Selasa, 01 Juli 2014

Bisa atau Mau?

Ini cerita hari ketiga Ramadhan saya.

Ada dua hal yang pengen sedikit diceritain hari ini, biar (agak) fokus, dipisah aja ya postingannya :3

Seperti malam sebelumnya, kami (pasukan kosan) shalat tarawih (kalo nyebut shalat tarawih, tentu satu set sama shalat isya serta witirnya) di masjid dekat kosan. Setelah shalat isya menjelang khutbah, kotak amal diedarkan. Saat sampai di tempat kami, Mbak Kos (sebut saja begitu), ngajak berbincang sedikit.

Mbak Kos : Kapan ya Fit, kita bias masukin uang seratus ribu gitu ke sini…(sambil masukin uang infaknya)
Saya : Kalau masukin mah bisa aja mbak, masalahnya mau apa nggak (sebenernya saya ngerti sih maksud mbaknya ini kata bisa itu semacam berat dan masih susah buat kita)
Mbak Kos : (Masih belum ngeh kata-kata saya tadi) Belum bisa Fit…
Saya : Kalau masukin kan gampang kan Mbak? Kita kalau punya uang seratus ribu ya udah tinggal masukin aja kan? Masalahnya ya itu, mau apa enggak…
Mbak Kos : Iya Fit…tapi rasanya berat….

Percakapan kami terhenti di situ. Saya ngomong kaya gitu mungkin keliatan sok bijak atau gimana. Percayalah bahwa, saya juga merasakan hal yang sama. Sebagian besar kita, apalagi mahasiswa belum berpenghasilan (ini aja saya berbincang sama Mbak Kos yang udah berpenghasilan) kemungkinan besar akan merasa berat untuk menginfakkan uang berangka nol lima buah itu. Ada banyak hal yang harus dipenuhi, semisal urusan perut, perkakas kebutuhan kuliah, iuran ini itu, dan lain sebagainya. Masalah bisa dan mau, saya hanya meniru apa yang pernah saya dengar. Bahwa seringkali, permasalahannya bukan antara bisa atau tidak, tapi mau atau tidak. Hal yang masih juga saya pelajari untuk diterapkan.

Ini baru bicara soal infak dan materi yang terlihat sekali betapa dibutuhkannya di dunia. Padahal kalau pernah denger suatu quote dalam video ini 

“Being rich is not about how much you have, but how much you can give”
*huaa ini videonya bikin nangis bangetT^T*

Dalam agama pun kita tahu bahwa yang abadi adalah amalan-amalan kita. Apa yang kita infakkan dengan keikhlasan, bukan harta benda yang pernah dimiliki di dunia. Ini bukan berarti kita nggak boleh merhatiin kebutuhan hidup. Ya ini juga harus, nanti zalim sama diri sendiri. Memenuhi hak-hak diri kan juga wajib :) Dan meninggalkan yang wajib itu dosa. Jadi tetap harus diperhatikan. Berarti persoalannya adalah bagaimana kita bisa memenuhi hak-hak tubuh sebagai pemenuhan kewajiban terhadap nikmat tubuh yang sudah Allah beri, namun tetap bisa menyisihkan untuk tetap berinfak di jalanNya. Sudah bisa sedikit-sedikit saat ini? Alhamdulillah. Kemudian, saat ini kita belajar untuk dapat berinfak lebih banyak lagi.

Bisa dan mau juga aplikasinya banyak banget di sendi kehidupan ini. Semisal ngambil amanah-amanah penting, menantang diri sendiri buat apply beasiswa atau exchange atau nyoba ikut conference, bahkan menghafal firman-firman Allah di Al Quran. Sekali lagi, pertanyaannya kita mau alasan nggak bisa atau nggak mau? Kalo kata buku sidu di bagian bawah biasanya
"Where there is a will, there is a way"
*yaampun ini saya sampe apal tanpa liat bukunya, Pernah liat juga kan?*

Jadi, kita ini nggak bisa atau nggak mau?


Yuk belajar bersama! Semangat :))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar