Minggu, 24 Juni 2018

Anak dan Fitrahnya 2 : Mengaji bersama Ayyash

Suatu Jumat, terakhir sebelum libur panjang cuti lebaran.
Seorang kakak mengajak putra kecilnya ke kantor. Namanya Ayyash. Singkat cerita, siangnya, seteah asik main game, ayahnya meminta Ayyash untuk ngaji-atau tidur siang. Ayyash nggak mau, nolak terus. Pengennya main game, padahal anak segitu pasti ngantuk deh sebenernya. Cuma karena matanya udah asik sama game jadi ya ngga ngantuk (sama kayak Fatih, dia juga gini kalo kebanyakan nonton atau main game huhu). Sampai akhirnya dia aktif sekali lari-lari. Ngaji ndak mau. Tidur siang ndak mau. Dibujuk-bujuk boleh main game abis baca sekian halaman sampai uda ditawar-tawar ndak mau. Kejar-kejaran sama ayahnya. Sampai dia lari ke atas meja (yang dipenuhi laptop-laptop dan ayahnya sampai panik karena lari di atas meja yang penuh laptop kan bikin khawatir yak) dan kolong meja. Juga lari-lari yang sampai nutup pintu biar ayahnya ndak bisa masuk ruangan.

Sampai suatu waktu di tengah lari-lari itu, dia keluar dari kolong mejaku. Kutatap matanya, kuajak bicara.
"Ayyash mau liat kura-kura nggak?"
Mata sipitnya menatapku, mengangguk. "Mau."
Kami berjalan ke arah pintu ruang. Sebelum keluar, aku berbisik. "Liat kura-kuranya sambil ngaji mau nggak?"
Lalu tak disangka dia mengangguk (kuterharu:", tak disangka tapi aku berharap sih sebenarnya). Aku minta buku ngajinya ke ayahnya. Kami ke kolam.
Di kolam ada orang juga sebenarnya waktu itu, aku izin hendak ikut pakai kolamnya.

Aku dan Ayyash melihat kolam Tidak ada kura-kura yang keluar. Lalu aku bujuk dia mengaji. "Ayyash, mau nggak ngaji dulu. Abis ngaji kita liat lagi kura-kuranya."
Ayyash mengangguk. Dalam hati aku sungguh berharap usai mengaji kura-kuranya ke tepian sehingga Ayyash benar-benar bisa melihat kura-kura.

Aku menawarkan Ayyash kursi. Tadinya kupikir kami akan mengaji di tepi kolam. Tapi Ayyash mau kursi biru (yang jauh dari tepi kolam). Akhirnya kai duduk bersampingan. Buku ngaji Ayyash ada di meja.
Ayyash menunjuk halaman pertama di jilid duanya itu. Ia mulai mengaji.
Sampai di halaman dua, Ayyash bilang "Ngajinya 5 halaman aja, ya."
Aku sebenarnya terkejut karena ndak expect sampe 5 halaman. Kareena ini dari dia, maka kuiyakan saja.

Ayyash mengaji sampai halaman lima. Aku menyimak. Membenarkan satu dua jika ada yang salah. Di tengah-tengah atau selesai mengaji--aku lupa--kaami sempat mengobrol.
"Di rumah Ayyash ngaji sama siapa?"
"Sama Pak ustadz, sama Bunda, sama Teteh."
"Kalau sama Pak Ustadz kapan biasanya?"
"Habis ashar."
"Kalau sama Bunda atau sama Teteh?"
"Pagi-pagi atau enggak malam-malam."
Lalu Ayyash juga cerita kalau dia udah selesai jiid satunya, dan jilid satunya sekarang dipakai adiknya, Hanna.

Usai membaca 5 halaman, kami ke tepian kolam. Sudah ada kura-kura yang mendekat. Ayyash terlihat senang sekali. Dia bilang juga kura-kuranya senang sama Ayyash. Lalu aku tanya lagi.
"Mau ngaji lagi nggak di sini dekat kura-kura?"
"Mau," katanya. Aku senang, dan dalam hati berharap kura-kuranya tetap akan di situ menemani Ayyash mengaji.
Selesai halaman 6, Ayyash bilang lagi. "Ngajinya 5 halaman aja, ya." Aih, sesungguhnya ku terharu Yash. Aku nggak berpikir kamu bahkan dengan keinginanu sendiri mau ngaji 5 halaman.
Aku mengangguk mantap.
Kami melanjutkan mengaji. Satu dua kali saat jeda antar halaman kami kembali melihat kura-kura dan bicara soal kura-kura. Ayyash bilang, "Kura-kuranya senang dengar Ayysh ngaji." Aku juga seneng banget sesungguhnya Yash si kura-kura anteng di situ selama Ayyash ngaji. Bahkan kadang kura-kuranya kayak mau manjat gitu mendekat pada kami.
Ayyash menyelesaikan halaman sepuluhnya. Satu dua kali wajahnya keliatan capek saat pergantian halaman. Keliatan dari air mukanya. Mungkin antara lelah baca yang terakumulasi sama capek matanya liat game dan kejar-kejaran menghindar dari ayahnya tadi.

Padahal dari obrolan selanjutnya kalau dia ngaji sama Pak Ustadz, katanya biasanya satu halaman aja. Kalau sudah begitu, bagaimana bisa aku tidak terharu? Fitrahnya untuk mendekat pada Rabbnya yang barangkali membimbingnya untuk eunculkan keinginan membaca 10 halaman siang itu. Dan fitrah itu terbentuk lewat perantara orang tuanya, tetehnya, guru ngajinya. Orang-orang di sekitarnya. Saya mah, hanya bantu-bantu aja, dan qadarullah dianya mau.

Lalu kami mengobrol lagi tentang kura-kura. Ayyash bertanya kura-kuranya makan apa, kenapa kolamnya warna hijau, tumbuhan apa di dalam kolam, dan terakhir...
"Lampunya kalau malam nyala nggak?" Ayyash menunjuk lampu taman belakang.
Saya yang kadang suka pulang malem, ngga tau jawabnyaaa T^T. Lalu dia juga nanya saklarnya di mana deh kayaknya, ku juga ndak tau. Aku bilang nanti aku cari tau, atau aku liat kalau malam. Dia bilang, "Jangan lupa, ya." Aku tertawa dalam hati, berharap tidak mengecewakan Ayyash saat nanti dia menanyakannya kembali menagih jawaban.

Catatan 8 Juni 2018
Foto bareng-bareng tim produk yang ada Ayyashnya ternyata udah ndak bisa didonlot di HP heu

update 27 Januari 2019, ada ayyashnyaaa



1 komentar:

  1. Aku tau dimana saklarnya, dan lampunya bisa dinyalain 😎😎 haha

    Itu ayyash tulisannya gitu? Haha (komen gak ada yang penting semua)

    BalasHapus