Adelia mendengar suara gerbang depan bergerak. Orang yang amat ia tunggu-tunggu itu akhirnya datang.
Dan...benarlah apa kata orang bilang. Bukan hanya perpisahan yang akan menghasilkan tangis rupanya. Adelia pun, sungguh rasanya tak dapat lagi membendung air matanya. Apa mau dikata? Ia pun...sudah rindu bukan kepalang.
Adelia membuka pintu. Sungguh, bahkan ia ingin sekali memeluk orang itu, menghempaskan seluruh perasaan, termasuk perasaan tak tertahankan ingin sekali bertemu. Siang tadi, bahkan, Adelia sudah mulai menangis. Ia menangis rindi, dan takut.
Segera setelah bersalaman sejenak, ia lari ke dapur. Membuat minum sambil satu-dua air matanya menetes. Ngilu memang melihatnya. Tapi apa mau dikata, ia tak berani mengatakan betapa ia sungguh rindu, betapa ia sungguh menanti saat-saat ini. Adelia menangis tertahan. Ia sungguh ingin memeluk orang itu.
Makan malam. Suasananya sungguh hangat. Dan...Adelia masih saja ingin menangis rasanya. Ia rindu, namun tertahan. Sekalipun saat ini orang itu hanya berjarak satu kursi meja makan darinya. Ia...sunguh-sungguh tak bisa mengatakannya.
Ia hanya diam dalam banyak perbincangan malam itu. Membiarkan orang yang dirindukannya bercakap banyak hal dengan orang di depannya. Adelia sekali-sekali melirik. Mulutnya diam terkunci. Hatinya ribut berontak. Ah...Kau...mengertikah?
Malam ini orang itu pergi. Adelia sungguh ingin menghabiskan waktu bersamanya. Baiklah, ia akan menunggu. Menyibukkan diri dengan apalah. Lihat saja, ia akan menunggu.
Dan, benarlah. Lewat setengah sepuluh orang itu datang. Adelia kini punya waktu sejenak. Ia bercakap lama dengannya. Mengatakan betapa ia rindu dengan bebrapa orang yang ditinggalkannya--yang belakangan sering dijumpai oleh orang itu. Tapi ia sungguh tak kuasa mengatakan selengkapnya. Cerita seluruh isi hatinya. Ia sungguh tak mau menangis di hadapannya. Dan kemudian malam pun beranjak larut. Ah Allah, kalau saja boleh dan bisa, aku malah ingin malam ini menjadi begitu panjang, dan besok aku tak punya aktivitas wajib untuk dikerjakan, batin Adelia.
Adelia beranjak ke kamar, hendak tidur, meski sebenarnya segan. Ia berharap malam ini berjalan lebih panjang dari biasanya.
Pagi yang indah, setidaknya menurut Adelia hari ini. Namun sepertinya orang itu tak begitu peduli. Adelia diam, ia tak banyak bicara. Takut air matanya tak dapat ia tahan lagi.
Ia cukup gusar, hari ini ia harus menghabiskan waktu cukup lama. Bukan, ia bukan gusar dengan acaranya. Tapi sungguh tidak tepat. Orang itu...hari ini datang. Dan dengan acara ini, ia sungguh tak bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan orang itu.
Sorenya Adelia sempat berjalan-jalan sebentar bersama. Sebentar sekali. Dan ia akhirnya berani bilang. Adelia ingin memeluk orang itu.
Ia tahu, sebuah pelukan bisa berjalan menenangkan, membuat nyaman. Teman-temannya dulu sering bilang suatu penelitian menunjukkan bahwa pelukan bisa membuat seseorang lebih bahagia, dan segala efek positif lainnya. Dan aku sungguh ingin menghempaskan segala sesakku. Sungguh. aku ingin menangis sambil dipeluk.
Tapi, bilang tetap saja bilang. Buktinya ia masih juga merasa ingin dipeluk.
Keesokan harinya, orang itu telah duduk menunggu. Tapi siang ini ia pulang. Baiklah-baiklah, kadang Adelia harus berdamai dengan keadaan. Bagaimanapun itu.
Tak usahlah diceritakan panjang-panjang. Setelah menangis, berbicara, mendengarkan nasihat-nasihat, sebelum melapas kepergiannya. Akhirnya Adelia memeuk orang itu. Bersalaman, memeluk erat. Bersalaman, memeluk erat lagi, untuk kedua kalinya. Dan...selepas kepergiannya, Adelia kembali menangis.
Ia...sunguh-sungguh menyayangi orang itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar