Minggu, 24 Juni 2018

Sedikit Cerita di balik Mengukir Peradaban

Mengukir Peradaban, difoto tanpa persiapan
background alias di ruang Tebi
Waktu itu Selasa, atau Rabu. Saya sedikit lupa. Suatu paket sampai ke tempat bekerja. Gambarnya ada di sebelah. Buku, judulnya Mengukir Peradaban.

Awal tahun ini, di perjalanan ke FE UI, Zahra menawarkanku mengedit naskah buku yang ditulis bersama suaminya, Fahmi. Zahra dan Fahmi adalah pasangan adik tingkat dan adik kelasku. Zahra adik yang pernah seruang di asrama dan Fahmi adalah adik kelas SMA, yang juga adik tingkat di kampus. Keduanya menikah 7 Mei 2017 dan menjadi sepasang pasangan penghafal Quran. Fahmi telah hafal Quran sejak lulus SD dan Zahra sempat mengikuti karantina hafalan Quran di penghujung 2016. Fahmi saat ini sedang menempuh koas, menuju jenjang dokternya, dan Zahra sedang tahapan menuju wisuda untuk sarjana kedokteran giginya. Keduanya, seperti yang diakui teman-teman kami juga, adalah pasangan yang menginspirasi banyak orang dengan kebaikannya. Kalau mau kepo satu dua hal tentang mereka bisa mampir ke sini.

Dulu mulanya saya menolak dijadikan editor buku ini karena saya belum nikah, jadi kan khawatir gimana gitu kalau ngedit buku tentang nikah yak. Wong ndak pengalaman. Tapi setelah mengobrol lagi, akhirnya bismillah aku ambil tawaran ini buat belajar.

Sudah lama naskah editannya saya serahkan, lalu awal ramadhan (atau sebelumnya), Zahra meminta editing terakhir (untuk PO kedua, karena PO pertama sudah launching, demi mengejar tanggal 1st anniversary kayaknya, hehehe). Dan baru kelar beberapa hari yang lalu, sebagian besar kuselesaikan saat mudik. Membaca naskah buku ini kembali (dan bacanya selalu dalam bentuk digital biar bisa dikasih komen) rasanya berbeda. Ada kesan lebih dalam ketika membaca step-step pra-hari h-pasca menikah. Buku ini memang bukan menonjol pada soal fiqih nikah, tapi bagaimana membentuk diri yang siap dari segi pribadi, orang tua, life plan, soal hal-hal kecil yang dibutuhkan di awal-awal pernikahan, dan lain sebagainya yang kalau bahasa mereka, tidak banyak dibahas di buku lainnya.

Dan saat baca kedua kalinya aku merasa...ditampar bolak balik sih. Karena...hmm ya banyak sih. Mungkin orang bisa bilang ya ndak usah berpikir seribet itu. Even di sisi lain aku tau diriku ini banyak sisi inferiornya jadi aku memang tidak mudah percaya diri. Tapi anyway walaupun aku belum menikah (haha --"), aku menyarankan untuk baca buku ini.

Nulis postingan ini mulanya lebih ke perasaan yang lebih kerasa berkesan waktu ngedit kedua kalinya (terus brb pengen semua orang baca gitu). Sebenarnya dulu udah kepikiran mau nulis sih sekaligus promosi bukunya waktu PO. Tapi ya belum-belum. Jadi yasudah dicicil saja nulisnya sekarang.

PO keduanya belum kecium aromanya sih. Tapi kayaknya POnya bentar lagi. Kalau penasaran silakan kontak @fahmi.zahra.notes saja.


Ini hanya sedikit cerita di balik Mengukir Peradaban
Banyak sih mungkin yang pengen diceritain,
atau yang dikhawatirkan, sehingga ingin dibagi
tapi kulit-kulitnya saja dulu lah ya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar