Senin, 25 Juni 2018

Mencintai Sepenuhnya dan Mencintai Secukupnya

Ini lintasan pemikiran. Tidak ada lima menit sampai aku benar-benar menuliskannya di googlekeep setelah terlintas.

Mencintai sepenuhnya artinya mencurahkan segala sesuatu untuk yang dicintai. Memberi waktu, perhatian, tenaga, pikiran, usaha, bahkan barangkali barang atau materi; sebagai pembuktian. Karena cinta adalah kata kerja, begitulah adanya. Pembuktiannya tercipta dalam laku. Makanya kita kenal sekali pepatah itu, bukan? Kita bisa memberi tanpa cinta, tapi kita tidak bisa mencintai tanpa memberi. Memberi yang terbaik, bukan sisa-sisa.

Mencintai secukupnya berarti mencintai dengan batasan. Batasan yang dibuat oleh pencipta rasa cinta itu sendiri. Ketika Allah memerintahkan untuk meletakkan cinta padaNya dan pada RasulNya dibanding apapun, maka kita mengatur cinta yang cukup pada makhluk. Ketika Allah memerintahkan cinta pada akhirat yang melebihi cinta dunia, maka kita mengatur cinta yang hanya pada tangan untuk dunia, sementara meletakkan akhirat di hati, sebagai bukti cinta.

Ketika disodori uang haram, maka menolaknya adalah perwujudan cinta sepenuhnya (karena paham hakikat haramnya uang tersebut) dan secukupnya (merasa qanaah, cukup atas sedikit yang dimiliki). Ketika memaksimalkan rakaat tahajud, maka itu cinta sepenuhnya (sebisa yang dimampu) dan secukupnya (tidak menzalimi diri sampai karena terlalu letih, malah melewati waktu subuh karena tertidur-mengorbankan yang wajib untuk melakukan yang sunnah).

Ketika Allah mengatur cinta yang berbatas untuk hamba yang belum terikat akad, maka, menjaga jarak adalah perwujudan cinta sepenuhnya yang bisa dilakukan, juga cinta secukupnya. Ketika kekurangan pasangan tampak, maka rasa syukur adalah perwujudan cinta sepenuhnya dan secukupnya. Ketika mendapat musibah--bahkan sesederhana kenyataan yang tak berpihak pada keinginan, maka meyakininya sebagai takdir terbaik adalah cinta sepenuhnya (meyakini qadha qadar sebagai bagian dari rukun iman), dan tidak mengumpat atau mengeluh adalah cara menanggapi secukupnya, sebagai bukti cinta. Ketika seorang anak meninggal, maka keikhlasan orang tua melepas anaknya adalah perwujudan cinta sepenuhnya (yang dilanjut dengan doa-doa terbaik) dan secukupnya (karena menyadari bahwa anaknya lebih dicintai olehNya).

Ketika hampir satu kelas mencontek, maka menghindarinya adalah perwujudan cinta sepenuhnya (karena menyadari bahwa Rabbnya sangat tidak menyukai perbuatan curang) dan secukupnya (menyadari bahwa sekecil apapun nilainya, berkahlah yang utama). Ketika kesal dengan orang lain, memaafkan adalah cinta sepenuhnya yang secukupnya, karena menyadari memaafkan adalah kesukaan Allah, dan cintaNya adalah prioritas utama. Ketika punya tetangga  berlainan aqidah, maka berbuat baik satu sama lain, menolong ketika membutuhkan, membawakan oleh-oleh, adalah cinta sepenuhnya. Dan tidak menjadikannya teman setia atau teman kepercayaan, seperti yang tertulis dalam Quran, adalah cinta secukupnya.

Dear diri, milikilah cinta sepenuhnya, yang terjaga secukupnya. Cinta yang maksimal untuk mencukupkan diri ini agar pantas dengan cintaNya. Cinta yang penuh untuk meraih ridhaNya, dengan meletakkan kadarnya sesuai aturanNya; pada Allah, Nabi, orang tua, pasangan, keluarga, sahabat, makhluk hidup lainnya, umat, bahkan juga umat yang tak seaqidah. Cinta yang memberikan energi, namun cukup untuk menjaga diri.

Pikiran lintasan ini barangkali terinspirasi oleh QS Asy Syura 20 dan 36; tilawah badr siang ini; beserta hal-hal yang Fatih lakukan malam ini.

Sebagai pengingat.

25 Juni 2018,
tadi hari pertama masuk setelah libur panjang

6 komentar:

  1. Langitnya bagus, begitu juga tulisannya

    BalasHapus
  2. akhirnya bisa membaca tulisan Fitri kembali :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. dan lewat komen ini aku baru tau kalo mas ejak punya blog cobaaa

      Hapus
  3. Kalo ini medium aku kasih clap yang banyak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memey :")! Sebuah kejutan yang menyenangkan Memey ada dan membaca halaman ini :")
      wah, pos di medium aja apa ya? :D

      Hapus