Catatan hari kesebelas Ramadhan…
Derma selalu istimewa, karena begitulah janji yang diberikan
Tuhan kita. Dan kita mau tidak mau harus percaya pada janji-janjiNya, sebagai
salah satu wujud mengimaniNya. Dalam QS Al Baqarah ayat 261, Allah menjanjikan
bahwa perumpamaan nafkah yang diberikan di jalan Allah akan serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, kemudian pada tiap bulir tersebut terdapat
seratus biji. Melalui Matematika sederhana, dengan cepat kita dapat melakukan
kalkulasi bahwa hasilnya adalah tujuh ratus kali lipat dari nafkah yang
diberikan di jalan Allah tersebut. Subhanallah, betapa besarnya.
Tapi kajian hari ini memberi kami pengertian lebih luas,
bahwa balasan Allah yang tujuh ratus itu tak melulu berwujud serupa dengan apa
yang kita nafkahkan (baca : uang). Adakah kita sadar bahwa nikmat kesehatan,
kecerdasan, keluarga, lingkungan, sahabat, rasa aman dan nyaman, dan lain
sebagainya bisa jadi merupakan balasan yang diberikanNya. Kita mungkin jarang
menyadari, karena yang terindra lebih mudah terasa. Kesehatan, misalnya, tak
terindra secara langsung bukan? Bukankah sering sekali orang bijak bilang bahwa
nikmatnya sehat baru terasa ketika sakit?
Kemudian pemateri melanjutkan lagi. Ayat selanjutnya yang menyebutkan
bahwa amalan yang tidak diiringi oleh manna
dan adzaa akan berbalas ajrun ‘inda rabbihim, pahala di sisi
Tuhan mereka. Kita mulai dari kata manna.
Saat tadi disebutkan, saya mencoba merecall materi Quran Hadits semasa kelas
delapan. Saya ingat betul Bu Ajeng, guru kami kala itu menyuruh kami
menghafalkan serangkaian ayat tentang derma ini. QS Al Baqarah ayat 261-264.
Empat ayat yang lumayan panjang dalam satu bab pembahasan di buku paket Quran
Hadits kami. Akhirnya satu orang tidak menghafal keempat ayatnya, Bu Ajeng
memilih membagi satu ayat bagi satu oarng dan hari itu juga setoran.
Kata manna yang
saya pahami saat itu memiliki arti ‘menyebut-nyebut pemberiannya’. Dan kalau malam
ini saya lihat lagi di Quran, terjemahnya memang itu. Tapi sekali lagi, kajian
tadi memberi pemahaman lain yang lebih luas, manna berarti merasa bangga, merasa berjasa.
Saya tercekat, merasa bangga dan tidak menyebut-nyebut lagi
adalah dua hal yang berbeda. Begitu mudah menahan lisan untuk tidak
menyebut-nyebut pemberian. Juga begitu mudah untuk menahan jari menekan tuts
keyboard untuk update status tentang sedekah hari ini, atau yang telah lalu. Tapi
merasa bangga? Kita masing-masing punya jawabannya sendiri.
Sangat tidak mudah untuk lari dari rasa bangga. Seperti ketika
kita telah meraih prestasi, rasa bangga menyelinap muncul. Seperti ketika kita
telah membantu meringankan beban orang lain, rasa bangga perlahan timbul. Juga seperti
ketika tangan kanan sudah memberi dan mengupayakan tangan kiri tidak tahu,
akankah perasaan ini benar-benar luput dari perasaan bangga? Merasa berjasa
atas pemberian yang telah dilakukan? Sudah semurni itukah pemberian yang telah kita
berikan ? :””
“Jangan merasa berjasa atas Islammu,” begitu yang terdengar
tadi. Megutip QS. Al Hujurat ayat 17, “Mereka merasa berjasa atas keislaman
mereka. Katakanlah, “Janganlah kamu merasa berjasa kepadaku dengan keislamanmu,
sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu
kepada keimanan, jika kamu orang yang benar.” Ah, emang semua ini miliknya
Allah, ya :” Bahkan Qarun pun dibinasakan karena ia ketika ditanya asal muasal
harta bendanya ia menjawab “Sesungguhnya aku diberi harta semata-mata karena
ilmu yang ada padaku” (QS Al Qasas : 78).
Kemudian adzaa,
artinya menyakiti penerima. Ayat ini menyatakan bahwa sedekah yang tanpa
diiringi manna dan adzaa akan berbalas pahala di sisi
Allah. Kalau di ayat sebelumnya yang tujuh ratus itu balasan di dunia. Sementara
pada ayat 262 ini yang dimaksud adalah pahala yang kelak akan di dapatkan di
akhirat. Pahala akhirat yang nilainya jauh lebih berharga dari balasan-balasan
di dunia. Karena akhirat itu selamanya sementara dunia ini? Hanya permainan dan
senda gurau, bukan?
Bagaimana jika kita tidak memiliki uang atau harta untuk
didermakan? Maka Allah jawab dengan ayat selanjutnya, Al Baqarah ayat 263,
bahwa kata-kata yang baik dan pemberian maaf pun dapat dikatakan sebagai
sedekah. Keduanya bahkan lebih baik daripada derma yang diiringi dengan sedekah
yang menyakiti penerima. Menyakiti ini bisa diartikan dengan menyakiti secara
fisik (memberi dengan cara dilempar, misalnya) atau menyakiti hati (memberi disertai
cemoohan, misalnya).
Kemudian selanjutnya, ayat 264. Bahwa tidak semua derma
serta merta akan diterima Allah, maka seruan Allah berbunyi Yaa ayyuhalladziina aamanuu, khusus
untuk orang-orang beriman. Dan agar diterima, tentu harus memenuhi hal-hal yang
disebutkan tadi, seperti tidak diiringi manna
dan adzaa, juga tidak diiringi riya. Kalaulah yang pertama tadi
perumpamaannya seperti benih yang menumbuhkan tujuh bulir yang masing-masingnya
berisi seratus biji maka derma yang seperti ini seumpama batu licin yang di
atasnya terdapat tanah, kemudian terguyur oleh hujan. Maka bersihlah batu itu
dari tanah, tidak tertinggal sedikit pun, tidak menyisakan apapun.
Di akhir, disebutkan bahwa jika kita mendapat kebaikan,
terapkanlah ayat terakhir surat Ad Dhuha, di mana terhadap nikmat yang didapat
dari Tuhan, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur). Menyatakan di sini
juga bisa berwujud syukuran kecil-kecilan tanpa melupakan syukur kepada Allah
(ini jelas yang utama). Bukan menerapkan apa yang disebutkan QS Al Ma’arij ayat
21, di mana ketika seseorang mendapat kebaikan, maka ia amat kikir. Na’udzubillahimindzalik,
semoga kita senantiasa diberi petunjuk oleh Allah untuk senantiasa bersyukur
dan dapat menafkahkan sebagian rizki di jalanNya. Aamiin.
Sulit memang mengikhlaskan harta benda yang menjadi
kecintaan di dunia sebagai derma di jalan Allah. Juga sulit untuk melakukannya
tanpa perasaan telah berjasa atau rasa bangga. Tapi itulah, karena sulit itulah
maka janji Allah adalah balasan tiada tara. Bukan balasan serupa kipas angin,
voucher belanja, piring cantik, ataupun malah kupon gesek dengan tulisan coba
lagi atau anda kurang beruntung. Yang ini pahalanya besar, dan yang punya kuasa
untuk memberikannya? Hanya Allah semata.
[semacam resume dari kabuma di maskam hari ini, terbaca
serius banget ya ;) ? Semoga bisa diambil hikmahnya dan sama-sama menjadi pelajaran
buat kita semua]
gambar dari sini
gambar dari sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar