"Di depanmu malu-malu ku memandangmu
Di depan Tuhanku terang-terangan aku memintamu"
-
Hari ini crowded. Dan saya cukup malu untuk mengakui beberapa
ketertinggalan. Ketertinggalan dari teman, target, niat, bahkan apa yang
seharusnya dilakukan. Dan entah kenapa, secara tidak sengaja, Maghrib tadi saat
sedang puncak-puncaknya, saya ingat quote di atas itu.
Oke, itu kalimat yang mungkin terdengar galau. Atau apapun
terserah kalian. Kalimat itu saya dapat semalam di pos salah satu teman di
sebuah grup WA. Tapi Maghrib tadi, yang saya pikirkan justru kebalikannya.
Bagaimana jika kita di depan manusia terang-terangan
meminta. Namun di depan Tuhan kita malah jadi pendiam. Bukan, bukan bingung
atau terlalu tidak bisa berkata-kata. Tapi justru malah menjadi sombong.
Belum mengerti maksud kalimat random saya? Baiklah, mungkin
tanggapan dari teman lain di grup tersebut dapat cukup membantu.
“Iyap.. klo minta sesuatu sama yg punya..syp yg pny dia?? Ya Allah lah yg punya dia ?”
Kalo diartiin ke urusan jodoh, jelas ini bikin senyum-senyum sendri (hayo ngaku! :P). Tapi sadarkah bahwa dalam urusan meminta, bisa jadi selama ini kita terlalu tergantung pada makhluk hingga lupa meminta pada Sang Segala Maha. Padahal kembali lagi, bahwa ya cuma Allah yang punya kuasa atas segala sesuatu. Cuma Allah yang bisa memberi segala hal. Cuma Allah yang bisa menghendaki apapun yang terjadi dengan diri kita, keinginan kita, harapan kita.
Semuanya harus dikembalikan pada Allah. Lelahnya harus
disandarkan pada Allah. Bebannya juga harus diceritakan pada Allah. Kedekatan
kita padanyalah yang menjadi jembatannya. Lewat apa? Ibadah-ibadah, perenungan, doa, serta segala prioritas yang mengedepankan Allah. Maka, Tanya lagi lubuk hatimu,
Fit. Adakah?
Tiba-tiba saya merasa benar-benar seperti orang yang sedang
mencari ketenangan dalam hidup. Mirip-mirip yang suka ada di buku-buku itu :”
Tulisan hari tujuh
belas.
(masih di) Jogja, 15
Juli 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar