.
Bagian yang paling menyentuh adalah ketika Amelia datang ke rumah Norris. Ia datang ketika ia merasa
sudah tidak mampu lagi bersabar pada Norris. Ketika telah jelas Norris
membanting semua kebaikan yang diberikan. Amelia datang terengah-engah karena berlari
menerobos hujan, berteriak-teriak sambil susah payah menahan tangis. Amelia
membentak Norris di hadapan Bapaknya. Bentakan yang akhirnya mengubah keadaan keluarga
Norris tanpa Amelia sadari. Bentakan yang membuat pembaca merasakan rasa haru yang
luar biasa.
Novel Amelia, seperti Serial
Anak-anak Mamak lainnya, mampu memberikan teladan bagi keluarga. Novel ini
cocok dibaca oleh usia berapapun, karena di dalamnya terdapat teladan bagi
seluruh anggota keluarga. Novel ini merupakan cerita sederhana yang dapat memberikan
pemahaman serta penanaman nilai-nilai
kebaikan, tidak hanya dalam lingkup keluarga namun juga dalam bermasyarakat.
Huhu, (hampir) selalu suka dengan novelnya Tere Liye. Mengupas hal sederhana dengan luar biasa. *Buku inceran pas pulang ke Indo :))
BalasHapusaaa sabar ya niiis, semangat kuliah di Jepangnya, nanti semoga bisa segera baca novel2 indo lagi ya XD
Hapus