Jumat, 09 November 2012

Saya Anak Pertama, Saya Seorang Kakak

Jadi gini lho Fit, kakakku itu kayaknya mikirnya gini, Aku itu anak pertama, harus jadi anak yang kuat. Kalo kakaknya nggak kuat, gimana nanti adik-adiknya..."

Aku terdiam, mencerna, memikirkan,...terenyuh.

***

Jadi tadi itu matkul Konsep Fisika, dan dosennya nggak dateng. singkat cerita, aku jadi ngobrol sama temen. Sebut aja dia Indah.

Sama seperti dulu-dulu. Percakapan saya dan Indah mayoritas tentang itu-itu saja. Bukan, bukan berarti kami berteman hanya masalah itu. Namun, hal itu selalu menarik untuk kami bicarakan.

Dua kakak Indah, satu di Jepang, satu di Belanda. Dua-duanya lulus Cum Laude. Yang pertama 3,5 tahun dengan IPK 3,96 dan yang kedua normal 4 tahun dengan IPK 3,5sekian (saya lupa digit terakhirnya). Dari keduanya, saya sungguh bisa mengambil pelajaran.

Yang pertama orangnya rajin tiada henti. Kata-kata yang aku suka waktu saya bercakap-cakap dengan Indah tentang kaka pertamanya adalah : Semua orang juga di titik start seperti kita, siapa yang lari lebih dulu dan kencang, dia yang bisa menyeesaikan step ini. Lulus cepat, jadi dosen muda, S2 beasiswa dalam negeri (dibiayai pemerintah luar negeri) dan saat ini S3 di Jepang sana. Nilainya dulu semester satu A semua. Kumulatifnya dengan menjadi IPK tertinggi kedua se-universitas hanya karena 3 nilai B pada mata kuliah pilihan yang sebenarnya bisa saja ia hilangkan untuk transkrip nilai kumulatif kuliah. Bukan mata kuliah wajib. Tapi ia memilih untuk tidak.

Tak pernah hendak menunjukkan kelemahan di keluarganya. Seperti kata-kata pertama saya di atas. Ia tak ingin keluarganya mencemaskan, sekaligus melihatnya jatuh. Apalagi adik-adiknya. Mereka harus bisa terus semangat. Dan...ia anak pertama. Sungguh ia berpikir bahwa ia harus kuat. Selalu kuat. Subhanallah, luar biasa. Post-doctoral nanti ia ingin ke Eropa. Mimpinya sejak dulu yang masih saja belum terkabul sampai detik ini. Baiklah Kakak, semoga berhasil ya :") !

Yang kedua orangnya terlihaaat sekali jiwa spiritualnya yang kuat. Ehm, kita tidak bisa menilai mana yang lebih baik spiritualnya di antara keduanya, kata Indah. Tapi yang kedua ini benar-benar terlihat. Bagaimana tawakkalnya, kekuatannya untuk memasrahkan diri pada Allah setelah usaha telah ia lakukan. Bagaimana rasa menerima, pasrah, dan ketergantungan pada Allah benar-benar terlihat dalam dirinya. Dua kali ia mencoba apply beasiswa. Yang kedua diterima. Dengan TOEFL yang sungguh membuatnya tak PD, juga wawancara yang kalah oleh rasa nervous. Dengan segala kegalauan itu. Dari semua pengapply, hanya dua yang diterima. Ia salah satunya. Dan kini, ia di Belanda.

Saya juga suka cerita teman saya ini tentang bgaimana kedua kakaknya menyemangatinya, dan sungguh menjadi dua kakak yang baik bgi teman saya. Keduanya berbeda dalam sikap memang. Tapi saling melengkapi. Suatu ketika teman saya ini merasa down karena nilai yang ia rasa harusnya baik tapi ternyata buruk hasilnya. Curhatlah ia pada kedua kakaknya. Ada jawaban unik yang berbeda dari masing-masing kakaknya.

Yang pertama (mungkin karena orang informatika yang terbiasa dengan algoritma) memberi beberapa langkah tentang bagaimana ia harus menyelesaikan masalah tersebut (benar-benar dalam nomor 1,2, dst lho). Tentang bagaimana ia harus cek jawaban dulu, konfirmasi ke dosen, dst, dst. Pokoknya yang realistis dan logis sesuai logika seharusnya (dasar anak informatika, hehe :P. Tapi ya...emang bener juga kok :))

Yang kedua memberi saran untuk selalu pasrah. Kalau memang itu hasilnya, maka kita harus senantiasa menerima. Semuanya mungkin memang takdir. Nggak ada yang bisa jamin takdir itu kayak gimana ke kita, kan? Tugas kitalah berusaha semaaaaaaksimal mungkin tetap berperilaku dan bertindak sesuai tanggung jawab kita semestinya. Kita mahasiswa, maka tugas kita apa. Kita hamba Allah, maka tugas kita apa. Kita seorang anak, maka tugas kita apa. Begitu seterusnya. Melakukan yang terbaik yang kita mampu.

Dan keduanya, saya rasa, sungguh memberi masukan yang saling melengkapi.

***

Saya seorang kakak. Anak pertama dari empat bersaudara. Dan sejujurnya dari dulu ingin sekali punya kakak (udah deh fit ga usah ngarep gabakal bisa lah mau gimana juga *kecuali kakak ipar, itu masih mungkin, hehehe :P). Dan saya mengerti saya anak pertama. Anak pertama itu, harus bisa jadi contoh yang baik buat adik-adiknya. Lebih bersikap dewasa, dan bisa mengayomi. Lebih berani bertindak, mandiri, menjadi tempat yang baik untuk diminta saran, menjadi seseorang yang bisa dimintai tolong.
Yah, itu pemikiran sesaat saya barusan.

Saya anak pertama, saya seorang kakak.

Harus bisa jadi kakak yang baik. Memberi nasihat, memberi semangat, mengingatkan kalau adiknya keluar jalur sedikiiit aja (apalagi kalau banyak, naudzubillah). Dan untuk itu semua, maka saya pun harus terus memperbaiki diri). Bisa jadi teladan yang baik, bisa jadi contoh, bisa jadi anak yang membanggakan bagi kedua orang tua saya.

Saya anak pertama, saya seorang kakak. Bismillah, semoga semua itu bisa saya lakukan, ya. Aamiin. Dan begitu juga dengan kalian :")












4 komentar:

  1. kalo lagi jejer berdua fafa sama ketawa bareng, fitri sama fafa mirip banget ya.. >,,<

    BalasHapus
  2. Wah, bikin sadar lagi tentang posisi ane yang juga anak pertama. Makasih sudah ingatkan, Fit!

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama2 berjuang gian :")
      eh itu IP yg kakak pertama tiga koma sembilan enam *angka sembilannya kayak empat soalnya..

      Hapus