Sabtu, 01 Februari 2014

[Resensi#2] Ketika Mas Gagah Pergi...dan Kembali; Meneladani Sosok Mas Gagah untuk Berdakwah

Judul Buku : Ketika Mas Gagah Pergi… dan Kembali
Penulis : Helvy Tiana Rosa
ISBN : 978-602-96725-3-4
Penerbit : Asma Nadia Publishing House
Ketebalan : 245 halaman
Ukuran : 14 x 20,5 cm





Bagi Gita, Mas Gagah selalu memukau di matanya. Bagaimana tidak? Mas Gagah yang sangat baik, cerdas, periang, ganteng, mandiri, dan disukai banyak orang. Bahkan bukan hanya teman-teman Gita saja yang menyukai sosok Mas Gagah, kakak satu-satunya itu juga disukai oleh orang tua, kakak, dan adik teman-temannya.

Sampai suatu ketika Gita merasakan perubahan drastis pada sosok Mas Gagah. Mas Gagahnya kini tidak seperti Mas Gagahnya yang dulu. Bahkan Gita merasa bahwa dirinya seolah tidak mengenali kakaknya itu lagi. Ia merasa kakaknya jadi lebay dalam hal agama, penampilannya jadi tidak semodis dulu, juga lebih pendiam.

Mas Gagah sebenarnya berubah setelah belajar Islam. Ia pun lebih menjaga dirinya, dari penampilan sampai pergaulan. Tidak lagi memutar CD-CD rock yang selama ini dikoleksinya, shalat tepat waktu berjamaah di masjid, makin rajin membaca buku-buku Islam, serta mengajak Gita untuk menghadiri acar kajian Islam.

Mulanya Gita kesal karena Mas Gagah berubah drastis dan jadi sering bicara agama. Sampai akhirnya ia tahu dari Tika, teman akrabnya bahwa Mas Gagah sedang berusaha mengamalkan Islam dengan baik. Orang-orang yang menganggap Mas Gagah menjadi aneh hanya belum mengerti dan sering salah paham. Gita yang capek marahan dengan kakanya itu akhirnya memahami kakaknya dan mulai mendengarkan cerita-cerita Mas Gagah tentang Islam.

Lambat laun, Gita mulai sering mengikuti ajakan Mas Gagah untuk menghadiri acara-acara kajian Islam. Walaupun belum sempurna berubah dan belum mau mengenakan kerudung, Gita tetap bersedia untuk menghadiri acara kajian-kajian itu. Gita juga menghadiri seminar umum tentang generasi muda Islam yang diadakan di UI. Saat itu pengisi acaranya adalah Mas Gagah dan Mbak Nadia, kakak sepupu Tika yang ia kagumi sosoknya. Pada acara itu Mbak Nadia mampu memberikan jawaban yang membuatnya puas atas pertanyaannya tentang alasan mengenakan kerudung. Diam-diam, sosok Mbak Nadia yang lembut, cantik, dan juga shalihah ini Gita pikir cocok dengan kakaknya. Belakangan Gita suka meledek dan menjodoh-jodohkan Mas Gagah dengan Mbak Nadia.

Sampai akhirnya Gita memutuskan untuk memberi kejutan pada Mas Gagah dua hari sebelum hari ulang tahun Gita. Ia ingin menunjukkan dirinya yang sudah berkerudung pada kakaknya itu. Namun hal yang mengejutkan terjadi. Mas Gagah tidak ditemukan di kamarnya setelah Gita pulang di hari yang sama setelah Gita belajar memakai kerudung di rumah Tika. Mas Gagah pergi.

Setahun kemudian, Gita sering sekali melihat seorang laki-laki berkemeja kotak-kotak di dalam bus yang ditumpanginya menuju sekolah. Bahkan sampai Gita kuliah, ia semakin sering melihat sosok laki-laki itu. Bahkan tidak hanya di bus, laki-laki berkemeja kotak-kotak itu juga ia lihat di kereta, dekat kantin kampus, daerah korban bencana, di mana-mana. Dan bagi Gita, laki-laki itu mengingatkannya pada sosok Mas Gagah. Gita penasaran sekali, siapa sesungguhnya sosok itu?

***

Cerita tentang Mas Gagah ini merupakan novellet pada buku ini disamping 14 cerpen lainnya. Cerita Mas Gagah sendiri sebenarnya bukan merupakan kisah baru. Cerpen ini merupakan cerita revisi dari karya legendaris Helvy yang terbit pertama kali diterbitkan di majalah Annida pada tahun 1993, diterbitkan dalam bentuk kumpulan cerpen oleh Pustaka Annida pada tahun 1997, dan telah mengalami cetak ulang lebih dari 15 kali sejak diterbitkan lagi tahun 2000 oleh Syamil Cipta Media. Pada edisi cetak tahun 2011 kali ini cerpen Ketika Mas Gagah Pergi yang dulu 15 halaman kini menjadi novellet 64 halaman.

Sama seperti novellet Ketika Mas Gagah Pergi, cerpen lain dalam buku ini sarat akan nilai-nilai keislaman yang diselipkan dalam permasalahan yang kerap ditemui di Indonesia sebagai konflik pada cerpen-cerpen di dalamnya. Buku ini mengandung sangat banyak hikmah yang dapat dipetik dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari karena kisahnya yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Pemilihan diksi yang terkesan santai dan merupakan kata yang sering diucapkan dalam keseharian akan membuat pembaca nyaman ketika membaca dan tidak akan terbebani oleh kata-kata dalam buku ini.

Hal yang kurang dalam buku ini adalah pemilihan latar yang kurang bervariasi. Latar, kampus, dan kebiasaan menulis yang digeluti tokoh antar satu cerpen ke cerpen lain masih cenderung sama meskipun tidak semua. Namun kesamaan-kesamaan ini tidak terlalu mempengaruhi karena yang terpenting adalah substansi masing-masing cerita. Namun hal ini dapat menciptakan kebosanan pada sebagian pembaca.

Buku ini sangat cocok dibaca oleh para remaja karena di dalamnya kita akan menemukan sosok-sosok yang patut untuk diteladani dan dicontoh untuk jati diri. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan buku ini juga di baca oleh kalangan dewasa karena hikmah-hikmah dari ceritanya dapat diambil oleh siapapun yang ingin belajar dari cerita-ceritanya. Dari buku ini, kita bisa meneladani sosok Mas Gagah maupun tokoh-tokoh lain yang diceritakan di dalamnya. Meneladani untuk memperkaya diri dengan wawasan Islam, maupun menyebarkannya sebagai rahmatan lil 'alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar