Rabu, 09 Juli 2014

Derma Istimewa

Catatan hari kesebelas Ramadhan…

Derma selalu istimewa, karena begitulah janji yang diberikan Tuhan kita. Dan kita mau tidak mau harus percaya pada janji-janjiNya, sebagai salah satu wujud mengimaniNya. Dalam QS Al Baqarah ayat 261, Allah menjanjikan bahwa perumpamaan nafkah yang diberikan di jalan Allah akan serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, kemudian pada tiap bulir tersebut terdapat seratus biji. Melalui Matematika sederhana, dengan cepat kita dapat melakukan kalkulasi bahwa hasilnya adalah tujuh ratus kali lipat dari nafkah yang diberikan di jalan Allah tersebut. Subhanallah, betapa besarnya.

Tapi kajian hari ini memberi kami pengertian lebih luas, bahwa balasan Allah yang tujuh ratus itu tak melulu berwujud serupa dengan apa yang kita nafkahkan (baca : uang). Adakah kita sadar bahwa nikmat kesehatan, kecerdasan, keluarga, lingkungan, sahabat, rasa aman dan nyaman, dan lain sebagainya bisa jadi merupakan balasan yang diberikanNya. Kita mungkin jarang menyadari, karena yang terindra lebih mudah terasa. Kesehatan, misalnya, tak terindra secara langsung bukan? Bukankah sering sekali orang bijak bilang bahwa nikmatnya sehat baru terasa ketika sakit?

Kemudian pemateri melanjutkan lagi. Ayat selanjutnya yang menyebutkan bahwa amalan yang tidak diiringi oleh manna dan adzaa akan berbalas ajrun ‘inda rabbihim, pahala di sisi Tuhan mereka. Kita mulai dari kata manna. Saat tadi disebutkan, saya mencoba merecall materi Quran Hadits semasa kelas delapan. Saya ingat betul Bu Ajeng, guru kami kala itu menyuruh kami menghafalkan serangkaian ayat tentang derma ini. QS Al Baqarah ayat 261-264. Empat ayat yang lumayan panjang dalam satu bab pembahasan di buku paket Quran Hadits kami. Akhirnya satu orang tidak menghafal keempat ayatnya, Bu Ajeng memilih membagi satu ayat bagi satu oarng dan hari itu juga setoran.

Kata manna yang saya pahami saat itu memiliki arti ‘menyebut-nyebut pemberiannya’. Dan kalau malam ini saya lihat lagi di Quran, terjemahnya memang itu. Tapi sekali lagi, kajian tadi memberi pemahaman lain yang lebih luas, manna berarti merasa bangga, merasa berjasa.

Saya tercekat, merasa bangga dan tidak menyebut-nyebut lagi adalah dua hal yang berbeda. Begitu mudah menahan lisan untuk tidak menyebut-nyebut pemberian. Juga begitu mudah untuk menahan jari menekan tuts keyboard untuk update status tentang sedekah hari ini, atau yang telah lalu. Tapi merasa bangga? Kita masing-masing punya jawabannya sendiri.

Sangat tidak mudah untuk lari dari rasa bangga. Seperti ketika kita telah meraih prestasi, rasa bangga menyelinap muncul. Seperti ketika kita telah membantu meringankan beban orang lain, rasa bangga perlahan timbul. Juga seperti ketika tangan kanan sudah memberi dan mengupayakan tangan kiri tidak tahu, akankah perasaan ini benar-benar luput dari perasaan bangga? Merasa berjasa atas pemberian yang telah dilakukan? Sudah semurni itukah pemberian yang telah kita berikan ? :””

“Jangan merasa berjasa atas Islammu,” begitu yang terdengar tadi. Megutip QS. Al Hujurat ayat 17, “Mereka merasa berjasa atas keislaman mereka. Katakanlah, “Janganlah kamu merasa berjasa kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar.” Ah, emang semua ini miliknya Allah, ya :” Bahkan Qarun pun dibinasakan karena ia ketika ditanya asal muasal harta bendanya ia menjawab “Sesungguhnya aku diberi harta semata-mata karena ilmu yang ada padaku” (QS Al Qasas : 78).

Kemudian adzaa, artinya menyakiti penerima. Ayat ini menyatakan bahwa sedekah yang tanpa diiringi manna dan adzaa akan berbalas pahala di sisi Allah. Kalau di ayat sebelumnya yang tujuh ratus itu balasan di dunia. Sementara pada ayat 262 ini yang dimaksud adalah pahala yang kelak akan di dapatkan di akhirat. Pahala akhirat yang nilainya jauh lebih berharga dari balasan-balasan di dunia. Karena akhirat itu selamanya sementara dunia ini? Hanya permainan dan senda gurau, bukan?

Bagaimana jika kita tidak memiliki uang atau harta untuk didermakan? Maka Allah jawab dengan ayat selanjutnya, Al Baqarah ayat 263, bahwa kata-kata yang baik dan pemberian maaf pun dapat dikatakan sebagai sedekah. Keduanya bahkan lebih baik daripada derma yang diiringi dengan sedekah yang menyakiti penerima. Menyakiti ini bisa diartikan dengan menyakiti secara fisik (memberi dengan cara dilempar, misalnya) atau menyakiti hati (memberi disertai cemoohan, misalnya).

Kemudian selanjutnya, ayat 264. Bahwa tidak semua derma serta merta akan diterima Allah, maka seruan Allah berbunyi Yaa ayyuhalladziina aamanuu, khusus untuk orang-orang beriman. Dan agar diterima, tentu harus memenuhi hal-hal yang disebutkan tadi, seperti tidak diiringi manna dan adzaa, juga tidak diiringi riya. Kalaulah yang pertama tadi perumpamaannya seperti benih yang menumbuhkan tujuh bulir yang masing-masingnya berisi seratus biji maka derma yang seperti ini seumpama batu licin yang di atasnya terdapat tanah, kemudian terguyur oleh hujan. Maka bersihlah batu itu dari tanah, tidak tertinggal sedikit pun, tidak menyisakan apapun.

Di akhir, disebutkan bahwa jika kita mendapat kebaikan, terapkanlah ayat terakhir surat Ad Dhuha, di mana terhadap nikmat yang didapat dari Tuhan, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur). Menyatakan di sini juga bisa berwujud syukuran kecil-kecilan tanpa melupakan syukur kepada Allah (ini jelas yang utama). Bukan menerapkan apa yang disebutkan QS Al Ma’arij ayat 21, di mana ketika seseorang mendapat kebaikan, maka ia amat kikir. Na’udzubillahimindzalik, semoga kita senantiasa diberi petunjuk oleh Allah untuk senantiasa bersyukur dan dapat menafkahkan sebagian rizki di jalanNya. Aamiin.


Sulit memang mengikhlaskan harta benda yang menjadi kecintaan di dunia sebagai derma di jalan Allah. Juga sulit untuk melakukannya tanpa perasaan telah berjasa atau rasa bangga. Tapi itulah, karena sulit itulah maka janji Allah adalah balasan tiada tara. Bukan balasan serupa kipas angin, voucher belanja, piring cantik, ataupun malah kupon gesek dengan tulisan coba lagi atau anda kurang beruntung. Yang ini pahalanya besar, dan yang punya kuasa untuk memberikannya? Hanya Allah semata.

[semacam resume dari kabuma di maskam hari ini, terbaca serius banget ya ;) ? Semoga bisa diambil hikmahnya dan sama-sama menjadi pelajaran buat kita semua]

gambar dari sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar