Malam ini, satu malam sebelum Idul Adha. Selepas Maghrib tadi, tiba-tiba saya menyadari.
Bagaimanapun juga, Idul Adha beda sekali ya dengan Idul Fitri
Saya tidak akan menyinggung masalah dasar hukum bla bla bla. Ya kalo itu sih orang juga tahu, masalah dasar hukumnya mesti beda, pelaksanaan dkk juga pasti beda.
Ya entahlah, mungkin karena saya nggak ngerasain tahun-tahun yang sama kayak bertahun-tahun lalu.
Idul Fitri, jelas lebih semarak. Sms-sms silih bergantian berdatangan *ampe mumet gimana balesinnya. Orang-orang berbondong meminta maaf. Siaran televisi ramai-ramai bikin acara spesial Idul Fitri. Produk-produk mulai bikin scene iklan baru edisi Idul Fitri. Presenter acara yang udah mulai kerudungan dari mulai Ramadhan, film dalem negeri maupun luar negeri, acara musik spesial Idul Fitri, bahkan kartun anak-anak sekalipun meski kadang juga ga ada nyambungnya sama lebaran.
Di Idul Adha, ehm...mungkin esensinya adalah berkurban. Berkurban, mengikhlaskan sebagian nikmat yang sudah Allah beri buat kita. Sebagai tanda bahwa kita mencintaNya, bahwa kita merelakan sebagian harta kita untuk dikurbankan kepadaNya. Sebagaimana kisah Ibrahim dan Ismail dulu, ketika Ibrahim saja rela hendak menyembelih anaknya ketika Allah perintahkan. Buah hati yang amat dicintaiNya. Namun keduanya sama-sama rela, memasrahkan diri pada Allah karena memang itu perintahNya pada Ibrahim. Dan kemudian setelah diganti seekor gibas (seperti kambing/domba).
Hei, bukankah ini amat menohok, ketika kita yang mampu bahkan belum bisa melakukannya? belum bisa mengikhlaskan sebagian harta kita untuk dikurbankan? Bukankah Allah sudah berbaik hati dengan tidak meminta kita untuk mengorbankan orang-orang yang kita cintai?
Dosen mata kuliah agama saya bilang, bahwa dengan berkurban, seseorang sedang melakukan upaya untuk taqarrub ilallah, mendekatkan diri kita pada Allah. Dan...ya, lewat kurban yang ikhlas, lewat ketulusan hati, lewat betapa mulianya orang-orang yang menyisihkan hartanya untuk berkurban yang kemudian daging kurbannya itu akan disalurkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Sehingga mereka pada hari idul adha itu bisa berbahagia memiliki sedikit 'menu mewah' untuk dimasak.
Saya jadi ingat (aduh ini alur tulisannya agak random gapapa ya, udah malem soalnya :P), waktu pelajaran agama itu saya mengangkat tangan, bertanya.
"Pak, apa tujuan seseorang itu berkurban atas nama orang lain? Seperti Ibunya, anaknya, ya seperti itu Pak."
Dosen agama saya pun tersenyum sejenak sebelum menjawab.
"Seperti yang saya katakan tadi. Bahwa berkurban tujuannya adalah taqarrub ilallah. Maka tujuannya adalah mendekatkan diri kita kepada Allah. Maka ketika kita berkurban atas nama orang lain, ibu kita, anak-kita, orang-orang yang kita cintai, itu tandanya kita turut mendoakan mereka agar dapat dekat dengan Allah."
Dengan kurban itu, tandanya kita turut mendoakan mereka agar mereka dapat dekat dengan Allah.
Senantiasa dekat dengan Allah.
Sungguh, saya tercekat, dan terharu. Bahwa betapa dalamnya makna tersebut ketika saya tahu.
Sungguh terlihat dan tergambar, betapa kurban bahkan mengalirkan rasa sayang yang begitu dalam. Ungkapan sayang pada Allah, sekaligus ungkapan menyayangi seseorang karena Allah ketika kita merelakan kurban atas nama orang lain.
Mungkin itu esensi Idul Adha yang saya rasakan kini. Tidak banyak iklan yang menggembar-gemborkan. Tidak banyak sms bilang selamat Idul Adha. Jarang sekali ada ketupat. Tidak ada diskon spesial khas Idul Fitri. Tidak, tidak ada.
Yang ada mungkin perekrutan kepanitiaan idul adha di berbagai tempat, pengiklanan paket-paket kurban, poster dan pamflet tentang idul adha. Ya, semua itu.
Ummi pernah bilang, sejak sekarang, buat target usia berapa sudah bisa berkurban dengan uang sendiri. *ayo teman-teman, kita buaaat! Kalo kita bisa pengen banget sama sesuatu terus nabung mati-matian demi sesuatu itu, kenapa buat kurban belum bisa? Ingat, akhirat itu abadi dan dunia itu sementara :')
Selamat Idul Adha semuanya :') !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar